Rabu, 30 Desember 2020

Buku Single Keduaku [RESENSI]

 

 

Belajar Bahasa Inggris dari Para Cendekiawan dan Profesional Sukses: Serangkaian Wawancara

 

Ini buku sederhana yang kumpulan wawancara saya dengan kawan-kawan hebat saya saat menempuh pendidikan jauh di negeri seberang. Walaupun sederhana, isinya penuh dengan cerita inspirasi otentik mengenai perjuangan orang hingga pada sebuah titik impian mereka. Ketika membacanya, kita tidak hanya disuguhkan pengalaman tentang belajar Bahasa Inggris saja, tetapi seolah kita juga akan terbawa angan seperti sedang mengikuti sebuah seminar kerja dan beasiswa.

Inspirasi: Sarasehan Pendidikan Indonesia di Oxford University, 27 April 2017 

Penulis                 : Aziza Restu Febrianto
Desain sampul     @esabiwibowo
Ukuran                 : 14 x 21 cm
ISBN                    : 978-623-281-080-8
Terbit                    : Mei 2020
Harga                    : Rp 105000
Penerbit              www.guepedia.com

 

Sinopsis:

Buku ini disusun sebagai obat penasaran penulis: Bagaimana orang, tanpa memiliki latar belakang pendidikan atau pekerjaan dalam bidang Bahasa Inggris, linguistik atau komunikasi lainnya, mampu dengan lancar menguasai Bahasa Inggris, sehingga berhasil menempuh pendidikan dan karir yang cemerlang di luar negeri.

Proses penyusunan buku ini melibatkan 10 pelajar S2 dan S3 Indonesia di luar negeri yang juga merupakan profesional sukses di bidangnya masing-masing. Penulis mewawancarai mereka satu persatu dan menuliskan cerita inspiratif mereka dalam buku ini. Dengan membacanya, pembaca akan mendapatkan tips dan strategi praktis menguasai Bahasa Inggris termasuk TOEFL dan IELTS berdasarkan pengalaman para responden. Selain pengalaman belajar yang dibagikan, responden juga memberikan usulan, gagasan, dan ide tentang pembelajaran Bahasa Inggris yang efektif di Indonesia.

Buku elektronik (ebook) telah tersedia di PlaystoreBelajar Bahasa Inggris dari Para Cendekiawan

Rabu, 23 Desember 2020

Berani Jadi Wirausaha Sosial [Resensi Buku]

https://www.dbs.com/iwov-resources/images/indonesia/foundation/dare-to.jpg
Sumber: https://www.dbs.com/iwov-resources/images/indonesia/foundation/dare-to.jpg

*Aziza Restu Febrianto

Artikel ini adalah resensi dari sebuah buku berjudul "Berani Jadi Wirausaha Sosial?" yang sangat menarik bagi saya. Saya menemukan buku ini justru ketika sedang membaca buku kelanjutannya yang berjudul "Profit Wirausaha Sosial." Buku yang kedua ini saya dapatkan melalui sebuah group WA para alumni Forum Indonesia Muda (FIM), yang para anggotanya memang rata-rata merupakan peminat dan pegiat kegiatan sosial. Buku yang dijadikan resensi ini dapat diunduh melalui laman berikut: https://www.dbs.com/ .Tujuan saya membuat resensi ini adalah agar pembaca mendapatkan informasi dan gambaran umum mengenai buku ini. Tujuan khususnya adalah untuk mempersiapkan diri saya sebagai pembicara di acara Temu Peminat Buku (TPB) yang diselenggarakan oleh sebuah komunitas sosial bernama REC Indonesia pada tanggal 26 Desember 2020. Selamat membaca dan semoga semakin semangat untuk membaca bukunya.

BAB 1 membahas tentang Wirausaha Sosial Inspirasi Dunia, dengan menyajikan 5 tokoh wirausaha sosial yang sukses mencuri perhatian dunia. Bagian ini bertujuan untuk menginspirasi pembaca bahwa misi sosial ternyata dapat diselaraskan dengan kegiatan bisnis. Cerita ini ditulis dengan pola latar belakang dari munculnya sebuah ide sampai dengan bagaimana wirausaha sosial tersebut dapat mewujudkannya. Dengan cerita ini, diharapkan pembaca tidak akan hanya termotivasi, tetapi juga akan mendapatkan gambaran soal bagaimana memulai sebuah social enterprise.

BAB 2 memaparkan tentang Ekosistem Kewirausahaan Sosial di Indonesia. Bagian ini menguraikan kondisi ekosistem kewirausahaan sosial di Indonesia saat ini dengan melihat dari tujuh aspek yaitu : kebijakan, finansial, dukungan, budaya, modal manusia, kondisi pasar, dan lokasi geografis. Bagian ini juga menyajikan jenis-jenis program yang ada di Indonesia untuk mendukung kewirausahaan sosial sekaligus memberikan link-link atau akuntwitter yang dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan membaca bagian ini, pembaca akan mendapatkan gambaran lebih dalam mengenai kondisi “kolam”, sehingga dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik sebelum “berenang” menjadi wirausaha sosial di Indonesia.

BAB 3 menjelaskan tentang Wirausaha Sosial Inspirasi Indonesia. Bagian ini bertujuan untuk memberi bukti kepada pembaca bahwa konsep kewirausahaan sosial dapat diimplementasikan di Indonesia, meskipun kondisi ekosistem belum mendukung. Dengan menyajikan 5 wirausaha sosial nasional dengan latar belakang dan model kegiatan yang beragam, pembaca tidak hanya diharapkan akan dapat terinspirasi, tetapi juga dapat bertambah wawasannya mengenai berbagai macam social enterprise di Indonesia.

BAB 4 memaparkan tentang Konsep dan Model Bisnis Social Enterprise. Setelah terinspirasi dan termotivasi, pembaca mungkin ingin tahu lebih dalam mengenai bagaimana memulai atau membesarkan sebuah social enterprise (SE). Bagian ini dimulai dengan menjabarkan kriteria SE, dilanjutkan dengan menjelaskan tipe-tipe SE yang ada di Indonesia. Bagian ini menguraikan konsep dan model operasional organisasi dengan menggunakan Kanvas Model Bisnis yang disajikan dengan contoh-contoh kasus. Hal ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas kepada pembaca mengenai bagaimana membangun sebuah SE dalam tataran praktisnya.

BAB 5 menjelaskan tentang Menyusun Rencana Bisnis yang Efektif untuk Sicial Enterprise. Bagian ini memaparkan proses kreatif yang terjadi pada seorang wirausaha sosial, mulai dari panggilan dalam diri, pengembangan ide, konsep, model bisnis, hingga business plan atau rencana bisnisnya. Dalam fase pengembangan ide, pemetaan masalah spesifik merupakan kunci utamanya. Alasannya adalah karena ide solusi yang dibangun itu digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Bagian ini diperkaya dengan analogi, pertanyaan-pertanyaan pemicu, contoh sistematika penulisan, dan contoh kasus, yang diharapkan dapat membantu pembaca mengkontruksikan pikirannya, sehingga bisa menyusun sebuah dokumen business plan yang efektif untuk mendapatkan dukungan, khususnya yang terkait dengan pendanaan.

BAB 6 memberikan informasi mengenai Tip dan Trik Mempresentasikan Ide dan Rencana Bisnis Bagi Wirausaha Sosial. Bagian ini tidak memaparkan teori komunikasi, melainkan fokus pada tip dan trik yang dapat digunakan pembaca pada saat harus mempresentasikan ide dan rencana bisnisnya kepada orang lain, khususnya kepada calon investor atau penyandang dana. Tip dan trik ini disajikan ke dalam dua bagian utama, yaitu untuk mempresentasikan ide dan untuk rencana bisnis.

