Jumat, 31 Desember 2021

Satu Setengah Tahun Menjadi Dosen

 

With Dipta @Gunung Kidul, Yogyakarta, 2020


Satu Setengah Tahun Menjadi Dosen

*Aziza Restu Febrianto


Tidak terasa sudah 1 tahun lebih saya menyandang profesi dosen, terhitung sejak pertama kali saya bekerja di Universitas Nasional Karangturi (UNKARTUR) pada hari Senin, 3 Agustus 2020. Ada banyak sekali pengalaman menarik yang saya alami selama bekerja di kampus ini, dari awal melamar hingga menjadi dosen tetap. Dalam tulisan ini, saya ingin bercerita beberapa dari semua pengalaman tersebut karena tentu tidak semua dapat ditulis.

Mengikuti Ujian Tertulis dan Wawancara Selama Lock Down

Masih melekat di ingatan saya ketika waktu itu mendapatkan panggilan ujian tertulis dan wawancara pada masa awal pandemi. Saat itu banyak sekali daerah di Indonesia, khususnya Jawa yang mengalami lock down. Seluruh masyarakat dihimbau untuk tetap tinggal di rumah, dan bagi yang berada di rantauan tidak diperbolehkan untuk pulang ke kampung halaman. Jika terpaksa harus keluar dari kampung halaman, mereka diwajibkan untuk mendapatkan izin dari kelurahan setempat. Saya yang saat itu tinggal di Magetan, Jawa Timur, harus mencari cara agar bisa memenuhi undangan ujian tertulis dan wawancara secara tatap muka di kampus yang lokasinya di kota Semarang, Jawa Tengah. Tentu saja kondisi ini menjadi dilemma bagi saya. Namun setelah berfikir panjang, akhirnya saya memutuskan untuk berangkat ke Semarang dengan menggunakan sepeda motor. Saya juga memutuskan untuk tidak minta surat izin dari kelurahan karena pertimbangan keluar kota yang hanya sehari saja.

Waktu itu, saya berangkat pagi-pagi buta (sebelum shubuh) agar sampai di Semarang sekitar pukul 09.00, karena ujian tertulis dan wawancara akan dilaksanakan pada pukul 10.00. Sesampainya di Semarang, saya langsung sarapan dan menuju ke kampus. Ujian tertulis berlangsung selama sekitar 2 jam dan dilanjutkan dengan sesi wawancara dengan dekan dan direktur eksekutif universitas. Soal tertulis yang saya kerjakan lebih berkaitan dengan psikologi. Yang membuat saya terkejut adalah sesi wawancara dengan dekan karena tidak ada proses Tanya jawab sama sekali. Saya waktu itu hanya diminta menulis sebuah esai yang topiknya tentang penerapan PPKM di Semarang untuk memutus rantai penularan COVID-19. Dan sangat kebetulan, dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) ini adalah orang yang dulunya adalah dosen saya saat kuliah S-1, yaitu ibu Helena I.R Agustien. Mungkin karena inilah beliau tidak mewawancarai saya, tetapi malah meminta saya menulis…hehe. Setelah sesi ini selesai, saya bertemu dengan direktur eksekutif, dan pertemuan ini tidak berlangsung lama karena beliau hanya ingin melihat kesesuaian kondisi saya dengan informasi yang ada di CV. Setelah semua proses seleksi selesai, saya kemudian pulang lagi ke Magetan.

Diterima Menjadi Dosen

Singkat cerita, saya pun diterima di UNKARTUR, tepatnya di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI). Seorang staf HRD kemudian meminta saya untuk masuk kerja pada hari Senin, 3 Agustus 2020. Perasaan saya tentu sangat bahagia karena menjadi dosen tetap terutama di bidang yang ditekuni itu tidaklah mudah, terutama untuk bidang PBI ini. Sudah banyak sekali orang yang menempuh pendidikan dan bidang kualifikasi seperti saya, dan tentu persaingan untuk mendapatkan pekerjaan sangatlah ketat. Saya juga sudah mencoba melamar menjadi dosen tetap disana sini, tetapi tetap saja masih belum beruntung. Sesampainya di kampus, saya langsung menemui HRD dan kemudian diantar menuju ruang dosen untuk berkenalan dengan dosen lain. Sebuah meja dan kursi untuk saya bekerja juga sudah dipersiapkan. Di hari-hari pertama kerja, ibu dekan dengan semangatnya mengajak semua dosen untuk mengikuti workshop yang dia inisiasi sendiri. Beliau ingin membekali kami yang masih muda ini dengan materi-materi pengajaran bahasa Inggris dan Linguistik dari apa yang beliau pelajari dan alami.

Sebagai dosen baru, mengikuti workshop ini tentu sangat menyenangkan karena masih fokus pada pengembangan diri dan belum dibebani oleh pekerjaan dosen lainnya. Mengikuti workshop yang diisi oleh ibu dekan yang notabene adalah dosen saya waktu kuliah S1 membuat saya nostalgia. Meskupun ilmu yang saya dapatkan dari beliau sudah tidak asing bagi saya, paling tidak ilmu tersebut menjadi terkonfirmasi dan semakin melekat di pikiran. Tugas selanjutnya adalah mengaplikasikannya dalam kegiatan tridharma sebagai tugas pokok dosen. Pada saat itu, saya merasa bahwa situasi yang saya alami merupakan atmosfir pekerjaan dosen yang seharusnya. Selain mengerjakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan tridharma, saya juga disibukkan dengan aktivitas pengembangan diri seperti mengikuti seminar, pelatihan dan workshop akademik. Sehingga profesi dosen itu juga setara dengan ilmuwan. Dan inilah profesi yang selama ini saya impikan.

Memiliki NIDN dan Pekerjaan Tak Terduga

Setelah resmi menjadi dosen, sayapun diminta untuk mengurus Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN). Persyaratan untuk mengurus NIDN ini tidaklah rumit. Yang harus saya siapkan adalah beberapa dokumen antara lain: softcopy ijasah dan transkrip nilai S1 dan S2, pas foto 4 x 6, softcopy KTP dan KK, soft copy surat keterangan sehat jasmani rohani dan bebas narkoba dari rumah sakit.  Pembuatan syarat yang terakhir ini membutuhkan biaya, tetapi biaya tersebut ditanggung oleh universitas. Singkat cerita, sayapun dapat melengkapi semua persyaratan itu dengan lancar dan pihak universitas mendaftarkan saya ke Pangkalan Data DIKTI (PDDIKTI) dengan melampirkan semua berkas dokumen yang telah saya siapkan secara daring. Setelah menunggu cukup lama (sekitar 2 bulan) dan beberapa drama, akhirnya NIDN saya keluar. Selama mengurus NIDN ini, sebenarnya saya juga dikejutkan dengan penunjukan saya sebagai dosen Pembimbing Akademik (PA) untuk mahasiswa angkatan 2019 dan 2020. Saya heran, baru saja seminggu bekerja, tetapi sudah diberi beban kerja. Ya sudahlah. Salah satu pekerjaan yang tidak mudah saat menjadi dosen PA adalah membimbing dan mengarahkan mahasiswa bermasalah agar tetap kuliah, mengerjakan tugas, serta mengikuti ujian.  Kebetulan saat itu saya harus membimbing 2 mahasiswa yang bermasalah – sering absen dan tidak mengerjakan tugas. Ini adalah pekerjaan tak terduga pertama yang saya kerjakan selama menjadi dosen.

Tidak berhenti melakukan pekerjaan sebagai dosen PA, sayapun juga dikejutkan pada pekerjaan lain yang tidak terduga, yaitu mengurus proses akreditasi prodi. Sebelum melamar kerja, saya sebenarnya juga sudah menyadari bahwa kampus tempat saya akan bekerja kelak masih sangat baru. Kampus ini berdiri pada tahun 2017 dan ketika saya melamar kerja, usia kampus ini sudah menginjak tahun ke-3. Sehingga ketika saya masuk, kampus sedang sibuk mengurus proses akreditasi, terutama prodi yang sudah buka pada masa awal pendirian kampus. Untungnya Prodi PBI tergolong lebih muda dibanding prodi lainnya. Prodi PBI mulai beroperasi dan memiliki mahasiswa untuk pertama kalinya pada tahun 2019. Meskipun demikian, dosen di PBI tidak boleh santai, karena proses akreditasi itu sangat panjang. Saya pun kemudian disibukkan dengan berbagai macam hal sejak secara resmi menjadi bagian dari Prodi PBI. Selain mengajar dan menyiapkan materi pembelajaran, saya harus berkutat pada proses akreditasi prodi, yang akhirnya membuat saya harus menginap di kampus untuk mengurus segala dokumen dan borang.

