Sebuah Kisah Klasik di OKKA FBS 2004
*Aziza Restu
Febrianto
Dengan semangat
membara, kami warga FBS yang baru
Bersama mengenal
kampus kita di OKKA FBS tercinta
Susah dan Senang
bersama, tuk kita bersaudara
Menyongsong belajar di
FBS yang jaya
Menyongsong belajar di
FBS yang jaya
Bulan Agustus merupakan bulan
yang mengingatkan saya pada kegiatan ospek mahasiswa baru bernama Orientasi
Kehidupan Kampus (OKKA) pada tahun 2004 silam di kampus Ungu, Fakultas Bahasa dan
Seni (FBS), Universitas Negeri Semarang (UNNES). Seperti halnya kampus lain, UNNES,
dalam rangka menyambut mahasiswa baru, mengadakan ospek atau yang lebih populer
di kalangan mahasiswa dan para alumni UNNES adalah OKKA. Selama OKKA ini, saya
mempunyai pengalaman yang cukup menarik, dan saya merasa pengalaman itu perlu direkam
dalam tulisan ini. Semuanya berawal dari kecerobohan saya yang pada waktu itu tidak
melakukan pendaftaran OKKA. Pendaftaran OKKA ini dilaksanakan pada saat
registrasi ulang mahasiswa baru di gedung Rektorat lantai 1. Saat itu, proses registrasi
ulang di UNNES cukup ribet dan memakan waktu yang sangat lama. Selain harus
antre, semua mahasiswa baru diwajibkan untuk mengisi formulir registrasi secara
manual dengan menggunakan pensil 2B. Saya melakukan registrasi ulang ini dari
sekitar pukul 11.00 siang hingga pukul 16.00 sore (tepat ketika gedung mulai
ditutup).
Karena terburu-buru dan
khawatir seandainya tidak akan mendapatkan angkot untuk pulang ke rumah, saya
akhirnya lupa untuk mendaftar OKKA. Pada zaman itu, masih jarang sekali orang
yang mempunyai motor pribadi sebagai alat transportasi. Sebagian besar
mahasiswa memanfaatkan angkot dan bis tanggung bernama “Po Limas,” yang
beroperasi dari sekitar UNNES menuju pusat kota atau terminal di kota Semarang.
Saya berasal dari Ngawi, Jawa Timur, dan perjalanan untuk menuju rumah saya memakan
waktu sekitar 5 jam dengan menggunakan transportasi bus. Tentu saja waktu itu saya
sangat ketakutan jika tidak akan bisa pulang karena kebanyakan bus biasanya
sudah tidak beroperasi pada malam hari. Nah, kelupaan mendaftar OKKA inilah
yang menjadi akar permasalahannya.
Karena tidak mendaftar OKKA,
akibatnya saya menjadi sama sekali tidak tahu apapun mengenai kegiatan orientasi
ini. Dalam benak saya, tikda pernah terfikirkan sama sekali akan semua persyaratan
dan perlengkapan yang harus dibawa. Sesampainya di rumah, saya juga sama sekali
tidak memikirkan tentang kegiatan ini. Saya pun sangat lelah setelah melakukan
perjalanan yang cukup jauh. Pikir saya, yang namanya orientasi itu pasti penuh
dengan ceramah. Begitu saja. Singkat cerita, saya pun kembali lagi ke UNNES,
sesuai dengan jadwal yang telah diberikan.
Saat OKKA berlangsung, saya tentu saja tidak membawa apapun perlengkapan
untuk kegiatan ini. Saya masih ingat bahwa pada saat itu, saya hanya membawa
kemeja atasan putih dan bawahan hitam, serta sepatu fantofel. Saya hanya
berfikir, pakaian ini mungkin akan berguna ketika saya mengikuti beberapa
kegiatan kampus karena program studi yang saya ambil adalah Pendidikan bahasa Inggris
atau pendidikan calon guru bahasa Inggris. Saat itu, saya benar-benar tidak
menyadari bahwa ternyata saya sudah melakukan kesalahan besar. Dan kesalahan
ini kelak memunculkan masalah lainnya.
Sesampainya di kos, seperti
orang yang tak punya dosa saja, saya memutuskan untuk bersantai dan menikmati
suasana kos baru dengan berbincang-bincang bersama teman lain yang lebih lama
tinggal di kos…hehe. Padahal saat itu, saya juga memperhatikan aktivitas mahasiswa
baru lain yang sangat sibuk mempersiapkan perlengkapan OKKA yang akan
dilaksanakan keesokan harinya. Beberapa menit kemudian salah satu teman kos
iseng bertanya kepada saya,
“Hai, Res, wah, kamu
udah siap semuanya untuk besuk ya?”