BAB 7 menjelaskan tentang topik "Membangun Solusi atas Permasalahan Sosial Secara Mandiri dan Berkelanjutan, Mengapa Tidak ?". Selama ada panggilan dan kemauan, siapapun sebenarnya bisa berpotensi menjadi wirausaha sosial. 

Referensihttps://afrianihabibah.wordpress.com/2017/05/14/resensi-buku-berani-jadi-wirausaha-sosial/

Selasa, 06 Oktober 2020

Rezeki Dibalik Pandemi

Rezeki Dibalik Pandemi

*Aziza Restu Febrianto


Masa “Stay Home”

Perubahan yang dahsyat terjadi sejak pertama kali ditemukan bahwa COVID-19 menyebar di Indonesia pada awal tahun 2020. Kondisi ekonomi secara tiba-tiba merosot karena semua orang seolah dipaksa untuk tetap tinggal di rumah dan berupaya untuk tidak keluar rumah jika memang tidak terpaksa. Semuanya demi menghindari penularan virus berbahaya ini. Kondisi ini akhirnya mengurangi penghasilan para pedagang yang menjajakan produk atau jasanya karena banyak orang enggan berbelanja. Selain takut harus keluar rumah, mereka juga khawatir jika akan tertular melalui barang yang mereka beli. Tidak sedikit pula para pengusaha dan pemilik perusahaan yang mem-PHK para karyawannya karena revenue atau pendapatan mereka tidak seimbang dengan pengeluaran operasional.

Menjadi relawan COVID-19 di desa

Aktivitas sholat berjarak 1 meter



Saya mungkin adalah salah satu orang yang masih agak beruntung selama masa pandemi ini karena masih bisa bertahan dengan kebutuhan yang tercukupi. Memang sejak pertama kali diberlakukannya atauran Stay home, Social distancing dan PSBB, saya harus pulang ke kampung halaman karena beberapa tempat kerja saya di Semarang tutup. Cukup kaget waktu itu karena saya harus segera bisa beradaptasi dan memastikan semua kebutuhan terpenuhi dengan kondisi tidak bekerja. Bisa juga dikatakan sangat menantang juga dikarenakan saya sudah berkeluarga dengan satu anak. Saat diberlakukannya PSBB, banyak kota dan kabupaten menerapkan aturan terhadap terutama bagi warganya yang sering keluar kota dan orang yang datang dari luar kota. Bagi orang yang keluar kota, wajib untuk melapor kepada kepala desa setempat dan jika mereka tinggal cukup lama di luar kota, ketika kembali ke desanya lagi, mereka harus dikarantina mandiri selama 14 hari. Aturan ini kemudian membuat saya harus tinggal di rumah dan menganggur. Jika dihitung, saya sudah tinggal di rumah tanpa pekerjaan kantor selama 3 bulan, dari bulan Maret hingga Juni 2020.

Pada awalnya saya cukup bingung memikirkan penghasilan yang harus saya dapatkan meskipun saya masih mempunyai uang tabungan. Dengan keadaan yang tidak menentu saat itu, tabungan yang saya punya itu pasti akan habis jika tidak ada penghasilan. Namun, Alhamdulillah, setelah satu bulan penuh tanpa pekerjaan, saya akhirnya mendapatkan kesempatan mengajar beberapa siswa yang ingin belajar IELTS secara daring (online) dari salah satu lembaga tempat saya bekerja paruh waktu. Bahkan salah satu siswa tersebut berasal dari Tiongkok dan meminta untuk belajar secara privat. Uniknya, setelah ngobrol, ternyata siswa itu berasal dari Wuhan dimana COVID-19 pertama kali ditemukan. Namun pada saat belajar, dia sedang tinggal di Semarang dan belum bisa pulang ke Wuhan karena kota tersebut sedang ditutup (Lockdown). Beberapa siswa yang saya ajar tidak masuk dalam satu kelas, melainkan 4 (empat) kelas. Dengan mengajar 4 kelas, Alhamdulillah, kebutuhan saya dan keluarga menjadi terpenuhi selama 2 bulan di rumah. Kegiatan saya selama di rumah lumayan bervariasi. Selain mengajar secara daring, saya juga mengisi acara webinar gratis dan membantu relawan bebas COVID-19 di desa. Semua ini saya lakukan hingga lebaran tiba. Alhamdulillah, aktivitas ini yang membuat pikiran saya produktif meskipun tetap tinggal di rumah.

Mengajar daring dari rumah

Menjadi Co-founder Lister

Lister adalah salah satu lembaga kursus bahasa online (daring) yang berdiri pada tahun 2019. Saya sempat menjadi pengajar tidak tetap di Lister sejak saya diterima pada Februari tahun 2020. Karena berstatus sebagai pengajar tidak tetap, saya hanya sempat mengajar satu siswa saja di Lister. Itupun kelasnya tidak sampai selesai (hanya 2 kali pertemuan saja) karena siswanya yang susah dihubungi. Walaupun hanya mengajar satu orang siswa, saya mempunyai kesan positif tentang Lister. Saya melihat lembaga ini memiliki peluang besar untuk maju dan berkembang. Selain itu, diantara banyak sekali lembaga kursus bahasa Inggris baik luring maupun daring, Lister menurut saya sangat berbeda. Para pengajar Lister rata-rata adalah para lulusan Master dari Perguruan Tinggi Luar Negeri dengan latar belakang pendidikan yang bermacam-macam. Alasan inilah yang membuat saya bersemangat untuk membantu para pendirinya ketika menyelenggarakan program dan kegiatan. Semangat dan komitmen ini saya sampaikan kepada para pendiri Lister. Bahkan ketika tidak dibayar pun saya tetap berkeinginan untuk membantu Lister.

Mendekati hari lebaran, tepatnya pada tanggal 23 Mei 2020, salah satu pendiri Lister, Masyithoh Anies yang dulu mewawancarai saya ketika proses rekrutmen pengajar menghubungi saya. Dia secara tidak terduga memberikan tawaran kepada saya untuk menjadi Co-founder Lister yang mengurusi bidang operasional dan pengembangan akademik atau istilah kerennya Chief Academic Officer (CAO)..hehe. Tanpa ragu saya menerimanya, ya karena saya memang mempunyai komitmen untuk mengembangkan Lister. Komitmen saya juga masih seperti dulu, yaitu membantu Lister tanpa mengharapkan gaji. Mungkin komitmen ini terlihat konyol dan naïf, tapi bagi saya yang paling penting dalam hidup itu adalah warisan dan jejak rekam yang baik. Mendapatkan keuntungan berupa materi tentu juga sangat membahagiakan, hanya saja itu hanya bonus bagi saya. Saya ingin berjuang secara keras menjadi bagian dari pencipta suatu perubahan, bukan penikmat perubahan itu sendiri. Saya ingin anak dan keturunan saya kelak melihat semua upaya ini, mengejar keberkahan hidup, bukan materi semata.

Setelah mantab menerima tawaran, saya pun diminta untuk bertemu langsung dengan Founder Lister, Sigit Arifianto, dan pada tanggal 9 Juni 2020, saya, ka Anies mas Sigit bertemu di sebuah café kecil tepatnya di Kec. Tawangmangu, kaki gunung Lawu. Kita bertiga ngobrol dan membahas kontrak kerja bersama. Sejak saat itu, saya resmi diangkat menjadi Co-founder yang unit kerja spesifiknya adalah melakukan riset dan mengembangkan semua program akademik Lister. Saya juga memastikan lagi ke mereka bahwa profesi saya adalah dosen di kota Semarang, sedangkan kantor Lister berada di Jogja, saya tentu akan kesulitan melakukan koordinasi secara langsung tatap muka di Jogja. Mereka bilang, fokus utama Lister adalah pembelajaran daring, jadi koordinasi lebih banyak dilakukan secara daring juga. Mas Sigit kemudian menambahkan, “Tidak masalah mas. Justru dengan menjadi dosen, perpektif akan luas. Siapa tahu bisa memperkaya Lister kedepan.” Mendengar penjelasan itu, saya tentu saja langsung mantab melangkah. Tapi saya juga menyadari akan keterbatasan saya yang memegang dua profesi berbeda secara bersamaan. Sehingga saya hanya bisa berusaha keras meskipun belum mendapatkan profit sama sekali. Mudah-mudahan semua usaha ini tidak akan sia-sia dan mengantarkan Lister pada keberhasilan mendapatkan pendanaan dari investor yang bisa mensejahterakan banyak orang. Amin YRA.

