Selasa, 10 Agustus 2021

Sebuah Kisah Klasik di OKKA FBS 2004



 Sebuah Kisah Klasik di OKKA FBS 2004


*Aziza Restu Febrianto


 

Dengan semangat membara, kami warga FBS yang baru

Bersama mengenal kampus kita di OKKA FBS tercinta

Susah dan Senang bersama, tuk kita bersaudara

Menyongsong belajar di FBS yang jaya

Menyongsong belajar di FBS yang jaya


Bulan Agustus merupakan bulan yang mengingatkan saya pada kegiatan ospek mahasiswa baru bernama Orientasi Kehidupan Kampus (OKKA) pada tahun 2004 silam di kampus Ungu, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), Universitas Negeri Semarang (UNNES). Seperti halnya kampus lain, UNNES, dalam rangka menyambut mahasiswa baru, mengadakan ospek atau yang lebih populer di kalangan mahasiswa dan para alumni UNNES adalah OKKA. Selama OKKA ini, saya mempunyai pengalaman yang cukup menarik, dan saya merasa pengalaman itu perlu direkam dalam tulisan ini. Semuanya berawal dari kecerobohan saya yang pada waktu itu tidak melakukan pendaftaran OKKA. Pendaftaran OKKA ini dilaksanakan pada saat registrasi ulang mahasiswa baru di gedung Rektorat lantai 1. Saat itu, proses registrasi ulang di UNNES cukup ribet dan memakan waktu yang sangat lama. Selain harus antre, semua mahasiswa baru diwajibkan untuk mengisi formulir registrasi secara manual dengan menggunakan pensil 2B. Saya melakukan registrasi ulang ini dari sekitar pukul 11.00 siang hingga pukul 16.00 sore (tepat ketika gedung mulai ditutup).

Karena terburu-buru dan khawatir seandainya tidak akan mendapatkan angkot untuk pulang ke rumah, saya akhirnya lupa untuk mendaftar OKKA. Pada zaman itu, masih jarang sekali orang yang mempunyai motor pribadi sebagai alat transportasi. Sebagian besar mahasiswa memanfaatkan angkot dan bis tanggung bernama “Po Limas,” yang beroperasi dari sekitar UNNES menuju pusat kota atau terminal di kota Semarang. Saya berasal dari Ngawi, Jawa Timur, dan perjalanan untuk menuju rumah saya memakan waktu sekitar 5 jam dengan menggunakan transportasi bus. Tentu saja waktu itu saya sangat ketakutan jika tidak akan bisa pulang karena kebanyakan bus biasanya sudah tidak beroperasi pada malam hari. Nah, kelupaan mendaftar OKKA inilah yang menjadi akar permasalahannya.

Karena tidak mendaftar OKKA, akibatnya saya menjadi sama sekali tidak tahu apapun mengenai kegiatan orientasi ini. Dalam benak saya, tikda pernah terfikirkan sama sekali akan semua persyaratan dan perlengkapan yang harus dibawa. Sesampainya di rumah, saya juga sama sekali tidak memikirkan tentang kegiatan ini. Saya pun sangat lelah setelah melakukan perjalanan yang cukup jauh. Pikir saya, yang namanya orientasi itu pasti penuh dengan ceramah. Begitu saja. Singkat cerita, saya pun kembali lagi ke UNNES, sesuai dengan jadwal yang telah diberikan.  Saat OKKA berlangsung, saya tentu saja tidak membawa apapun perlengkapan untuk kegiatan ini. Saya masih ingat bahwa pada saat itu, saya hanya membawa kemeja atasan putih dan bawahan hitam, serta sepatu fantofel. Saya hanya berfikir, pakaian ini mungkin akan berguna ketika saya mengikuti beberapa kegiatan kampus karena program studi yang saya ambil adalah Pendidikan bahasa Inggris atau pendidikan calon guru bahasa Inggris. Saat itu, saya benar-benar tidak menyadari bahwa ternyata saya sudah melakukan kesalahan besar. Dan kesalahan ini kelak memunculkan masalah lainnya.

Sesampainya di kos, seperti orang yang tak punya dosa saja, saya memutuskan untuk bersantai dan menikmati suasana kos baru dengan berbincang-bincang bersama teman lain yang lebih lama tinggal di kos…hehe. Padahal saat itu, saya juga memperhatikan aktivitas mahasiswa baru lain yang sangat sibuk mempersiapkan perlengkapan OKKA yang akan dilaksanakan keesokan harinya. Beberapa menit kemudian salah satu teman kos iseng bertanya kepada saya,

“Hai, Res, wah, kamu udah siap semuanya untuk besuk ya?”

