https://blogs.glowscotland.org.uk/er/Literacy/ |
Bahasa Inggris
dan Literasi
*Aziza Restu Febrianto
Tulisan ini saya buat setelah mendapatkan inspirasi dari kegiatan belajar
dan mengajar online saya saat ini. Kebetulan siswa yang saya ajar tergolong
cerdas. Meskipun masih berusia sangat muda, siswa ini sebentar lagi menamatkan
pendidikan pascasarjana pada bidang hukum di Universitas Dippnegoro Semarang.
Skor TOEFL ITP nya juga sangat tinggi, yaitu 620. Pada awalnya, dia mengambil kursus
bahasa Inggris untuk meningkatkan skor TOEFL nya, yang saat itu masih 530.
Alhamdulillah, setelah saya dampingi selama sekitar 3 bulan, skornya naik
secara signifikan. Menurut saya, skor ini sudah bisa dipakai untuk banyak
keperluan baik pekerjaan maupun beasiswa luar negeri. Karena saya rasa dia
sudah mencapai puncak pencapaian, saya kemudian menawarkan apakah dia masih
melanjutkan kursus atau tidak. Jika dia memutuskan untuk lanjut, materinya tentu
sudah tidak TOEFL lagi, tetapi IELTS karena format kedua tes ini sangatlah berbeda.
Karena dia belum ada rencana mengambil tes IELTS dalam waktu dekat, dia kemudian
memutuskan untuk fokus pada Speaking dan Writing. Saya juga
menyarankan agar dia sangat memprioritaskan Writing (khususnya Academic
Writing), karena selain penting, skill ini juga sangat rumit dan
perlu banyak pembiasaan. Singkat cerita, pembelajaranpun berlanjut pada materi
IELTS Speaking dan Writing yang akhirnya berlangsung selama
sekitar 2 bulan.
Setelah menjalani pembelajaran IELTS Speaking dan Writing dengan
berbagai macam simulasi dan feedback, saya kemudian menyadari bahwa kegiatan
ini masih kurang efektif dalam membantu dia meningkatkan kompetensi bahasa
Inggris. Setelah kursus IELTS bersama saya selama 2 bulan ini, level dia bisa
dibilang sudah layak masuk kategori advanced atau mahir. Sehingga,
menurut saya, pembelajaran IELTS saja tidak cukup, karena pada dasarnya IELTS preparation
ini hanya berfokus pada keterampilan dan strategi dalam mengerjakan tes. Jika
pembelajaran semacam ini diteruskan, pengetahuan dan penguasaan dia dalam aspek
penting lainnya seperti perbendaharaan kata, variasi pola kalimat, ungkapan, chunks
dan styles bahasa untuk berbagai macam konteks akan sulit berkembang. Selain
itu dia juga perlu mengembangkan keterampilan dan ilmu pengetahuan lain melalui
kegiatan belajar bahasa Inggris. Intinya, selain belajar bahasa, dia juga bisa
belajar banyak hal serta meningkatkan kompetensi lain, termasuk Critical
thinking and literacy. Keputusan ini tentu saja didasarkan pada
pilihannya, dan mungkin ceritanya akan lain jika dia memang berencana mengambil
tes IELTS dalam waktu dekat.
Singkat cerita, saya akhirnya memutuskan untuk berhenti mengajarkan IELTS dan memilih kegiatan pembelajaran lain yang saya namai “Read and Present.” Sesuai dengan namanya, kegiatan pembelajaran ini berpusat pada penyerapan ilmu pengetahuan dan menyampaikan ilmu pengetahuan tersebut dalam aktivitas Speaking dan Writing. Namun, untuk topik dan materi dalam pembelajaran ini, siswa tidak bebas memilih karena saya yang menentukan. Materi ini harus diambil dari sumber yang autentik dan kredibel, yaitu lembaga-lembaga penyiaran dan riset resmi di negara-negara berbahasa Inggris (English Speaking Countries) seperti Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Dan Thanks to the internet, saat ini kita sudah mendapatkan banyak kemudahan dalam akses yang luas terhadap berbagai macam sumber informasi dan ilmu pengetahuan melalui Google. Sehingga untuk mencari materi, saya cukup googling dengan mengetik kata kunci yang saya inginkan. Tidak cukup hanya mencari materi autentik, saya juga harus memastikan adanya diskusi setelah sesi presentasi. Sehingga topik yang saya pilih harus mengandung sisi perdebatan atau topics that provoke further questions. Tahapan pembelajaran “Read and Present” ini secara teknis bisa dilihat pada diagram berikut ini:
Seperti yang ditunjukkan pada diagram diatas,
kegiatan pembelajaran ini berawal dari penentuan topik dan materi bacaan sebelum
pertemuan di kelas (flipped teaching) yang diikuti dengan kegiatan
membaca di rumah. Kenapa materi yang dipilih adalah materi bacaan dan bukan
video (dari YouTube misalnya)? Alasannya adalah pertama, materi bacaan biasanya
mengandung pembahasan yang jauh lebih mendalam dibandingkan video dengan durasi
tayang yang cukup panjang. Selain itu, materi bacaan juga memungkinkan siswa
untuk membaca dengan kecepatan waktu yang dia bisa perkirakan sendiri. Sementara
menonton sebuah presentasi atau podcast dengan satu topik pembahasan di video
YouTube bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Melalui materi bacaan, siswa juga
dengan lebih mudah mempelajari variasi pola kalimat, perbendaharaan kata dan
istilah baru, serta style alami penulisan. Website ini https://thebestschools.org/magazine/controversial-topics-research-starter/adalah salah satu contoh sumber materi bacaan autentik yang saya pakai diantara semua website, jurnal ilmiah, dan buku yang ada di internet.
Kegiatan membaca ini kemudian dilanjutkan dengan
membuat rangkuman (summary) dengan menggunakan kata-kata sendiri di
rumah. Kosa kata dan istilah-istilah baru juga perlu digunakan dalam penulisan
rangkuman ini agar bisa dengan mudah dipelajari dan selalu diingat. Tidak hanya
itu, rangkuman tersebut juga harus dalam bentuk sebuah esai yang terdiri dari
minimal 250 kata, seperti halnya esai di IELTS Writing Task 2. Karena siswa
yang saya ajar sudah mendapatkan materi IELTS sebelumnya, saya berasumsi bahwa dia
tidak kesulitan dalam mengerjakan rangkuman ini. Esai rangkuman ini kemudian
dipresentasikan secara oral di dalam kelas dengan tambahan elaborasi berupa
penjelasan dan argumen pribadi. Pada saat presentasi, tugas dan peran saya
sebagai pengajar adalah mendengarkan, mengamati dan memikirkan
pertanyaan-pertanyaan kritis tentang materi yang dipresentasikan tersebut. Presentasi
ini kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, yang pada akhirnya akan
memunculkan sebuah diskusi. Kegiatan ini diharapkan bisa menstimulus Critical
thinking dan Literacy, karena baik siswa dan pengajar akan merasa
tertantang untuk berfikir dan berargumen secara logis dan rasional. Oleh karena
itu, alangkah lebih baiknya jika pengajar juga membaca materinya secara
mendalam sebelum bertemu siswa di kelas.
Kegiatan selanjutnya adalah pemberian feedback mengenai presentasi
dan esai rangkuman yang telah dibuat oleh siswa. Sebagai pengajar, peran saya
selanjutnya tentunya adalah memberikan feedback. Menurut saya, feedback
ini wajib diberikan pada setiap kegiatan dan tugas yang dilakukan oleh siswa.
Sesibuk apapun guru, dan sebanyak berapapun siswa, guru harus menyempatkan diri
untuk memberikan feedback, walaupun hanya komentar umum. Dengan feedback
yang konstruktif (Constructive Feedback), siswa akan mengetahui dimana
letak kekurangan dan kelebihannya pada saat mengerjakan tugas dan menunjukkan
performanya. Siswa juga akan semakin bersemangat setelah diberikan feedback,
karena pada dasarnya tugas yang dia kerjakan itu diperhatikan oleh gurunya. Oleh
karena itu, feedback itu harus konstruktif, artinya feedbak harus
disampaikan secara logis, rasional dan positif dengan bahasa yang dapat membangun
sugesti positif siswa. Disini, pengajar harus memastikan bahwa feedback yang
disampaikan tidak membuat siswa kecil hati dan kurang percaya diri, tetapi justru
harus sebaliknya, yaitu dapat membuat siswa tersebut lebih percaya diri dan
semangat untuk memperbaiki diri. Sebagai pengajar bahasa, tentu saja feedback
utama yang saya berikan adalah tata bahasa dan style siswa dalam melakukan presentasi
dan menulis esai rangkuman, seperti koherensi dan kohesi, grammar, pola
kalimat, pilihan kata, dan style bahasa. Namun, tidak berhenti disitu, saya
juga memberikan feedback mengenai konten dan kedalaman materi yang disampaikan
agar siswa dapat lebih meningkatkan keterampilan analisis isu dan pemikiran
kritisnya. Dengan begini, literasinya juga diharapkan meningkat.
Menurut saya, kegiatan "Read and Present" ini adalah salah satu cara yang efektif untuk membantu siswa meningkatkan literacy nya disaat Indonesia masih mengalami krisis literasi (PISA, 2018).
Literacy is the ability to identify, understand, interpret, create, communicate, and compute, using printed and written materials associated with varying contexts (UNESCO).
Sesi Pemberian Feedback untuk Esai Rangkuman Materi |