Pertemuan dengan mas Sigit, Founder Lister

Menjadi Dosen Tetap

Setelah menjalani kegiatan sosial dan fokus mengerjakan pengembangan program Lister selama 2 bulan, saya tiba-tiba mendapatkan informasi dari seorang rekan kerja tentang lowongan kerja dosen melalui ibu Helena I.R. Agustien yang merupakan dosen saya waktu kuliah S1 dulu. Menurut saya, beliau adalah salah satu pakar di bidang pengajaran bahasa Inggris di Indonesia karena kiprahnya dalam pengembangan kurikulum nasional. Setelah pensiun, beliau kemudian mengambil peran sebagai dosen dan dekan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Nasional karangturi (Unkartur) di Semarang. Rekan kerja saya itu membagikan tangkapan layar salah satu status Facebook ibu Helena tentang lowongan itu di group WA. Saya pun penasaran dan cekidot Facebook.

Tanpa ragu, saya kemudian langsung menghubungi beliau melalui Facebook messanger dan menanyakan lowongan tersebut. Beliau kemudian menanyakan latar belakang pendidikan dan pekerjaan saya serta meminta saya untuk mengirimkan surat lamaran dan semua dokumen pendukungnya via pos. Malam itu juga saya langsung membuat lamaran dan menyiapkan semua berkas yang dibutuhkan. Sayapun juga mengirimkan berkas itu secara kilat. Dan memang benar, dalam dua hari, berkas itu sampai di HRD Unkartur. Tidak berlangsung lama, saya kemudian mendapatkan pesan WA dari salah seorang karyawan HRD dan pesan itu berisi undangan tes tertulis dan wawancara. Perasaan saya tentu saja sangat bahagia ketika mendapatkan undangan itu. Awalnya saya masih ragu karena saya sudah mempunyai rencana lain sebelum mendaftar di kampus itu. Salah satu rencana saya adalah mendaftar program-program Short course di luar negeri. Tapi karena pandemi, semua rencana ini menjadi berubah dan saya merasa harus realistis melihat kondisi tidak mudahnya mendapatkan pekerjaan selama pandemi ini. 

Dengan kemantaban hati saya langsung menerima undangan itu. Saya kemudian memutuskan untuk berangkat ke Semarang dari Magetan dengan mengendarai motor karena pada waktu itu kendaraan umum sedang dilarang beroperasi. Sebenarnya keluar dari daerah Magetan pun masih dilarang. Saya juga diminta untuk bertemu dengan Kepala desa agar dibuatkan surat keterangan ijin keluar wilayah. Tapi saya memilih untuk tidak melakukannya, karena pertimbangan waktu yang mendesak dan waktu tinggal saya yang tidak lama di Semarang. Sesampainya di Semarang, saya langsung menuju kos untuk menginap semalam disana. Saya beruntung karena tidak diminta oleh warga setempat untuk lapor diri ke ketua RT dan menjalankan karantina mandiri. Saya menjelaskan kepada bapak kos bahwa saya hanya menginap semalam karena keesokan harinya akan mengikuti tes kerja. Setelah menginap semalam di kos, pagi harinya saya langsung menuju ke kampus Unkartur untuk mengikuti tes tertulis dan wawancara. Tes ini berlangsung pada tanggal 8 Juni 2020 dari pukul 09.00 – 14.00. Lama sekali memang. Untuk mengerjakan tes tertulis, kira-kira saya harus menghabiskan waktu sekitar 3 jam, sedangkan wawancara hanya berlangsung sebentar. Walaupun sebentar, saya juga harus menghabiskan waktu cukup lama untuk menunggu Dekan yang pada waktu itu masih ada acara. 

Selfie setelah Tes tertulis dan wawancara

Singkat cerita sayapun akhirnya diterima sebagai dosen tetap Universitas Nasional Karangturi tepatnya di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris. Akhirnya impian saya untuk menjadi dosen di bidang yang saya tekuni menjadi kenyataan meskipun di universitas yang masih sangat baru. Sebagai seseorang yang pernah bekerja sebagai guru bahasa Inggris selama lebih dari 5 tahun, saya tentu ingin bisa berbagi pengalaman kepada para calon guru bahasa Inggris di kampus ini. Saya juga ingin membuat penelitian yang menggabungkan antara pengalaman dan ilmu pengetahuan yang saya miliki dengan berprofesi sebagai dosen. Sampai tulisan ini dibuat, saya sudah terhitung bekerja di kampus ini selama 2 bulan. Sebagai kampus yang masih baru, banyak sekali pekerjaan yang saya lakukan seperti membantu mengurus akreditasi prodi, mendapat tugas sebagai wakil ketua panitia Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB), ketua pengurus jurnal Prodi dan banyak urusan administrasi lainnya. 

Walaupun banyak kerjaan yang dilakukan, saya tetap bersyukur karena menurut saya, lingkungan kerja saya di Prodi sangat mendukung untuk pengembangan diri saya. Para dosen di PBI juga masih muda kecuali Kaprodi dan Dekan, sehingga diskusi kita penuh dengan ide-ide segar. Suasana kerja yang sangat terbuka juga membuat saya betah untuk bekerja. Entah seperti apa masa depan saya kelak, saya hanya menjalani apa yang sudah menjadi rezeki saya selama pandemi ini. Banyak impian yang belum terwujud sebenarnya, terutama keinginan untuk belajar di luar negeri lagi setelah hampir 3 tahun tidak pernah merasakan 4 musim di negeri orang..hehe. Tapi dengan keadaan dunia yang sedang dalam masa krisis karena pandemi ini, banyak negara yang menutup border nya dan banyak pula pembelajaran yang masih dilakukan secara daring. Saya akhirnya juga berfikir beberapa kali untuk mencari peluang ke luar negeri. Well, ssemua sudah diatur oleh yang maha kuasa. Dijalani dulu saja.  Alhamdulillah......

 

Tercatat sebagai dosen tetap ber-NIDN
di forlap.kemdikbud.go.id/perguruantinggi

 

 

Rabu, 22 April 2020

Memaknai “Stay Home”



 








Memaknai “Stay Home”

*Aziza Restu Febrianto


2020 jelas menjadi tahun yang sangat mengejutkan bagi seluruh umat manusia di dunia.  Sebelumnya, orang tidak menyangka bahwa mereka akan berhadapan dengan sebuah wabah virus baru yang mematikan bernama Corona Virus Disease atau biasa disebut dengan Covid-19. Pada awalnya virus ini hanya menjangkiti sebagian orang di China khususnya di kota Wuhan pada akhir tahun 2019. Namun, tanpa diundang dan tanpa diperkirakan, virus ini kemudian menular dengan cepat sampai penjuru dunia. Hanya dalam hitungan sebulan, sudah ditemukan beberapa korban  di banyak negara seperti Korea Selatan, Jepang, Singapura, beberapa negara di Eropa dan Amerika Serikat. 