Namanya Wahyu. Dia salah seorang mahasiswa baru jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia yang tinggal satu kos dengan saya.

“Emang apa aja sih yang perlu disiapkan, Wahyu? Paling Cuma seragam hitam putih dan alat tulis.” Jawab saya.

“Hah….kamu sedang bercanda ya, Res?” sahutnya sambal merasa heran.

“Emang apa aja coba?” Tanya saya dengan sedikit percaya diri.

Kemudian Wahyu menunjukkan berkas OKKA yang berisi semua persyaratan dan perlengkapan yang wajib dibawa oleh semua mahasiswa baru. Saya pun terkejut,

“Hei…hei…darimana kamu dapatkan berkas ini, wahyu?” Tanya saya dengan sedikit rasa khawatir.

“Loh, kita semua kan mendapatkannya saat registrasi ulang. Emang kamu belum registrasi ulang yah?” jelasnya.

“Waduuuuuuuuuhhh….gimana ini Wahyu? Aku udah registrasi ulang, tapi sepertinya lupa tidak mendaftar OKKA. Jadinya aku gak tahu semua persyaratan wajib yang harus disiapkan.” Jawab saya dengan penuh rasa khawatir.

“Emang apa aja sih perlengkapan yang mesti dibawa?” Saya bertanya lagi.

Setelah itu wahyu meminjamkan berkas dokumen OKKA kepada saya.

“Ya Allah,,,,banyak sekali perlengkapannya! Padahal besuk OKKA sudah dimulai ya. Gimana ya Wahyu?” Gerutu saya.

Dengan penuh rasa keheranan, Wahyu pun memberikan masukan. Walaupun sesekali dia juga menertawakan saya.

“Gini aja Res, kamu kan masih punya waktu untuk mempersiapkan apa saja yang bisa dikerjakan, seperti topi, papan nama, dsb. Sedangkan untuk tas kain, kebetulan kemarin aku bikin dua. Kamu bisa pakai satu.”

“Waaaaahh…..kebetulan sekali kau buat dua tas kain ya, Wahyu. Makasih banget yaa.. Okay, sekarang aku akan pergi ke toko untuk mencari perlengkapan lainnya.” Kata saya dengan agak lebih bersemangat.

“ Sukses ya, Restu.” Jawabnya dengan memberi semangat.

“Siiiiiiiiiippppp…” ucap saya dengan penuh harapan.

 

***********

Kegiatan OKKA pun dimulai. Saya tampil cukup percaya diri ketika bersiap-siap menuju ke kampus, tepatnya di lapangan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS). Saya yakin semua perlengkapan yang dibutuhkan sudah tersiapkan dengan baik tadi malam. Saya juga sampai rela begadang untuk menyiapkan semuanya. Waktu itu, kita semua harus berangkat pagi-pagi buta untuk memasuki kampus FBS, karena memang aturannya begitu. Bagi yang terlambat datang ke lapangan atau tidak melewati jalan yang ditentukan oleh panitia, akan mendapatkan hukuman yang berat. Pagi itu, cukup banyak MABA yang dihukum karena terlambat datang ke lapangan. Mereka harus berlari mengelilingi lapangan sebanyak 3 kali. Selain itu mereka juga mendapatkan gertakan dari para panitia seksi giat didik dan keamanan yang kebanyakan berpenampilan garang. Salah satunya adalah mas Afif, mahasiswa seni Rupa angkatan 2000. Dengan penampilannya yang gimbal khas reggae dan tubuhnya yang agak gemuk, dia tidak pandang bulu memberikan hukuman kepada siapa saja yang melanggar aturan OKKA.

“Alhamdulillah,,,untung saja aku tidak terlambat… Jadi aman…”gumam saya dalam hati.

Dalam OKKA, semua peserta dibagi menjadi beberapa kelompok. Oleh panitia, masing – masing kelompok itu diberi nama khusus yang diambil dari nama makanan khas Nusantara. Setiap kelompok ini dibimbing oleh  seorang LO. Saat itu nama kelompokku adalah Geplak, sedangkan LO yang mendampingi adalah Uda Andika. Dia adalah mahasiswa jurusan Sastra Perancis angkatan 2002. Selama kegiatan OKKA, peserta harus memanggil semua anggota panitia dengan Uda dan Uni yang merupakan sebutan kakak dalam bahasa Minang. Uda berarti kakak laki-laki, sedangkan Uni adalah kakak perempuan. OKKA ini berlangsung selama 5 hari. Pada hari pertama, panitia mengumumkan semua aturan yang harus ditaati oleh semua peserta OKKA selama 5 hari kedepan. Salah satunya adalah pengecekan perlengkapan, atribut, dan barang – barang yang harus dibawa sebelum acara utama dimulai. Pengecekan barang bawaan dipandu oleh LO di masing – masing kelompok. Ketika MC menyebutkan salah satu nama barang, kita harus mengangkatnya keatas. Sedangkan pengecekan atribut dilakukan oleh panitia seksi acara. Saya masih ingat jelas, yang menjadi MC saat itu adalah uni Zulfa Zakiya, seorang mahasiswi sastra inggris angkatan 2002. Ketika menjadi MC, dia terkenal sangat cerdas, tegas dan lugas. Dia mampu membawakan setiap acara OKKA penuh dengan kemeriahan.

Seperti aturan yang telah diumumkan, kegiatan pertama dalam OKKA adalah pengecekan barang bawaan, dipandu oleh LO pada masing – masing kelompok. Nah, mulai saat itulah, peristiwa tak terlupakan semasa hidupku itu terjadi. Ketika MC menyebutkan salah satu barang, semua peserta harus mengangkatnya keatas. Kemudian LO mengecek dan mencari peserta dalam kelompoknya yang tidak membawa barang bawaan itu. Ting……. Ternyata ada yang terlewat. Roti bungkus seharga 1000 rupiah. Saya benar – benar lupa tidak membawanya. Saking gugup dan terburu – buru, saya sampai lupa tidak mengecek ulang barang bawaan saya pada malam hari sebelumnya di kos. Saya mencoba berpura – pura seolah saya membawanya dengan menunjukkan plastik bungkus roti yang berserakan disekitarku.Tapi akting saya itu akhirnya ketahuan juga.

“Aduuuuuuh…..gimana ini?” Gumam saya dalam hati. Kemudian uda Andika menyuruh saya untuk maju kedepan. Siapa saja yang tidak membawa barang bawaan, maka harus maju kedepan untuk menerima hukuman.

“Gawaaaaaat….ternyata dalam satu kelompok cuma aku saaj yang mendapat hukuman.” Ungkap saya lirih.

Selain berdiri didepan lapangan menghadap panitia, semua atribut yang saya kenakan seperti topi, papan nama, pakaian, dan sepatu juga dicek.

“Gilaaaaa……sepatuku!!!” perasaan khawatir yang diikuti keluarnya keringat dingin mulai menjalar di seluruh tubuh saya setelah  teringat akan sepatu yang saya kenakan. Seperti yang tertera dalam aturan OKKA, peserta harus memakai sepatu ket hitam, bukan sepatu fantofel. Dalam kondisi nervous seperti itu, saya tetap berusaha menyembunyikan sepatu yang saya kenakan pada rerumputan di sekitar kaki saya. Tapi ternyata tetap ketahuan juga. Mas afif memanggil saya dengan gertakan yang sangat keras, hampir memecahkan gendang telinga. Sambil memukul sepatu fantofel yang saya kenakan, dia berteriak,

“Hei…….iki sepatu opo??? Sopo seng ngakon nganggo sepatu koyo ngene iki??...ha!!!”

Karena melakukan dua macam pelanggaran, hukuman saya menjadi sangat berat. Setelah menerima cercaan dan makian yang sangat kasar dari panitia, saya distrap dan disuruh berlari mengitari lapangan sebanyak 4 kali.

Baru saja selesai hari pertama OKKA, penampilan saya sudah acak – acakan.  Selama perjalanan pulang ke kos, beberapa teman dalam kelompok saya mentertawakan saya. Salah seorang diantara mereka ada yang bilang bahwa saya ini lucu,

“Hahahaha,….kamu anak mana sih? Penampilanmu lucu saat dihukum.” Namanya Arbar, mahasiswa baru sastra inggris. Kemudian dia melanjutkan dengan sedikit memotivasi,

“Santai brow, OKKA masih panjang, siapkan diri untuk besuk…..haha.”