Namanya Wahyu. Dia salah
seorang mahasiswa baru jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia yang tinggal satu
kos dengan saya.
“Emang
apa aja sih yang perlu disiapkan, Wahyu? Paling Cuma seragam hitam putih dan
alat tulis.” Jawab saya.
“Hah….kamu
sedang bercanda ya, Res?” sahutnya sambal merasa heran.
“Emang apa aja coba?” Tanya
saya dengan sedikit percaya diri.
Kemudian Wahyu menunjukkan
berkas OKKA yang berisi semua persyaratan dan perlengkapan yang wajib dibawa
oleh semua mahasiswa baru. Saya pun terkejut,
“Hei…hei…darimana kamu
dapatkan berkas ini, wahyu?” Tanya saya dengan sedikit rasa khawatir.
“Loh, kita semua kan
mendapatkannya saat registrasi ulang. Emang kamu belum registrasi ulang yah?”
jelasnya.
“Waduuuuuuuuuhhh….gimana
ini Wahyu? Aku udah registrasi ulang, tapi sepertinya lupa tidak mendaftar
OKKA. Jadinya aku gak tahu semua persyaratan wajib yang harus disiapkan.” Jawab
saya dengan penuh rasa khawatir.
“Emang apa aja sih
perlengkapan yang mesti dibawa?” Saya bertanya lagi.
Setelah itu wahyu meminjamkan
berkas dokumen OKKA kepada saya.
“Ya Allah,,,,banyak
sekali perlengkapannya! Padahal besuk OKKA sudah dimulai ya. Gimana ya Wahyu?”
Gerutu saya.
Dengan penuh rasa keheranan,
Wahyu pun memberikan masukan. Walaupun sesekali dia juga menertawakan saya.
“Gini aja Res, kamu
kan masih punya waktu untuk mempersiapkan apa saja yang bisa dikerjakan, seperti
topi, papan nama, dsb. Sedangkan untuk tas kain, kebetulan kemarin aku bikin
dua. Kamu bisa pakai satu.”
“Waaaaahh…..kebetulan
sekali kau buat dua tas kain ya, Wahyu. Makasih banget yaa.. Okay, sekarang aku
akan pergi ke toko untuk mencari perlengkapan lainnya.” Kata saya dengan agak
lebih bersemangat.
“ Sukses ya, Restu.”
Jawabnya dengan memberi semangat.
“Siiiiiiiiiippppp…”
ucap saya dengan penuh harapan.
***********
Kegiatan OKKA pun dimulai.
Saya tampil cukup percaya diri ketika bersiap-siap menuju ke kampus, tepatnya
di lapangan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS). Saya yakin semua perlengkapan yang
dibutuhkan sudah tersiapkan dengan baik tadi malam. Saya juga sampai rela
begadang untuk menyiapkan semuanya. Waktu itu, kita semua harus berangkat pagi-pagi
buta untuk memasuki kampus FBS, karena memang aturannya begitu. Bagi yang
terlambat datang ke lapangan atau tidak melewati jalan yang ditentukan oleh
panitia, akan mendapatkan hukuman yang berat. Pagi itu, cukup banyak MABA yang
dihukum karena terlambat datang ke lapangan. Mereka harus berlari mengelilingi
lapangan sebanyak 3 kali. Selain itu mereka juga mendapatkan gertakan dari para
panitia seksi giat didik dan keamanan yang kebanyakan berpenampilan garang.
Salah satunya adalah mas Afif, mahasiswa seni Rupa angkatan 2000. Dengan
penampilannya yang gimbal khas reggae
dan tubuhnya yang agak gemuk, dia tidak pandang bulu memberikan hukuman kepada
siapa saja yang melanggar aturan OKKA.
“Alhamdulillah,,,untung
saja aku tidak terlambat… Jadi aman…”gumam saya dalam hati.
