Rabu, 07 Juni 2023

Haruskah Bahasa Inggris (Tidak) Wajib Diajarkan di Sekolah?

 

https://metrobali.com/langkah-mundur-hapus-bahasa-inggris-sd/


Haruskah Bahasa Inggris (Tidak) Wajib Diajarkan di Sekolah?


*Aziza Restu Febrianto


Beberapa waktu lalu, banyak pihak membicarakan tentang RUU Sisdiknas yang masih dianggap penuh kontroversi. Salah satu bagian kontroversial yang dikhawatirkan oleh publik adalah penghapusan pasal Tunjangan Profesi Guru (TPG), meskipun pihak Kemendikbud telah menyampaikan bahwa RUU ini sudah terintegrasi dengan undang-undang dan peratuaran terkait lain yang mengatur tunjangan dan kesejahteraan guru dan dosen. Bagian kontroversial lainnya adalah tidak adanya mata pelajaran bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib pada jenjang sekolah dasar dan menengah. Bagian ini terlihat jelas pada Pasal 81 ayat 1. Isu kedua ini telah mengundang kegelisahan para guru, dosen, dan pakar pengajaran bahasa Inggris di Indonesia. Mereka bahkan telah menandatangani petisi yang dipelopori oleh Asosiasi Pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia, TEFLIN melalui change.or.id (lihat petisi https://chng.it/jcNwbwWZ). Setelah mendapatkan lebih dari 22,000 tandatangan dan adanya upaya peninjauan ulang di Mahkamah Konstitusi (MK), perumusan draf RUU tersebut akhirnya tidak jadi dilanjutkan.

Penghapusan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib (khususnya di sekolah dasar) sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 2013 yang lalu. Memang sebelumnya tidak ada peraturan yang menyebutkan mata pelajaran apa saja yang wajib dipelajari, tetapi dengan adanya bahasa Inggris yang masuk dalam Ujian Nasional di sekolah menengah pada waktu itu, sudah sangat jelas akan kewajiban akan mempelajari bahasa tersebut. Meskipun penghapusan ini hanya terjadi pada jenjang pendidikan dasar, banyak pihak yang mempertanyakan keputusan ini. Saat itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan bahwa mata pelajaran ini memang tidak wajib, tetapi bukan berarti dihapuskan sehingga menjadi tidak ada. Dengan kata lain, bahasa Inggris dijadikan sebagai mata pelajaran pilihan di sekolah dasar, dan pihak sekolah boleh memasukkannya sebagai mata pelajaran atau memilih untuk tidak mengajarkannya. Mohammad Nuh menyampaikan alasan utama kenapa keputusan ini dibuat, yaitu sebagai upaya dalam rangka memprioritaskan bahasa Indonesia sebagai bahasa jati diri bangsa yang harus diajarkan sejak dini. Ternyata sekarang keputusan ini berlanjut hingga pada RUU Sisdiknas yang saat ini sedang dalam proses uji publik. Bahkan penghilangan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib ini tidak hanya akan dilakukan pada jenjang sekolah dasar, tetapi juga pada jenjang pendidikan menengah.

Keinginan kuat untuk menghapuskan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib ini membuat banyak pihak bertanya apakah bahasa Inggris masih perlu diajarkan secara formal di sekolah atau tidak. Untuk menjawabnya, diperlukan telaah beberapa referensi dan penelitian empiris untuk mengukur seberapa penting bahasa asing ini untuk diajarkan di sekolah. Referensi pertama adalah undang-undang yang mengatur status dan penggunaan bahasa di Indonesia, yaitu Undang-undang No. 24 tahun  2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. Tampaknya undang-undang ini juga dijadikan sebagai salah satu alasan dasar kenapa pelajaran bahasa Inggris menjadi tidak wajib di sekolah dalam RUU Sisdiknas yang baru. Di dalam undang-undang ini, sangat jelas ditekankan mengenai pentingnya pelajaran dan penggunaan bahasa Indonesia, tidak hanya dalam forum atau pertemuan penting di dalam negeri, tetapi juga konferensi tingkat internasional. Mengacu pada peraturan ini, para pejabat negara bahkan diwajibkan untuk menggunakan bahasa Indonesia ketika menyampaikan pendapat di berbagai pertemuan penting di luar negeri. Sehingga tidak heran jika presiden Joko Widodo, pada berbagai kesempatan di luar negeri, banyak berpidato dalam bahasa Indonesia, seperti halnya beberapa pemimpin negara lainnya yang berpidato dengan bahasa nasional mereka. Kita memang seharusnya mengapresiasi upaya pemerintah dalam meningkatkan jiwa nasionalisme bangsa dan pelestarian bahasa Indonesia melalui Undang-undang No.24 tahun 2009. Namun, jika undang-undang ini dijadikan sebagai salah satu alasan kenapa bahasa Inggris tidak wajib diajarkan di sekolah, sepertinya yang membuat keputusan tersebut belum memahami esensi isi dari undang-undang tersebut.