Sesampainya di kos, saya langsung disambut tawa oleh teman – teman di kos. “hahaha…cah Ngawi, cah Ngawi…” itulah kata – kata yang masih melekat dalam ingatan saya. Diantara teman – teman saya yang satu kos, hanya Wahyu yang paling banyak memberikan perhatian pada saya. Selain mengurus perlengkapannya sendiri, dia juga membantu saya untuk memastikan bahwa tidak akan ada barang yang terlewat di hari kedua OKKA.

*********

Keesokan harinya di pagi hari yang buta, saya dan teman-teman satu kos berangkat bersama menuju lapangan FBS. Yang biasanya berangkat bersama saya adalah Wahyu dan Luqman karena mereka memang satu kelompok dengan saya. Alhamdulillah, saya sampai di lapangan FBS tepat waktu, sehingga tidak mendapatkan hukuman lagi. Pagi itu, banyak juga peserta yang terlambat dan langsung mendapatkan hukuman. Ada juga diantara mereka yang melewati jalan pintas, tapi kemudian langsung dicegat oleh panitia dan digiring menuju lapangan untuk mendapatkan sanksi. Kerasnya teriakan panitia dan banyaknya peserta yang disetrap membuat suasana menjadi semakin menegangkan.

Seperti biasa, sebelum acara OKKA dimulai, panitia melakukan pengecekan barang bawaan dan atribut yang dikenakan oleh peserta. Saya kemudian baru sadar bahwa ternyata ada yang terlewat lagi….. Permen lima bungkus!!  

“Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkk!! Aku bisa kena hukuman lagi dong kalau begini.” Kata saya dalam hati. Dengan perasaan yang cukup nervous, saya juga mencoba berpura – pura seolah saya membawa permen itu dengan jumlah yang sesuai. Saya kemudian mengambil bungkusan permen yang berserakan di lapangan agar terlihat jika saya benar-benar membawanya. Ketika menunjukkannya keatas, ternyata uda Andika mengetahuinya dan langsung menyuruh saya maju kedepan. Yahhhhh…Akhirnya saya mendapatkan hukuman lagi.

Parahnya, kejadian itu terulang lagi sampai hari terakhir OKKA: Mendapatkan hukuman karena kurangnya perlengkapan dan terkena hukuman. Sehingga  selama 5 hari OKKA, saya selalu saja mendapatkan hukuman karena barang bawaan yang tidak lengkap. Setiap kali pulang dari kegiatan OKKA, wajah saya penuh corengan dan rambut saya juga acak-acakan karena seringnya diberi hukuman dan pelajaran oleh panitia.  Karena kejadian ini, semua teman-teman dalam kelompok saya memberikan julukan kepada saya “si tukang langganan hukuman,” karena setiap hari saya selalu saja dihukum. Ini semua gara-gara ketidaksiapan saya dalam mengikuti OKKA, karena kecerobohan saya sendiri yang tidak mendaftar OKKA ketika registrasi ulang dulu. Saya masih bersyukur bahwa untung saja saat itu ada Wahyu yang membuat dua tas kain dan meminjamkan salah satunya ke saya. Bisa dibayangkan jika saya tidak membawa tas kain pada saat OKKA. Hukumannya pasti bakal sangat berat lagi. Menurut saya diantara teman-teman saya yang satu kos, Wahyu lah yang paling berjasa. Saya banyak berterimakasih sama dia…. Well, hukuman itu ternyata memberikan banyak pelajaran yang cukup berharga saya dan kita semua para peserta. OKKA mengajarkan kita akan arti penting dari sebuah rasa tanggung jawab, kedisiplinan, kebersamaan, dan kekeluargaan. Tugas yang dibebankan pada kita semua sebenarnya juga bertujuan agar kita dapat saling mengenal satu sama lain. Pokoknya, kita menjadi banyak belajar melalui kegiatan ini. Dan yang pasti, hukuman saat OKKA itu menjadikan saya cukup terkenal ……hahahaha.

Sungguh sayang, saat ini OKKA hanyalah tinggal kenangan. Kegiatan OKKA telah ditiadakan, dan sebagai gantinya, UNNES menyelenggarakan kegiatan PPA (Pengenalan Program Akademik) untuk penyambutan mahasiswa baru. Tentu saja sangat berbeda dengan OKKA, semua acara dalam PPA hanyalah sebatas orientasi pengenalan akademik saja. Tidak lebih, layaknya OKKA.