Di Indonesia, orang yang secara positif terjangkit virus ini mulai terdeteksi pada awal bulan Maret dan jumlahnya juga terus bertambah hingga saat ini, hingga artikel ini ditulis. Merespon bencana ini, Pemerintah, setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya memutuskan untuk menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diantara negara-negara lain yang menerapkan Lockdown wilayah. PSBB ini sangat ketat diterapkan di beberapa kota besar atau wilayah yang berpotensi menjadi tempat penularan. Tujuannya hanya satu, yaitu memutus rantai penularan. PSBB dan Lockdown sebenarnya tidak jauh berbeda karena intinya membatasi aktivitas dan interaksi manusia dalam keseharian. Kebijakan ini memaksa banyak orang untuk tidak keluar rumah atau harus tinggal di rumah saja. Siapapun, tanpa terkecuali. Sehingga sebagai dampaknya, banyak diantara mereka yang harus kehilangan pekerjaan. Bagi mereka yang punya usaha juga harus mengalami kebangkrutan kerena usahanya menjadi sepi. Hashtag Stay Home dan Work from Home pun menjadi populer dimana-mana.

PSBB ini ternyata juga diberlakukan di daerah-daerah yang jauh dari kota besar. Dalam rangka mengantisipasi penularan, banyak diantara kepala daerah yang memerintahkan jajarannya untuk melaksanakan PSBB juga. Berbagai desa terutama di pulau Jawa kemudian mulai siaga dengan membuat peraturan PSBB secara lokal, termasuk desa saya. Dengan kondisi ini, saya tentu saja harus mengikuti peraturan untuk Stay and Work from Home juga. Siapapun juga tidak akan tahu penularan virus itu melalui apa, siapa dan lewat media seperti apa. Sejak diberlakukan PSBB pada tanggal 10 April yang lalu hingga artikel ini ditulis, Alhamdulillah, saya telah berada di rumah. Bahkan sebelumnya, terhitung sejak 13 Maret atau satu bulan lebih saya sudah tinggal di rumah tanpa bekerja di kantor. Tapi Alhamdulillah, beberapa pekerjaan masih bisa dilakukan di rumah: salah satu kantor tempat saya bekerja memperbolehkan para pengajar untuk melaksanakan pembelajaran via daring. 

Meskipun masih tetap mempunyai kesibukan di rumah, waktu luang saya tentu masih banyak karena ada dua pekerjaan saya yang tidak bisa dilakukan secara daring. Pekerjaan itu harus diliburkan total. Lagi-lagi pendapatan saya menjadi sangat berkurang karena ini. Tapi saya harus berfikiran positif agar saya masih bisa tetap produktif. Waktu luang yang panjang ini ternyata bisa berfaedah jika kita mampu mengelola dan memanfaatkannya secara bijak. Waktu luang ini justru bisa menjadi peluang kita untuk melakukan banyak hal yang lebih produktif dan inovatif. Berikut adalah beberapa kegiatan yang bisa kita lakukan selama Stay Home sebagai hikmah dari wabah ini:
  • Berkontemplasi
Ketika kita sibuk dengan pekerjaan, bisa jadi kita telah kehilangan banyak waktu untuk berkontemplasi. Berkontemplasi ini sangat penting untuk merenungi dan mengevaluasi apa yang sudah kita lakukan selama ini. Setelah kita melakukan kontemplasi, kita akan dapat merencanakan apa yang menjadi tujuan hidup di masa mendatang. Aktivitas ini membuat kita lebih cermat dan terampil dalam menentukan arah hidup kita secara tepat. Aktivitas ini juga akan semakin membuat kita bersemangat dan siap untuk menjalani hari-hari kedepan. Kontemplasi bisa dilakukan dengan berbagai macam cara: bisa sebelum tidur, ketika sedang santai ngopi sendirian, atau waktu berdzikir dan berdoa setelah sholat. Kebetulan tinggal dua hari lagi puasa Ramadhan. Bulan puasa ini adalah momen yang sangat tepat untuk berkontemplasi dan melakukan ibadah khusuk lainnya.
  •  Menyelesaikan pekerjaan rumah yang belum tuntas
Rutinitas kesibukan tentu juga telah merenggut waktu kita untuk melakukan banyak pekerjaan rumah. Akibatnya, rumah kita menjadi sering berantakan, kotor, dan tidak tertata. Kondisi “Stay Home and Work from Home” ini akan membuat kita memiliki waktu yang lebih banyak untuk menata kembali perabotan rumah dan membersihkan semua sudutnya secara teratur. Bagi mereka yang suka memelihara tanaman di pekarangan rumah atau binatang peliharaan, masa ini adalah kesempatan yang bagus untuk lebih fokus merawat semuanya. Kita juga akan semakin lebih dekat dengan alam dan mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan.
  • Quality time bersama keluarga
“Stay Home” secara jelas memberikan waktu kepada kita untuk terus bersama dengan keluarga. Kesempatan ini pasti sangat sayang sekali dilewatkan walaupun tidak semua orang bisa merasakan hal yang sama karena keadaan yang mengharuskan mereka merantau jauh dan tidak bisa pulang karena PSBB. Saya termasuk orang yang beruntung karena bisa pulang kampung dari tempat kerja di Semarang jauh-jauh hari sebelum kebijakan PSBB diterapkan. Meskipun penghasilan jauh berkurang karena beberapa pekerjaan libur, semua beban menjadi tidak terasa karena perasaan tenteram bersama keluarga. Kalau istilah jawanya, “Mangan ora mangan penting kumpul yang artinya Makan tidak makan yang penting kumpul.” Waktu untuk berinteraksi dengan anak saya juga bisa lebih banyak, sehingga saya bisa lebih fokus mendampingi dan mengawasi perkembangannya.
  •  Lebih fokus untuk membaca dan menulis
Ketika sibuk bekerja, saya harus pintar-pintar membagi waktu untuk bisa membaca dan menulis. Mungkin untuk membaca surat kabar, majalah dan artikel bisa dilakukan di sela-sela waktu kerja, akan tetapi untuk menulis, tentu ceritanya lain. Saya harus meluangkan waktu khusus untuk ini. Tidak pasti waktunya harus kapan karena pekerjaan saya yang waktunya tidak menentu. Yang jelas ketika ada waktu luang, saya selalu ingin mengupayakan untuk menulis. Menulis artikel di blog ini juga salah satu kegemaran saya. Pada dasarnya saya memang suka menulis. Alhamdulillah, saya sudah bisa menghasilkan karya seperti artikel ilmiah, artikel kontemporer dan buku yang diterbitkan secara resmi. Senang rasanya menghasilkan karya meskipun belum banyak. Biasanya karena kesibukan kerja dan konsentrasi saya yang terfokus pada pencapaian target pribadi, saya menjadi mengalami kesulitan untuk menentukan kapan harus menulis. Nah, masa Stay Home ini sebenarnya merupakan kesempatan yang sangat tepat untuk mulai fokus kembali dalam kegiatan menulis. Kita bisa menulis apapun termasuk artikel di blog semacam ini. Target saya pada tahun ini sebenarnya adalah menerbitkan buku IELTS Writing dengan penerbit mayor. Semoga target ini bisa terlaksana, dan bukunya bisa dijual di toko-toku buku besar.
  • Mengasah keterampilan dan hobi
Setiap orang pasti mempunyai hobi. Apapun hobinya. Nah, waktu luang yang banyak selama Stay Home ini bisa kita gunakan untuk lebih sering melakukan hobi atau bahkan mengembangkan keterampilan pada hobi tersebut. Saya kebetulan sangat menyukai musik khususnya bermain gitar. Masih banyak sekali ilmu gitar yang harus saya pelajari agar hasil suara yang dihasilkan melalui petikan bisa lengkap dan harmonis. Ada juga keinginan untuk bisa mempelajari berbagai macam chords melalui buku, websites maupun tutorial via YouTube. Selain itu saya juga ingin mengasah kepekaan telinga untuk menemukan sendiri chords atau melodi dari berbagai macam lagu yang saya suka. Semua ini sebenarnya bisa menjadi lebih optimal ketika dilakukan selama libur panjang nasional ini.
  • Mempelajari ilmu baru dan memperbanyak wawasan
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) selalu berkembang dari waktu ke waktu, sehingga menuntut kita untuk bisa beradaptasi dengan cepat. Jika kita bisa menguasai segala inovasi dari perkembangan itu, kita tidak hanya akan bisa survive dalam pekerjaan yang kita tekuni, tetapi juga bisa menjadi orang yang bijaksana. Menurut saya, kebijaksanaan itu muncul ketika kita bisa memahami apa yang digemari dan kehidupan digeluti oleh orang-orang dari berbagai jaman. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita kuasai juga akan membuat segala aktivitas terlaksana secara efektif dan efisien. Sebenarnya banyak sekali yang ingin saya pelajari dari semua perkembangan IPTEK seperti membuat desain grafis, mengembangkan website profesional, menggunakan aplikasi terbaru Smartphone atau meng-utak atik ponsel, dsb. Namun, untuk melakukannya, saya biasanya selalu terpentok pada waktu dan motivasi. Ketika sudah sibuk bekerja, saya selalu fokus pada uang dan penghasilan. Nah, di saat libur panjang yang ujungnya tak pasti ini, saya ingin bisa mengalokasikan waktu untuk mempelajari dan menguasai hal-hal baru itu. Tentu saja diperlukan motivasi yang kuat sih untuk memulainya.
  •   Mencari peluang penghasilan online
Profesi dan pekerjaan saya adalah pengajar prefesional. Tapi saya bukanlah guru atau tidak bisa juga dianggap sebagai dosen. Saya bukan guru karena saya tidak bekerja sebagai guru tetap di sebuah sekolah. Saya juga bukan dosen karena saya tidak bekerja sebagai dosen tetap di sebuah universitas, meskipun saya bergelar S2. Sejak lulus kuliah S2, saya memang memiliki harapan untuk bisa menjadi dosen tetap. Namun apalah daya, semua upaya yang dilakukan belum juga membuahkan hasil. Tapi saya harus realistis dan tetap optimis. Menjadi pengajar lepas ternyata juga banyak hikmanya. Salah satunya adalah mempunyai kebebasan untuk mencari peluang apapun, tanpa ada ikatan. Waktu saya juga bisa sangat fleksibel. Harapannya, saya bisa memanfaatkan fleksibilitas ini untuk melakukan hal-hal yang produktif bagi diri saya sendiri dan semoga manfaatnya bisa berdampak ke orang lain juga. Dengan diterapkannya PSBB dan Stay Home, pembelajaran tentu tidak bisa dilakukan secara tatap muka. Sehingga saya harus bisa memanfaatkan peluang untuk mencari siswa melalui media daring. Saya yakin semua orang saat ini mengalami kendala yang sama dan tidak bisa kemana-mana. Ini sebenarnya adalah peluang bagi saya untuk promosi pembelajaran jarak jauh melalui berbagai media platform dan aplikasi yang sudah ada. Alhamdulillah, sampai saat ini, saya sudah mendapatkan berbagai calon pelanggan yang menghubungi saya. 