Pada pasal 29, disebutkan dengan jelas bahwa untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik pada satuan pendidikan, negara harus menjamin kesempatan dan fasilitas yang menunjang pembelajaran bahasa tersebut. Pasal ini menunjukkan pentingnya pelajaran bahasa asing untuk menunjang proses pendidikan. Pada beberapa pasal lainnya juga disebutkan adanya situasi dimana penulisan berbagai macam dokumen seperti nota kesepemahaman, informasi publik dan publikasi ilmiah perlu dilakukan dalam bahasa asing yang dipahami oleh pihak yang bersangkutan (Pasal 35, 37, dan 38). Dalam hal ini, faktanya hingga saat ini bahasa asing yang bisa dipahami dan diterima oleh hampir semua masyarakat dunia adalah bahasa Inggris. Selain itu, menurut undang-undang ini, dalam rangka peningkatan daya saing bangsa, negara juga wajib memfasilitasi warganya untuk mendapatkan pelatihan bahasa asing yang mana faktanya juga bahasa Inggris telah menjadi alat komunikasi untuk berbagai macam pengembangan diri. Menurut pasal 31, bahasa Inggris sendiri pada kenyataannya juga merupakan satu-satunya bahasa asing yang menjadi bahasa alternatif selain bahasa Indonesia. Jika memahami tujuan dan kepentingan-kepentingan yang disebutkan dalam UU No.24 Tahun 2009, sesungguhnya dalam konteks pendidikan, pembelajaran bahasa Inggris di sekolah masih sangat dibutuhkan dan hendaknya difasilitasi dan diawasi oleh negara. Para pejabat publik dan guru di sekolah memang wajib menekankan akan pentingnya menjunjung tinggi bahasa Indonesia dalam berbagai macam kondisi, tetapi penguasaan bahasa asing khususnya bahasa Inggris tetap merupakan tanggung jawab pendidikan nasional.

Terkait dengan urgensi pembelajaran bahasa Inggris di sekolah, telah ada banyak studi yang membahas korelasi antara kompetensi bahasa Inggris terhadap pengembangan diri dan kesuksesan karir individu serta kemajuan bangsa, bahkan di negara maju dimana bahasa Inggris merupakan bahasa asing seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina. Pada tahun 2017, misalnya, World Economic Forum mengeluarkan sebuah review studi mengenai hubungan antara kompetensi bahasa Inggris dengan kemajuan ekonomi suatu bangsa. Mengutip data dari PBB dan English First (EF) English Proficiency Index (EPI), review studi ini menunjukkan bahwa kompetensi bahasa Inggris ini secara langsung dapat menunjang peningkatan Gross Demestic Product (GDP) atau jumlah nilai tambah produksi barang dan jasa serta Gross National Income (GDI) atau peningkatan pendapatan rata-rata masyarakat di suatu negara. Kompetensi bahasa Inggris ini juga berkorelasi secara sangat kuat dengan kualitas hidup masyarakat dan indeks pengembangan kualitas manusia atau Human Development Index yang mengukur tingkat pendidikan, literasi dan harapan hidup masyarakat. Hasil studi ini selaras dengan sebuah temuan riset yang dilakukan oleh beberapa peneliti dari Zheizang University, Cina. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2021 yang lalu dengan melibatkan 14,811 responden dari 14 negara di Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Penelitian tersebut membuktikan bahwa tingkat kompetensi dalam berbahasa Inggris sangat berpengaruh kuat pada kebahagiaan dan kepercayaan diri seseorang, karena kepuasan yang dia peroleh dari penghasilan yang meningkat dan aktivitas selama libur kerja. Kepuasan individu ini pada akhirnya berdampak signifikan terhadap peningkatan perekonomian negara.   

Melihat temuan dari kedua studi diatas, terlihat jelas bahwa dampak positif dari penguasaan bahasa Inggris masih sangat menakjubkan hingga saat ini, dan bahkan di masa yang akan datang. Sehingga sudah sewajarnya jika negara harus terus hadir dan mendorong masyarakatnya untuk mengembangkan kompetensinya melalui penguasaan bahasa Inggris dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Masyarakat mungkin telah memiliki kesadaran akan manfaat dan pentingnya belajar bahasa Inggris, tetapi peran negara dalam memberikan fasilitas belajar yang maksimal pastinya akan memberikan hasil dan dampak yang jauh lebih signifikan. Dengan kata lain, jika kewajiban belajar bahasa Inggris ditekankan secara formal di sekolah, maka akan semakin banyak generasi muda yang memiliki tingkat pendidikan, literasi, dan kepercayaan diri yang tinggi, serta pendapatan yang memuaskan, sehingga mereka secara tidak langsung dapat membantu meningkatkan pembangunan dan kemajuan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar