Minggu, 14 April 2019

Being a Teacher (Bagian 13) - Serangkaian Refleksi

https://cambridgeinternationalschool.co.uk/
Mengajar di Sekolah Elit (Bagian 1)

*Aziza Restu Febrianto

Setelah dinyatakan lulus pendidikan PPG, saya kemudian diwisuda. Proses wisuda ini dilaksanakan bersamaan dengan wisuda jenjang studi S1 dan S2 tepatnya di Auditorium kampus UNNES Semarang. Kali ini saya mengalami wisuda untuk yang kedua kalinya, walaupun belum pernah mengambil pendidikan S2 pada waktu itu. Ketika menjalani prosesi wisuda, biasanya ada dua hal berbeda yang dirasakan oleh kebanyakan peserta, yaitu perasaan bahagia karena telah menyelesaikan studi dan kekhawatiran akan karir di masa depan yang tidak pasti. Namun kondisi ini sama sekali tidak berlaku bagi saya. Saya hanya percaya bahwa selama ini saya sudah melakukan apapun yang terbaik, sehingga saya yakin akan mendapatkan yang terbaik pula di masa yang akan datang kelak.

Ketika mengikuti upacara wisuda S1 dulu, saya juga tidak terlalu merasa takut dan khawatir. Saya meyakini bahwa apa yang selama ini saya kerjakan semasa kuliah pasti akan memberikan dampak di masa depan. Selama kuliah S1, saya sangat aktif mengikuti kegiatan ekstra maupun menjadi pengurus organisasi internal kampus. Setelah lulus, saya akhirnya bisa bekerja sebagai guru di sekolah dan pernah menjadi pegawai kantoran selama dua tahun. Dengan semua pengalaman ini, saya akhirnya lolos seleksi untuk mengajar di daerah 3T serta memperoleh gelar guru profesional setelah menyelesaikan kuliah PPG. Semua proses hidup yang saya lalui dan segala pengalaman yang saya miliki selama kuliah S1 dan dunia kerja inilah yang akhirnya kelak membantu saya mendapatkan beasiswa S2 di Inggris. Alhamdulillah.

Beberapa hari menjelang wisuda PPG, saya mendapatkan informasi lowongan guru di sebuah sekolah internasional di Semarang. Sebagai seorang lulusan PPG dengan sertifikat guru profesional di tangan, saya tentu sangat tertarik untuk mendaftar. Yang paling membuat saya tertarik dan penasaran dengan sekolah itu adalah kurikulumnya yang menggunakan Cambridge International School. Dengan kurikulum itu, sekolah bisa menyelenggarakan tes International Generate Certificate of Secondary Education (IGCSE) dan A level bagi siswa yang ingin mengambil kuliah S1 di luar negeri. Tanpa menunggu lama, saya segera menyiapkan surat lamaran dan langsung mendaftar. Selang satu minggu kemudian, saya mendapatkan informasi melalui telepon bahwa surat lamaran yang saya ajukan diterima, dan saya diminta untuk mengikuti wawancara. Bahagia sekali rasanya. Sayapun langsung bergegas mengambil kesempatan itu dan datang ke sekolah sesuai dengan waktu yang telah disepakati. 

Ketika pertama kalinya masuk gerbang sekolah, saya melihat papan sekolah yang cukup besar bertuliskan nama sekolah dan logo Cambridge International Examinations (CIE) sebagai lembaga penyedia tes IGCSE dan A level resmi. Saya kemudian memasuki ruang lobi dan bertemu dengan seorang penerima tamu. Tentu saja penerima tamu itu langsung bertanya kepada saya dan uniknya, dengan menggunakan Bahasa Inggris. Saya menjelaskan bahwa saya adalah seorang kandidat guru yang akan mengikuti seleksi wawancara. "Oh, what will you teach?" Tanyanya lagi. "English." Jawabku. "Oh, English," begitulah respon dia dengan pelafalan yang sempurna layaknya native speaker atau penutur asli.

Sekolah yang saya lamar ini tergolong kecil untuk ukuran sekolah dengan semua jenjang pendidikan yang dimiliki. Tapi kondisinya bersih dan tertata. Menurut saya, semua fasilitasnya cukup lengkap. Ketika memasuki ruang tengah, mata saya langsung tertuju pada foto yang terpajang di dinding. Ternyata pemilik sekolah ini adalah seorang bule. Setelah saya tanyakan foto itu kepada penerima tamu, ternyata bule itu berasal dari Inggris. Tepatnya kota Manchester. Sayapun kemudian semakin penasaran dengan sekolah ini dan sangat antusias sekali untuk mengikuti seleksi wawancara.

Beberapa menit kemudian, saya dipersilahkan masuk ke ruang meeting dan wawancara pun langsung dimulai. Saya kaget. Ternyata yang mewawancarai saya adalah seorang bule juga. Namanya Kerry Newman, seorang guru senior berasal dari Kanada. "Lumayan nih..sekalian bisa ngetes kemampuan Bahasa Inggrisku" pikirku dalam hati waktu itu. Singkat cerita, Alhamdulillah, wawancara berjalan dengan sangat lancar. Saya bisa menjawab semua pertanyaan dengan cukup lancar dalam Bahasa Inggris. Ada satu kalimat yang paling saya ingat dari Kerry tentang kesan dia terhadap saya pada waktu wawancara berlangsung, dan memang itulah yang menjadi momen penanda bahwa saya kelak akan diterima di sekolah itu tanpa proses lebih lanjut lagi. Dia mengatakan kepada kepala sekolah, yang waktu itu sedang duduk di sebelahnya, "I think we've found someone we've been looking for." 

Sayapun akhirnya secara cepat diterima menjadi guru di sekolah internasional itu dan langsung mengajar untuk beberapa kelas. Saya sebenarnya sangat menikmati segala aktivitas mengajar di sekolah ini karena semua pengalaman yang saya dapatkan dan teman-teman guru yang baik. Walaupun gak semua baik sih...hehe. Pada awalnya saya berencana akan mengajar di sekolah ini mungkin skitar dua tahunan, tapi ternyata karena suatu masalah, saya harus  mempercepat masa kerja saya dan segera mengundurkan diri dari sekolah, yang awalnya saya anggap keren itu. 


Fielftrip bersama siswa kelas 7 di Museum Batik Danar Hadi, Surakarta
Rafting bersama siswa kelas 12 ketika Fieldtrip di Bali