Bismillah.... 2 (dua) hari lagi puasa Ramadhan. Semoga selama bulan puasa ini, kita bisa melakukan berbagai aktivitas yang positif secara tuntas. Semua aktivitas yang saya sebutkan diatas adalah diantaranya. Sekian... Semoga  tulisan saya ini bisa bermanfaat terutama buat saya sendiri.


Magetan, 22 April 2020

Selasa, 21 April 2020

Islam di London


Islam di London

*Aziza Restu Febrianto


Assalaamualaykum, wr, wb...

Pada artikel ini saya ingin bercerita tentang pengalaman saya sebagai seorang muslim ketika sedang menjalani pendidikan S2 di London, Inggris pada tahun 2017 silam. Seperti yang kita ketahui, Inggris atau Britania Raya (dalam Bahasa Inggris: United Kingdom) adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Meskipun begitu, ada sumber yang menginformasikan bahwa akhir-akhir ini banyak orang kristen di Inggris yang mulai enggan melaksanakan ajaran kristiani secara utuh atau yang dilakukan hanya sekedar formalitas saja. Sebelum berangkat ke negara itu, saya selalu membayangkan bagaimana hidup saya nantinya sebagai seorang muslim atau sebagai bagian dari minoritas disana. Sama sekali bukan kekhawatiran sih yang dirasakan, tapi justru  bagi saya ini tantangan karena saya akan merasakan suasana berbeda dalam hidup. Setibanya disana, apa yang selama ini saya bayangkan itu ternyata jauh berbeda dari kenyataannya. Kampus tempat saya belajar kebetulan terletak tepat di tengah kota besar. Sebagai ibu kota negara sekaligus pusat ekonomi, London tentu menjadi sentra masuknya berbagai macam orang dari seluruh dunia dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Pada masa awal perkuliahan, saya tinggal di sebuah flat mahasiswa milik kampus UCL bernama Hawkridge House. Flat ini cukup murah dibandingkan dengan Flat kampus lainnya, tapi fasilitasnya sudah sangat standar (menurut saya sih sudah bagus banget). FYI, flat (istilah British) adalah nama lain dari apartment (American). Di flat itu saya bertemu dan berkenalan dengan mahasiswa lain dari berbagai negara. Namun, saya sama sekali tidak menemukan mahasiswa muslim di disana. Bahkan teman Indonesia yang satu kamar dengan saya beragama Hindu. Setelah itu mulai terbesit di pikiran saya tentang dimana saya akan melaksanakan sholat berjamaah, terutama sholat jum’at. Jika tidak ada satupun teman beragama islam di flat ini, berarti saya harus mencari masjid sendiri. Pada saat saya keluar untuk belanja kebutuhan makanan, saya sengaja mencari masjid. Saya merasa beruntung karena lokasi tempat tinggal saya dekat sekali dengan kompleks pertokoan. Untuk kesana, saya hanya perlu jalan kaki beberapa menit. Yang membuat saya terkejut, ketika sampai di kompleks itu, saya menemukan banyak sekali muslim yang rata-rata berasal dari Asia Selatan dengan busana takwa yang khas. Bahkan banyak juga diantara mereka yang mempunyai toko disana. Saya kemudian membeli barang di salah satu toko itu dan mencoba mengobrol dengan penjaga tokonya. Ketika saya cerita bahwa saya dari Indonesia dan muslim, mereka terlihat sangat senang.

Flat Kampus UCL, Hawkridge House
Pemandangan dari Lantai 9 Flat Hawkridge House

Penjaga toko dan pemilik toko itu ternyata adalah orang Bangladesh dan sudah lama sekali tinggal di London. Toko itu adalah warisan turun-temurun keluarganya. Dia juga cerita bahwa banyak sekali orang muslim yang bisa saya temukan di London. Sekolah dan komunitas muslim juga banyak tersebar di London. Selesai berbincang-bincang, saya kemudian bertanya kepada penjaga toko itu tentang lokasi masjid terdekat, dan diapun dengan senang hati menunjukannya. Saya langsung bergegas mencari masjid itu karena sebentar lagi hari jumat. Alhamdulillah, lokasinya ternyata dekat sekali dengan flat tempat tinggal saya. Bersyukur sekali...apalagi saya juga tidak kesulitan mencari makanan halal di sekitar karena banyak pertokoan yang pemiliknya muslim, gumam saya dalam hati. Sepulang dari masjid, karena penasaran, saya langsung mencari informasi lebih banyak tentang islam di London. Kesimpulannya, dilihat dari sejarahnya, Inggris adalah salah satu negara yang memiliki wilayah jajahan yang sangat luas. Akibatnya banyak sekali negara koloni dan persemakmuran Inggris di dunia termasuk negara yang pemeluk islamnya banyak seperti India, Pakistan, Malaysia, Afrika Selatan, Mesir, dsb. Sebagai negara koloni, tentu saja transportasi penduduk yang pergi ke Inggris dan pulang dari Inggris sering terjadi. Pergerakan manusia yang berlangsung cukup lama ini berdampak pada semakin munculnya pemukiman-pemukiman imigran, terutama di kota-kota besar di Inggris.

Faktor kedua adalah revolusi industri yang terjadi di Inggris pada abad ke- 18 atau antara tahun 1760-1840. Revolusi industri ini tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi manusia untuk mencari peluang. Banyak sekali orang dari penjuru dunia yang kemudian datang dan berinvestasi di Inggris, dan yang paling banyak berpusat di ibu kotanya, yaitu London. Jumlah pemukiman-pemukiman para pendatang itu jelas semakin meningkat. Para saudagar dan investor tidak terkecuali yang beragama islam juga banyak yang akhirnya menetap di London. Kemajuan ekonomi dan industri memunculkan kemajuan di bidang lainnya termasuk ilmu pengetahuan, kesehatan dan pendidikan. Universitas Oxford dan Cambridge yang merupakan kampus tertua di dunia juga menjadi pusat pendidikan dan penelitian. Kampus-kampus lain juga mulai didirikan termasuk berbagai universitas dan institut di kota London. Orang dari penjuru dunia kemudian datang ke Inggris dengan tujuan tidak hanya untuk mencari peluang kerja atau usaha, akan tetapi juga pendidikan. Pendidikan bergengsi di Inggris menjadi magnet tersendiri karena keyakinan orang akan kemajuan ilmu pengetahuan dan kesuksesan. Banyak sekali tokoh-tokoh di berbagai negara yang akhirnya juga mengenyam pendidikan di Inggris.
Kantor Pusat Komunitas Muslim London
Pada akhir abad ke-18 atau tepatnya pada tahun 1866, Inggris mengalami revolusi sosial yang signifikan. Berawal dari negara agama (Kristen dan Katolik), berubah menjadi sekuler. Dengan pondasi sekuler, Inggris akhirnya menjadi negara yang lebih terbuka dengan menerima para pendatang dari latar belakang yang beragam untuk masuk dan tinggal di Inggris tanpa adanya diskriminasi. Pondasi inilah yang akhirnya juga membuat posisi masyarakat dengan keyakinan agama yang berbeda bisa hidup rukun bersama, termasuk islam.  Masyarakat islam di Inggris akhirnya hidup membaur bersama masyarakat lainnya termasuk orang lokal selama berpuluh-puluh tahun hingga sekarang. Lembaga pendidikan islam dan komunitas muslim juga banyak yang berkembang disana. Ketika sedang berjalan-jalan di berbagai tempat, saya selalu saja bertemu dengan orang islam. Saya juga selalu mencoba mencari masjid atau mushola dimanapun saya berada dengan menggunakan Google maps. Herannya, di hampir semua area kota London, saya selalu menemukan tempat sholat walaupun hanya berbentuk ruangan kecil bertuliskan Prayer room. Di kampus sayapun juga disediakan ruangan khusus yang cukup besar untuk sholat meskipun lebih ditujukan untuk semua pemeluk agama dan keyakinan yang berbeda (Multifaith room). Tapi kalau saya perhatikan ruangan ini lebih sering dipakai orang muslim untuk sholat. Semua ini benar-benar diluar dugaan saya. Alhamdulillah.

Di Depan Masjid Ar-Rahman dan Sekretariat Komunitas Muslim di Pusat Kota
Penunjuk Arah Prayer Room Kampus UCL
 
London Central Mosque: Salah Satu Masjid Terbesar
Mushola Institute of Education, UCL











Pengalaman yang cukup berkesan saya dapatkan ketika melaksanakan sholat jum’at untuk pertama kalinya di masjid yang dekat dengan tempat tinggal saya. Masjid yang bernama Baitul Aman itu ternyata hanya dikhususkan bagi orang muslim Bangladesh. Ketika masuk masjid, mata saya tentu langsung tertuju pada para jamaah yang ada. Jamaahnya cukup banyak. Saya berusaha mencari wajah Asia Tenggara di masjid itu dan sama sekali tidak menemukannya. Saya berharap ada mahasiswa Indonesia yang juga sholat disitu. Ternyata juga tidak ada. Sehingga hanya sayalah satu-satunya orang Indonesia yang sholat jum’at di masjid itu. Tidak masalah, yang penting bisa berkumpul dengan orang islam untuk sholat berjamaah sudah merupakan keberuntungan, gumamku. Setelah wudhu, saya mengambil posisi di barisan tengah karena saya berangkat agak telat. Setelah sholat sunnah, saya kemudian duduk dan tidak sabar ingin mendengarkan khotib berceramah karena sebelumnya belum pernah mendengarkan ceramah agama dari orang berkebangsaan lain. Diluar dugaan, ternyata khutbah itu seluruhnya disampaikan dalam bahasa Bengali (bahasa nasional Bangladesh) tanpa ada penerjemahan dalam Bahasa Inggris sedikitpun. Waduh, gimana ini gumam saya..haha. ya sudah lah, yang penting sholat jum’at.

Masjid Baitul Aman Komunitas Muslim Bangladesh

Suasana di dalam Baitul Aman yang dekat Flat
Setelah selesai sholat jumat, saya kemudian berbincang-bincang dengan salah satu jamaah. Dia heran kepada saya kenapa melaksanakan sholat jum’at disini. Rupanya dia mencurigai saya yang memiliki muka berbeda dengan jamaah lainnya...hihi. Dia mengatakan bahwa masjid itu hanya khusus diperuntukkan untuk komunitas orang Bangladesh. Awalnya saya sempat suudzon dan bergumam, kok masjid di kota besar yang multikultural kaya gini hanya untuk orang tertentu saja. Tapi dia kemudian melanjutkan penjelasannya dan menyarankan saya untuk sholat di sebuah gedung di seberang jalan. Gedung itu memang dikhususkan untuk mereka yang ingin sholat jum’at dengan khutbah berbahasa Inggris. Dalam hati saya berkata, Yah...saya salah tempat..haha. Pada hari Jum’at berikutnya, saya mencoba sholat di gedung seberang jalan dan sesampainya disana, saya kaget karena bertemu dengan beberapa orang Indonesia. Masih muda.. Pasti mereka adalah mahasiswa, pikir saya. Saya kemudian menyapa salah satu diantara mereka. Dengan senyum, dia kemudian menyapa balik saya. Dia ternyata adalah mahasiswa dari kampus yang sama dan tinggal di flat yang sama juga dengan saya. Hanya saja waktu itu dia datang beberapa hari setelah saya. Namanya Dinar, dan ini adalah momen pertama kalinya saya bertemu dengan sahabat saya yang berasal dari Tangerang itu. Seusai sholat, Dinar pun mengajak saya untuk bertemu dengan teman-teman Indonesia lainnya. Dan disitulah kita merasa seperti keluarga.

Suasana Tempat Sholat dengan Khutbah berbahasa Inggris
Di flat yang saya tinggali itu, selain saya, ada 7 orang mahasiswa Indonesia lain dengan jurusan yang berbeda-beda. Selama tinggal bersama, kita banyak melakukan aktivitas bersama termasuk jalan-jalan meng-eksplor kota. Pengalaman yang tak terlupa adalah ketika kita berencana menyewa mobil untuk berkeliling di wilayah pedesaan Inggris seperti Bibury, Gloucestershire, Derbyshire, Edensor (Sebuah desa yang ada di novel karya Andrea Hirata) dan tempat indah lainnya di sekitar Leeds dan York. Namun, rencana itu berujung gagal karena ketika berada di kota Manchester atau tempat kita menyewa mobil, diantara kita yang bisa menyetir ternyata lupa membawa SIM. So sad... Nyesel banget waktu itu...haha. Akhirnya kita hanya bisa mengunjungi daerah-daerah yang bisa diakses dengan menggunakan kereta dan bus. Kita juga sempat mengunjungi stadion klub sepak bola Manchester United, Old Trafford, Menchester City, Etihad di Manchester, Anfield di Liverpool dan museum  group band legend, the Beattles. Untuk urusan sholat, pada waktu itu kita memutuskan untuk melakukannya di hotel saja karena padatnya aktivitas dan perbedaan keyakinan diantara kita. Jadi tidak ada pengalaman mencari masjid selama perjalanan ini...hehe.  

Setelah tinggal selama sekitar 3 bulan di flat kampus, saya akhirnya memutuskan pindah ke flat lain karena istri saya akan segera datang ke London untuk menyusul saya. Alasan yang lebih tepatnya adalah flat kampus memang tidak diperuntukkan bagi mahasiswa yang berpasangan. Mencari flat baru ini sangat melelahkan bagi saya karena harus dihadapkan pada beberapa peristiwa dan negosiasi yang cukup alot. Pengalaman ini akan saya ceritakan di artikel lainnya nanti. Singkat cerita, saya menemukan sebuah flat yang sangat jauh dari kampus. Berbeda dengan flat sebelumnya yang berada di zona 2, flat baru ini terletak di zona 5 dari pusat lokasi kampus. Jika ditempuh dengan kereta bawah tanah (biasa disebut Tube), waktu yang dihabiskan sekitar setengah jam. Jika ditempuh dengan bus umum merah (double dekker), waktu yang diperlukan adalah sekitar satu jam. Saya lebih sering menggunakan transportasi bus daripada Tube karena pertimbangan harga tiket yang lebih murah (Bus: £1.5 sedangkan Tube: £2.5) dan kenyamanannya sambil melihat pemandangan kota di dek atas.

Saya dan Istri, Ketika jalan-jalan di Ikonnya London, Beg Ben
Meskipun lokasinya sangat jauh, saya tetap mantab memilih flat itu karena letaknya berada di lingkungan pemukiman muslim, bernama Whitechapel dan pemukiman elit terkenal bernama, Canary Whalf. Selain tidak kesulitan mencari masjid untuk sholat jumat, saya juga bisa dengan mudah mencari makanan halal tanpa harus melakukan perjalanan jauh. Ketika memasuki area Whitechappel, saya seperti dibawa ketempat yang mirip dengan Pakistan atau Timur Tengah. Di sepanjang jalan, saya banyak menemui orang yang memakai jilbab dan peci, bahkan ada juga yang memakai cadar. Saya juga menemukan sekolah islam, lembaga pendidikan tahfidz Al-quran, lembaga pendidikan tahsin, dan komunitas islam lainnya di sepanjang perjalanan. Bahkan di daerah ini juga terdapat salah satu masjid terbesar di London bernama the East London Mosque. Masjid ini sangat terkenal hingga namanya juga dijadikan sebuah nama halte bus. Whitechappel juga memiliki pasar tradisional yang para penjualnya kebanyakan merupakan keturuan dari Asia Selatan dan Timur Tengah. Saya sering sekali belanja disini bersama istri. Jenis makanan yang dijual juga sangat khas dengan rempah-rempah yang aromanya kuat. Para penjualnya juga sangat ramah dan suka mengajak ngobrol dengan kita. Kebanyakan dari mereka selalu mengira kita adalah orang Malaysia. Kadang heran juga kenapa Malaysia lebih terkenal dibanding Indonesia disini...hehe. Tapi mereka juga tahu Indonesia sih.

 
Flat baru di daerah Mile End
Di Flat Baru: Saya Sedang Membuka Jendela
Suasana Jalan Di Sepanjang Whitechapel

Pemandangan Dari Dalam Flat



Karena tinggal di area muslim, saya jelas tidak khawatir bagaimana saya sholat jum’at nanti. Alhamdulillah, ternyata terdapat masjid yang lokasinya tepat berada di dekat flat yang saya tinggali. Saya hanya cukup berjalan kaki untuk menuju kesana. Alhamdulillah, kali ini khutbahnya disampaikan dalam Bahasa Inggris meskipun kebanyakan jamaahnya adalah orang Bangladesh juga. Saya sering heran kenapa banyak sekali orang Bangladesh di London...haha. Ketika luang, saya sesekali mengunjungi masjid besar. Walaupun jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal saya, saya biasanya tetap menempuhnya dengan jalan kaki. Menurut saya dengan berjalan kaki, kita bisa melihat sekeliling dengan lebih dekat. Ketika memasuki masjid, saya benar-benar takjub. Masjid itu sungguh besar sekali - terdiri dari 3 lantai: lantai bawah, lantai 1 dan 2. Desain arsitek dan ornamennya juga bagus. Saya juga menyempatkan diri melihat papan informasi yang ada untuk mengetahui program apa saja yang bisa diikuti di masjid.  Ternyata banyak sekali program yang dilaksanakan, mulai dari pendidikan, ekonomi hingga sosial. Saat melaksanakan sholat, saya juga heran kenapa tidak ada kotak infaq yang berjalan seperti di Indonesia..haha. Setelah saya pelajari, ternyata infaq itu disampaikan melalui rekening yang diumumkan di berbagai tempat publik dan media daring seperti website dan media sosial.

The East London Mosque
 
Ujung Jalan: Masjid di Lingkungan Tempat Tinggal yang Baru





Suasana Sholat Jum'at di the East London Mosque 
Bulan Ramadhan pun tiba. Inilah momen yang saya dan istri selalu nanti. Kita benar-benar ingin merasakan bagaimana melaksanakan ibadah puasa di kota London. Mungkin melewati masa puasa dengan jauh dari keluarga pernah saya alami ketika saya tinggal di Nusa Tenggara Timur selama satu tahun. Tapi menurut istri saya ini adalah pengalaman pertama kali baginya. Pengalaman yang paling berkesan selama bulan Ramadhan di London adalah berpuasa selama 19 jam. Karena perbedaan posisi bumi dan matahari, kita harus mengalami kondisi siang yang berlangsung jauh lebih lama dibandingkan malam. Pukul 9 malam saja masih seperti pukul 5 sore. Pada jam inipun kita masih bisa berjalan-jalan keluar apartemen. Mungkin saya tidak begitu merasakan lamanya berpuasa karena disibukkan dengan kegiatan kuliah yang cukup padat dan tugas yang menguras pikiran. Tapi sepertinya istri cukup merasakan perbedaan itu karena kegiatan yang dia lakukan tidak sebanyak saya.  Untuk keperluan buka puasa dan sahur, kita hanya cukup belanja bahan-bahan mentah di supermarket terdekat. Untuk daging, kita membelinya di toko muslim terdekat atau pergi ke pasar Whitechappel sambil jalan-jalan. Terkadang kita juga membeli ayam goreng dan kentang crispy favorit kita di warung terdekat, yang pemiliknya juga muslim. Terkadang kita juga ngabuburit dengan membawa bekal untuk disantap di lokasi tujuan. Yang paling berkesan adalah ngabuburit di Chinatown atau pecinan dan di taman Royal Observatory Greenwich (ROG), yang merupakan lokasi sudut acuan waktu dunia berasal atau yang biasa dikenal dengan Greenwich Mean Time (GMT).
Buka Puasa Kita di Flat
Buka Puasa Kita di Taman ROG
Pukul 20.25 Sore atau Malam?














Ayam dan Kentang Crispy Favorit
Di taman Royal Observatory Greenwich (ROG)


Dari semua pengalaman Ramadhan di London, ada satu momen yang paling menyenangkan dan saya yakin, teman-teman kuliah saya pasti juga merasakan hal yang sama. Pengalaman itu adalah ngabuburit dan berbuka puasa bersama dengan para
Londoners atau penduduk London. Jadi setiap bulan puasa, selalu diadakan sebuah acara buka bersama bernama Ramadhan Tent (karena acaranya di dalam tenda yang besar) yang mana pesertanya tidak hanya muslim, tetapi juga semua orang dari lintas agama, ras dan etnis untuk menikmati hidangan berbuka bersama-sama. Acara ini diawali dengan sambutan dari ketua panitia atau perwakilan, tokoh masyarakat setempat dan tausyiah. Pada momen ini, saya merasakan bahwa kebahagiaan berpuasa dan berbuka itu tidak hanya dirasakan oleh umat muslim, akan tetapi orang non-muslimpun juga ikut berbahagia. Ramadhan Tent ini dilaksanakan dua hari sekali selama bulan puasa dan para pengunjung sama sekali tidak dipungut biaya untuk semua hidangan berbuka. Kebetulan lokasi diadakannya Ramadhan tent ini juga sangat dekat dengan kampus. Sehingga saya biasanya ikut acara ini sepulang dari kampus atau sebelum ke kampus. Dari informasi yang saya dapat, dana yang dipakai untuk acara ini berasal dari donasi atau sponsor dari berbagai kalangan masyarakat dan pengusaha. Acara ini juga pernah disiarkan oleh TV dan surat kabar. Walikota London, Sadiq Khan yang juga merupakan seorang muslim keturunan Pakistan pernah memberikan sambutan secara khusus di TV dan akun media sosialnya tentang acara ini.  Momen yang tak terlupa lainnya di acara ini adalah ketika kita pernah menjadi saksi seorang non-muslim yang memutuskan untuk menjadi muslim (Mu'alaf).
Suasana Ramadhan Tent 1
Susana Ramadhan Tent 2
Pesan Ramadhan di Papan Reklame Pinggir Jalan
Tulisan ini saya tutup dengan pengalaman lebaran di kota London. Setelah menjalani puasa sebulan, saya tidak menyangka bahwa ternyata KBRI yang berkantor di London selalu mengadakan sholat ied bersama. KBRI berharap momen lebaran di Inggris bisa dijadikan sebagai sarana silaturahmi bersama seluruh WNI yang ada di Inggris khususnya yang tinggal di London. Sehingga khusus lebaran ini, saya tidak melaksanakan sholat ied di masjid sekitar tempat tinggal saya dan bersilaturahim dengan para jamaah setempat. Saya bersama dengan teman-teman Indonesia lainnya sepakat untuk melaksanakan sholat ied di lokasi yang telah disiapkan oleh KBRI. Sholat ied ini diberlangsungkan di teras rumah kediaman Bapak duta besar dan keluarganya yang cukup luas bernama Wisma Nusantara. Lokasi Wisma Nusantara cukup jauh dari tempat tinggal saya: untuk kesana, saya harus naik bus selama satu jam. Ketika sampai di lokasi, saya kaget karena ternyata jamaahnya banyak banget dan mayoritas itu adalah orang Indonesia. Saya benar-benar merasakan nuansa Indonesia banget disini. Kaya di kampung sendiri..haha. Kegiatan sholat ied ini kemudian dilanjutkan dengan bersalam-salaman dan makan bersama di taman yang dekat dengan tempat sholat. Disana banyak sekali menu hidangan yang tersedia dan kita bisa memilihnya sampai puas. Di momen ini pula saya dan istri juga bertemu dengan seorang artis nasional, Kimberly Ryder dan tidak lupa mengajaknya untuk berfoto bersama...hehe.

Suasana Sholat Ied di Wisma Nusantara




Di Depan Wisma Nusantara











Bertemu dengan Kimberly Ryder
Buka Bersama Mahasiswa Indonesia di London

Begitulah garis besar pengalaman saya sebagai seorang muslim yang sempat tinggal di kota London selama satu tahun. Menurut saya, bagi siapapun yang ingin berkunjung ke kota London, tidak perlu khawatir atau bingung bagaimana hidup disana sebagai muslim karena banyak sekali saudara yang seiman disana. Banyak juga makanan halal yang bisa didapatkan dengan mudah disana serta banyak sekali masjid dan tempat sholat di berbagai sudut kota.

Dari segi keamanan, kota London, sebagai ibu kota negara kerajaan, masih relatif aman. Saya sering sekali pulang dini hari ketika harus mengerjakan tugas dan disertasi di perpustakaan kampus, tapi Alhamdulillah saya tidak pernah mendapatkan gangguan dari orang asing di jalan yang sampai mengancam nyawa saya. Memang saya pernah juga sekali diganggu oleh seorang wanita mabuk bertato di sebuah halte yang dekat dengan tempat tinggal saat pulang dari kampus waktu dini hari. Waktu itu dia menginginkan uang dari saya sebesar £10 dengan alasan untuk digunakan pulang ke kampung di London selatan. Tentu saja saya menolak dan dengan tegas saya bilang ke wanita itu bahwa saya mahasiswa dan jelas tidak punya uang. Dia sempat mengejar saya dan saya marah sambil berjalan cepat. Dia kemudian memaki-maki saya dengan kata-kata kotor. Alhamdulillah, istri saya juga selalu dalam kondisi aman selama saya tinggal untuk kuliah di kampus terutama pada akhir-akhir masa kuliah karena harus mengerjakan disertasi secara intensif. Tapi saya akui sistem keamanan flat benar-benar sungguh ketat. Selain pintu kamar yang terkunci, area cluster (2 kamar lain, dapur & kamar mandi) juga bisa dikunci. Pada bagian pintu utama flat juga terdapat kunci otomatis yang hanya bisa dibuka dengan electric key.

Terkait dengan islamofobia, saya sebenarnya pernah melakukan riset kecil-kecilan mengenai islamofobia di Inggris dan menemukan bahwa kelompok semacam ini memang ada dan mereka sangat lantang menyuarakan aspirasi dan kebenciannya terhadap umat islam, akan tetapi jumlah mereka ternyata tidak banyak. Mereka juga sering berdemonstrasi terutama saat terjadi insiden penembakan di dekat Big Ben atau area Westminster pada 22 Maret 2017 dan bom bunuh diri di Manchester arena pada Mei 2017 yang mana pelakunya masih berhubungan dengan jaringan ISIS. Tetapi argumen mereka bisa dipatahkan karena selang satu bulan kemudian terdapat juga dua insiden yang korbannya adalah umat islam. Yang pertama adalah teror pembakaran sebuah apartemen yang dihuni oleh umat islam pada 15 Juni 2017 dan berikutnya adalah insiden penabrakan oleh orang tak dikenal terhadap sejumlah jamaah masjid di London utara pada 19 Juni 2017. Semua insiden ini membuktikan bahwa terorisme itu bukan berasal dari ajaran islam, tapi semua berawal dari pola pikir seseorang yang tercuci otaknya oleh kebencian. Apapun latar belakag agamanya.

Oh ya, last but not least, meskipun London itu relatif aman, kita juga harus tetap berhati-hati dan waspada. Sebagai kota multikultural yang besar, kejahatan itu pasti tetap ada di kota London. Yang paling harus kita waspadai adalah kejahatan terselubung melalui transaksi jual beli barang atau persewaan yang memerlukan banyak uang. Kejahatan ini pernah menimpa saya dan teman saya saat menyewa flat baru. Insiden ini akan saya ceritakan di artikel lainnya di blog ini... InshaAllah.   
Sekian cerita dari saya...Terimakasih telah membaca. Semoga bermanfaat.

Wassalaamualaykum wr,wb.