Menjadi Koordinator Kemahasiswaan

Tidak berhenti pada pekerjaan akreditasi prodi, saya tiba-tiba ditunjuk sebagai koordinator kemahasiswaan. Alasan kenapa saya ditunjuk adalah karena saya pernah terlibat dalam kepanitiaan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) sebagai wakil ketua. Kenapa saya terlibat dalam kepanitiaan ini sebagai wakil ketua? Alasannya sepele – karena kebiasaan saya menghandle kelas besar saat memimpin kegiatan sosialisasi pembelajaran di sebuah kursus online. Kebetulan PKKMB waktu itu dilaksanakan secara daring (online) untuk pertama kalinya. Sehingga saat itu koordinator kemahasiswaan yang juga sekaligus ketua panitia menunjuk saya sebagai wakil ketua. Kemudian karena beliau diangkat menjadi Ketua Prodi, jabatan koordinator kemahasiswaan tersebut kemudian diserahkan kepada saya. Pada awalnya saya merasa keberatan karena status saya yang masih dosen baru. Dalam benak saya, masa baru saja 2 bulan menjadi dosen, langsung ditunjuk sebagai koordinator kemahasiswaan. Tetapi saya kemudian berfikir ulang dan akhirnya mantab untuk menerima amanah jabatan itu. Di sisi lain, jabatan memang menjadi beban, tetapi jabatan juga memberikan peluang bagi kita untuk belajar dan mencari pengalaman. Selama menjabat sebagai koordinator kemahasiswaan, ada beberapa program dan kegiatan yang sudah dilaksanakan. Beberapa diantaranya adalah pendampingan BEM, UKM dan lomba mahasiswa, sosialisasi dan seleksi internal karya tulis Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM), Dies Natalis, dan Pemilihan ketua dan wakil ketua BEM yang baru.

Menjadi Koordinator LPPM Tingkat Fakultas

Tidak lama setelah saya ditunjuk menjadi Koordinator kemahasiswaan, di tingkat fakultas, saya ternyata juga ditunjuk sebagai Koordinator Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM). Tugas dari koordinator ini adalah melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh LPPM universitas sesuai dengan bidang dan kebutuhan fakultas, yaitu Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP). Koordinator LPPM fakultas ini juga harus membuat program kerja, memfasilitasi, dan mendorong para dosen di fakultas untuk aktif melaksanakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pengelolaan jurnal ilmiah tingkat prodi dan fakultas juga tidak luput dari perhatian koordinasinya. Selama menjabat sebagai Koordinator LPPM tingkat fakultas, sudah ada beberapa pekerjaan yang saya lakukan antara lain:

1.   Mengkoordinasikan pembuatan jurnal Prodi PBI, bernama ELECTRUM: English Language and Education Spectrum dengan p-ISSN: 2746-4717 dan e-ISSN: 2808-2818 dan memastikan adanya publikasi untuk Volume 1 Edisi 1 dan 2 jurnal ELECTRUM.

2.   Mengkoordinasikan semua dosen untuk melaksanakan penelitian dan menerbitkan artikel ilmiah sebagai luaran penelitian. Setiap dosen termasuk saya sendiri telah melakukan penelitian dan publikasi artikel ilmiah sebanyak 2 kali. Sehingga total publikasi 5 dosen selama satu tahun adalah 10.

3.   Membuat perencanaan dan kepanitiaan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM). Untuk Prodi PBI sendiri, kegiatan PkM telah terlaksana sebanyak 5 kali.

Mengikuti Pelatihan AA dan Pekerti Secara Daring

Sebagai seorang dosen, saya wajib mengikuti berbagai macam kegiatan ilmiah dan pengembangan diri seperti workshop, webinar, dan konferensi khususnya di bidang PBI. Diantara semua workshop atau pelatihan yang pernah saya ikuti, Applied Approach (AA) dan Pekerti adalah pelatihan yang paling panjang dan mahal, tetapi paling dibutuhkan. Karena mahal dan penting, semua biaya pelatihan ini ditanggung oleh universitas dengan jaminan kontrak kerja. Pelatihan ini sebenarnya bisa diambil secara terpisah, AA terlebih dulu atau sebailknya, Pekerti dulu. Tetapi pada saat itu saya dan teman-teman dosen lain mengambil secara bersamaan selama 2 minggu, yaitu seminggu untuk AA dan seminggu untuk Pekerti. Karena pandemi COVID-19, seluruh rangkaian dan kegiatan pelatihan yang seharusnya berlangsung secara tatap muka, kini dilaksanakan secara daring. Setelah menjalaninya, pelatihan ini ternyata sangat berguna, karena materi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dosen sebagai seorang pendidik, bedah kurikulum, menyusun materi dan rencana pembelajaran, serta praktik mengajar. Selain materi yang diberikan oleh pemateri serta diskusi bersama dengan peserta lain, semua peserta juga diberikan kesempatan untuk melakukan praktik mengajar secara daring. Bagi saya, pelatihan ini semacam Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang pernah saya ikuti dulu ketika menjadi seorang guru. Yang membedakan adalah pelatihan ini diperuntukkan bagi dosen dengan materi yang pasti berbeda serta waktu yang jauh lebih singkat.

Menjadi Koordinator Kerja sama dan Hubungan Internasional

Tepat pada tanggal 3 Agustus 2021, saya telah resmi bekerja sebagai dosen di UNKARTUR selama 1 tahun. Banyak hal yang saya kerjakan dan banyak hal pula yang saya pelajari selama 1 tahun ini. Selain melaksanakan tridharma, saya juga melakukan pekerjaan lain yang cukup menguras tenaga dan pikiran, yaitu berkutat pada urusan administrasi dalam rangka proses akreditasi Prodi PBI, menjabat sebagai koordinator kemahasiswaan, dan terlibat dalam berbagai kepanitiaan. Diantara semua pekerjaan yang masih berlangsung hingga sekarang ini, hanya satu yang berubah, yaitu jabatan sebagai Koordinator kemahasiswaan. Pada tanggal Agustus 2021, saya secara resmi berhenti sebagai Koordinator Kemahasiswaan karena berbagai macam pertimbangan. Pertimbangan yang pertama adalah berkurangnya jumlah dosen karena beberapa dosen melakukan resign, dan yang kedua adalah ditunjuknya saya sebagai Koordinator Kerjasama dan Hubungan Internasional. Mungkin kedua alasan tersebut masuk akal, meskipun ada juga yang membisiki saya bahwa kinerja saya kurang bagus di bidang kemahasiswaan. Menurut penjelasan rektor dan ibu dekan, alasan saya ditunjuk ya karena saya memiliki pengalaman tinggal di luar negeri. Dan karena saya lulusan universitas luar negeri, kemampuan saya dalam berbahasa Inggris tidak diragukan lagi. Tapi entahlah...Apapun itu, life must go on dan yang paling penting dari itu semua adalah saya tetap bekerja dengan gaji yang saya terima setiap bulan serta masih diberi kesempatan untuk memiliki profesi sebagai dosen.

Memiliki jabatan sebagai Koordinator Kerja sama dan Hubungan Internasional ini sangat tidak mudah. Ada beberapa alasan kenapa saya berfikiran seperti ini. Yang pertama, jabatan ini baru di UNKARTUR dan saya juga tidak memilki pengalaman dalam melakukan korespondensi dengan kampus lain luar negeri. Saya juga akhirnya membuat pedoman dan SOP kerja sama untuk kampus ini. Jabatan ini seharusnya merupakan tanggung jawab Wakil Rektor V di beberapa kampus besar. Tetapi karena terbatasnya SDM, seorang dosen biasa ditunjuk sebagai koordinatornya. Selama menjabat, ada beberapa pekerjaan yang saya lakukan baik uapaya kerja sama antara kampus ini dengan kampus lain baik di dalam dan luar negeri maupun beberapa perusahaan terutama dalam rangka magang mahasiswa. Alhamdulillah, meskipun pekerjaan ini cukup menguras tenaga dan pikiran, tunjangan tetap diberikan setiap bulan walaupun tidak seberapa..hehe.

Demikian rangkaian pengalaman ini saya tulis, sebagai refleksi sekaligus pembelajaran bagi pembaca yang mungkin sedang memulai karir sebagai dosen, terutapa di sebuah kampus yang baru berdiri. Yang jelas, bekerja di kampus baru itu penuh tantangan, tetapi juga banyak hikmahnya. Saya hanya ingin menjalani sebaik mungkin tentang apa yang telah digariskan kepada saya dan tentu akan terus berusaha untuk memperbaiki nasib dengan berkarya dan bekerja keras. Ketika tulisan ini dibuat, jujur saya sedang merasakan dilema. Di satu sisi, saya ingin melanjutkan studi S3 di luar negeri, di sisi lainnya, tentu akan ada yang dikorbankan, terutama meninggalkan keluarga dan mungkin (bisa saja) saya tidak diizinkan oleh kampus tempat saya bekerja karena kampus masih baru, mahasiswa masih sedikit, dsb. Kemudian perjuangan mendapatkan beasiswa S3 itu juga tidak mudah. Well, yang penting saya harus berjalan pada arah dan tujuan yang bisa membawa saya kesana dulu, kearah impian saya itu, yaitu menjadi dosen yang bermanfaat dengan ilmu dan karya. Harapan saya simple untuk tahun baru 2022 ini, “I hope 2022 will be nice to me” agar semua upaya untuk merealisasikan cita-cita saya berjalan dengan lancar. Amin. 

Finally tulisan ini saya tutup dengan resolusi singkat dan sederhana saya di tahun 2022: 1) Mendapatkan Jabatan Fungsional Asisten Ahli; 2) Menerbitkan 2 artikel ilmiah di jurnal terakreditasi baik nasional maupun internasional; 3) Mempersiapkan beasiswa untuk lanjut S3. Bismillah....

Foto bersama: Para jajaran pimpinan dan dosen Universitas Nasional Karangturi


Magetan, 1 Januari 2022