Dalam OKKA, semua peserta
dibagi menjadi beberapa kelompok. Oleh panitia, masing – masing kelompok itu diberi
nama khusus yang diambil dari nama makanan khas Nusantara. Setiap kelompok ini
dibimbing oleh seorang LO. Saat itu nama kelompokku adalah Geplak, sedangkan
LO yang mendampingi adalah Uda Andika. Dia adalah mahasiswa jurusan Sastra
Perancis angkatan 2002. Selama kegiatan OKKA, peserta harus memanggil semua
anggota panitia dengan Uda dan Uni yang merupakan sebutan kakak dalam bahasa
Minang. Uda berarti kakak laki-laki, sedangkan Uni adalah kakak perempuan. OKKA
ini berlangsung selama 5 hari. Pada hari pertama, panitia mengumumkan semua
aturan yang harus ditaati oleh semua peserta OKKA selama 5 hari kedepan. Salah
satunya adalah pengecekan perlengkapan, atribut, dan barang – barang yang harus
dibawa sebelum acara utama dimulai. Pengecekan barang bawaan dipandu oleh LO di
masing – masing kelompok. Ketika MC menyebutkan salah satu nama barang, kita
harus mengangkatnya keatas. Sedangkan pengecekan atribut dilakukan oleh panitia
seksi acara. Saya masih ingat jelas, yang menjadi MC saat itu adalah uni Zulfa
Zakiya, seorang mahasiswi sastra inggris angkatan 2002. Ketika menjadi MC, dia
terkenal sangat cerdas, tegas dan lugas. Dia mampu membawakan setiap acara OKKA
penuh dengan kemeriahan.
Seperti aturan yang telah
diumumkan, kegiatan pertama dalam OKKA adalah pengecekan barang bawaan, dipandu
oleh LO pada masing – masing kelompok. Nah, mulai saat itulah, peristiwa tak
terlupakan semasa hidupku itu terjadi. Ketika MC menyebutkan salah satu barang,
semua peserta harus mengangkatnya keatas. Kemudian LO mengecek dan mencari
peserta dalam kelompoknya yang tidak membawa barang bawaan itu. Ting…….
Ternyata ada yang terlewat. Roti bungkus seharga 1000 rupiah. Saya benar –
benar lupa tidak membawanya. Saking gugup dan terburu – buru, saya sampai lupa
tidak mengecek ulang barang bawaan saya pada malam hari sebelumnya di kos. Saya
mencoba berpura – pura seolah saya membawanya dengan menunjukkan plastik
bungkus roti yang berserakan disekitarku.Tapi akting saya itu akhirnya ketahuan
juga.
“Aduuuuuuh…..gimana ini?”
Gumam saya dalam hati. Kemudian uda Andika menyuruh saya untuk maju kedepan. Siapa
saja yang tidak membawa barang bawaan, maka harus maju kedepan untuk menerima
hukuman.
“Gawaaaaaat….ternyata dalam
satu kelompok cuma aku saaj yang mendapat hukuman.” Ungkap saya lirih.
Selain berdiri didepan
lapangan menghadap panitia, semua atribut yang saya kenakan seperti topi, papan
nama, pakaian, dan sepatu juga dicek.
“Gilaaaaa……sepatuku!!!”
perasaan khawatir yang diikuti keluarnya keringat dingin mulai menjalar di
seluruh tubuh saya setelah teringat akan sepatu yang saya kenakan.
Seperti yang tertera dalam aturan OKKA, peserta harus memakai sepatu ket hitam,
bukan sepatu fantofel. Dalam kondisi nervous
seperti itu, saya tetap berusaha menyembunyikan sepatu yang saya kenakan pada
rerumputan di sekitar kaki saya. Tapi ternyata tetap ketahuan juga. Mas afif
memanggil saya dengan gertakan yang sangat keras, hampir memecahkan gendang
telinga. Sambil memukul sepatu fantofel yang saya kenakan, dia berteriak,
“Hei…….iki sepatu opo??? Sopo
seng ngakon nganggo sepatu koyo ngene iki??...ha!!!”
Karena melakukan dua macam
pelanggaran, hukuman saya menjadi sangat berat. Setelah menerima cercaan dan
makian yang sangat kasar dari panitia, saya distrap dan disuruh berlari mengitari
lapangan sebanyak 4 kali.
Baru saja selesai hari
pertama OKKA, penampilan saya sudah acak – acakan. Selama perjalanan
pulang ke kos, beberapa teman dalam kelompok saya mentertawakan saya. Salah
seorang diantara mereka ada yang bilang bahwa saya ini lucu,
“Hahahaha,….kamu anak mana
sih? Penampilanmu lucu saat dihukum.” Namanya Arbar, mahasiswa baru sastra
inggris. Kemudian dia melanjutkan dengan sedikit memotivasi,
“Santai brow, OKKA masih
panjang, siapkan diri untuk besuk…..haha.”
Sesampainya di kos, saya langsung disambut tawa oleh teman – teman di kos. “hahaha…cah Ngawi, cah Ngawi…” itulah kata – kata yang masih melekat dalam ingatan saya. Diantara teman – teman saya yang satu kos, hanya Wahyu yang paling banyak memberikan perhatian pada saya. Selain mengurus perlengkapannya sendiri, dia juga membantu saya untuk memastikan bahwa tidak akan ada barang yang terlewat di hari kedua OKKA.
*********
Keesokan harinya di pagi hari
yang buta, saya dan teman-teman satu kos berangkat bersama menuju lapangan FBS.
Yang biasanya berangkat bersama saya adalah Wahyu dan Luqman karena mereka memang
satu kelompok dengan saya. Alhamdulillah, saya sampai di lapangan FBS tepat
waktu, sehingga tidak mendapatkan hukuman lagi. Pagi itu, banyak juga peserta
yang terlambat dan langsung mendapatkan hukuman. Ada juga diantara mereka yang
melewati jalan pintas, tapi kemudian langsung dicegat oleh panitia dan digiring
menuju lapangan untuk mendapatkan sanksi. Kerasnya teriakan panitia dan
banyaknya peserta yang disetrap membuat suasana menjadi semakin menegangkan.
Seperti biasa, sebelum acara
OKKA dimulai, panitia melakukan pengecekan barang bawaan dan atribut yang
dikenakan oleh peserta. Saya kemudian baru sadar bahwa ternyata ada yang
terlewat lagi….. Permen lima bungkus!!
“Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkk!!
Aku bisa kena hukuman lagi dong kalau begini.” Kata saya dalam hati. Dengan
perasaan yang cukup nervous, saya juga mencoba berpura – pura seolah saya
membawa permen itu dengan jumlah yang sesuai. Saya kemudian mengambil bungkusan
permen yang berserakan di lapangan agar terlihat jika saya benar-benar
membawanya. Ketika menunjukkannya keatas, ternyata uda Andika mengetahuinya dan
langsung menyuruh saya maju kedepan. Yahhhhh…Akhirnya saya mendapatkan hukuman
lagi.
Parahnya, kejadian itu
terulang lagi sampai hari terakhir OKKA: Mendapatkan hukuman karena kurangnya
perlengkapan dan terkena hukuman. Sehingga selama 5 hari OKKA, saya
selalu saja mendapatkan hukuman karena barang bawaan yang tidak lengkap. Setiap
kali pulang dari kegiatan OKKA, wajah saya penuh corengan dan rambut saya juga
acak-acakan karena seringnya diberi hukuman dan pelajaran oleh panitia.
Karena kejadian ini, semua teman-teman dalam kelompok saya memberikan julukan
kepada saya “si tukang langganan hukuman,” karena setiap hari saya selalu saja
dihukum. Ini semua gara-gara ketidaksiapan saya dalam mengikuti OKKA, karena
kecerobohan saya sendiri yang tidak mendaftar OKKA ketika registrasi ulang
dulu. Saya masih bersyukur bahwa untung saja saat itu ada Wahyu yang membuat
dua tas kain dan meminjamkan salah satunya ke saya. Bisa dibayangkan jika saya
tidak membawa tas kain pada saat OKKA. Hukumannya pasti bakal sangat berat lagi.
Menurut saya diantara teman-teman saya yang satu kos, Wahyu lah yang paling berjasa.
Saya banyak berterimakasih sama dia…. Well, hukuman itu ternyata memberikan
banyak pelajaran yang cukup berharga saya dan kita semua para peserta. OKKA
mengajarkan kita akan arti penting dari sebuah rasa tanggung jawab,
kedisiplinan, kebersamaan, dan kekeluargaan. Tugas yang dibebankan pada kita
semua sebenarnya juga bertujuan agar kita dapat saling mengenal satu sama lain.
Pokoknya, kita menjadi banyak belajar melalui kegiatan ini. Dan yang pasti,
hukuman saat OKKA itu menjadikan saya cukup terkenal ……hahahaha.
Sungguh sayang, saat ini OKKA
hanyalah tinggal kenangan. Kegiatan OKKA telah ditiadakan, dan sebagai gantinya,
UNNES menyelenggarakan kegiatan PPA (Pengenalan Program Akademik) untuk
penyambutan mahasiswa baru. Tentu saja sangat berbeda dengan OKKA, semua acara
dalam PPA hanyalah sebatas orientasi pengenalan akademik saja. Tidak lebih,
layaknya OKKA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar