Sabtu, 19 Desember 2015

Are You Listening Effectively?


Are You Listening Effectively?


*By Aziza Restu Febrianto


When you hear a particular sound or talk, it does not mean you are listening. Allowing words to pour into your ears is not listening. Listening is a kind of skills that most people likely neglect. And listening is one of the most important methods used in learning.

Listening is not just absorbing sound. To be a good listener, we have to be active. As we place ourselves close to the speaker or instructor, we would possibly be able to see and hear the information easily. The further away we are from him or her, the greater the chance of sound being distorted or interfered by normal room noises such as overhead projector, fans, heating blowers, or probably noises from outside the room.

We should also use thought speed. Our mind works many times faster than the speaker can talk. Some research studies shows findings that the rate of the brain is almost four times that of normal speech. It explains why daydreaming occurs very frequently during a lecture in class. Anticipate and focus on where the speaker is going with the lecture.

Another thing to do is looking for the important ideas. Most speakers introduce a few new ideas and provide explanations, examples or other support for them. Our job is to identify the main ideas. He or she may return to the same few ideas again and again. So, be alert to them.

Next, listen for the signals. Good speakers use signals to point out particular information they are going to say. Common used signals are:

  • When mentioning an example: ‘for example’ ‘There are three reasons why …’
  • To signal support material: ‘For instance’ ‘Similarly’ ‘in contrast’ ‘On the other hand’
  • As they signal a conclusion or summary: ‘In conclusion….,’ ‘Finally…,’ ‘As a result….’
  •  To signal importance: ‘Now this is very important…’ ‘Remember that…’

Lead rather than follow. Leading involves two steps:

  • Read assignments given before we come to the meeting. If we read before we hear the lecture or speech, we will so much be more alert to main and important ideas.
  • Set up questions to keep ourselves in the lead. But these are not questions we use to ask the speaker. The all questions are basically used as our plans for listening.

Take notes. In usual conversations, we tend to interpret, classify and summarize what is said. In classroom learning, we do this very effectively by keeping written notes. Note taking helps us listen by providing a sequence organization to what we hear. It is very difficult to listen to a lot of disorganized and unrelated bits of information altogether. Organization is the key for effective listening and remembering. 

Senin, 14 Desember 2015

PK - 53 LPDP 2016 - Ganesha Bianglala



dreamfile.wordpress.com

Finally (Again) Alloh Made My Dream Come True


*Oleh Aziza Restu Febrianto
Setelah sekian lama ingin berkomitmen menulis dalam Bahasa Inggris di blog, akhirnya mulai dari sekarang saya putuskan juga untuk menggunakan Bahasa Indonesia pada beberapa artikel. Tujuannya agar memudahkan semua pengunjung untuk mendapat informasi yang jelas dan praktis. 

Saya menulis artikel ini sebagai wujud syukur saya kepada Alloh, Tuhan yang maha kuasa atas segala nikmat dan anugerah yang telah diberikan kepada saya selama ini. Salah satu anugerah itu adalah diterimanya saya sebagai Awardee/ penerima beasiswa yang terbesar di Indonesia, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)/ Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) sejak 10 Desember 2015. Tujuan utama saya dalam menulis artikel pendek ini adalah untuk memotivasi para pembaca terutama para generasi muda sebagai Agent of Change untuk terus berjuang meraih semua impiannya. Dan tentunya saya berharap mimpi itu tidak hanya mimpi untuk kepentingan pribadi, akan tetapi juga mimpi untuk kemajuan dan masa depan bangsa. Karena di tangan para pemuda akan selalu ada perubahan. Orang tua memiliki pengalaman, sedangkan orang muda memiliki inovasi. 

Sebelum saya berbagi pengalaman, saya juga ingin berterimakasih kepada pihak – pihak yang selama ini mendukung, memotivasi dan mendoakan saya. Sehingga saya bisa banyak belajar menimba ilmu dan berkembang seperti sekarang.  

  1. Bapak (Machfudin) dan Ibuk (Badrijah) yang merupakan guru pertama saya 
  2.  Kakak (Najib Dwi SHN dan Efri Khoirul Anam) dan adik (Emir Riza Husseini)
  3. Para sahabat di SDN Banyubiru 2 (Darsono, Warsidi, Totok, dan Agus Sumarno) yang selalu menjadi teman belajar bersama.
  4.  Sahabat di SMPN 1 Widodaren (Andi Budhianto) yang membantu saya untuk selalu meraih peringkat 3 di kelas.
  5. Teman – teman organisasi PMR di SMAN 1 Ngawi
  6. Teman – teman organisasi Takmir Masjid Al-hikmah SMAN 1 Ngawi
  7. Teman sekaligus sahabat mengaji waktu kuliah di UNNES (Pak Atang, Pak Bambang, Luqman Hakim, Mustolikh, Muhammad Faiz, (Alm). Rizky Rochmandany, Miftahurrohman, Tri Hartanto, dan Rio Noviansyah)
  8. Rohis Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNNES (OBSESI)
  9. Rohis Fakultas Bahasa dan Seni UNNES (Lingua Base)
  10. Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) UNNES
  11. BEM Fakultas Bahasa dan Seni UNNES
  12. BEM KM UNNES
  13.  English Debate Society (EDS) UNNES
  14. Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) DIKTI
  15. Laskar Cinta FBS
  16. FLP Cabang Semarang
  17. Asosiasi Nasyid Nusantara (ANN) Jateng
  18.  Lingua Nada Nasyid
  19. Suara Pujangga Nasyid
  20. Forum Indonesia Muda (FIM) Angkatan 7 dan pembina (Ayah Elmir dan Bunda Tatty)
  21. Forum Indonesia Muda (FIM) OYE Regional Semarang
  22. Komunitas Rumah Belajar Inspirasi (RUBI) Sahabat Tenggang Semarang
  23. SMP Alam Arridho Semarang
  24. Primagama Cabang Salatiga
  25. Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IKIP PGRI Madiun yang sempat menerima saya untuk mengajar sementara
  26. Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) DIKTI
  27. Para guru di SMP Katolik Sinar Pelita Mukusaki, Kabupaten Ende, NTT
  28. Keluarga di desa Watubara dan kota Ende, NTT
  29. Pendidikan Profesi Guru (PPG) UNNES
  30. Permata Bangsa International School Semarang
  31. Teman – teman IELTS Short Class di Semarang
  32. SMA Nasional Karangturi Semarang
  33. Akademi Pelayaran dan Niaga Indonesia (AKPELNI) Semarang
  34. LBPP LIA Candi Semarang
  35.  Teman dan sahabat diskusi di Semarang (Karzuni, Bondan, dan Luqman Hakim)
  36. Mantan Dekan FBS UNNES (Prof. Dr. Rustono) yang telah banyak memberikan inspirasi
  37. Mantan Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris (Dr. Issy Yuliasri) yang banyak membimbing saya selama 6 tahun di pendidikan S1 dan PPG
  38.  Ibu Intan Permata Hapsari, M.Pd yang telah membimbing saya saat PPL S1 dan PPG
  39. Dosen pembimbing utama skripsi (Bapak Widhianto, M.Pd) yang sedang mengambil program Doktor di UOW Australia
  40. Pembina RUBI Sahabat Tenggang Semarang (Bapak Sudiasto) yang sekarang menjabat sebagai Bapak RT di Dusun Tenggang, Desa Karangrejo, Kec. Gayamsari, Semarang
  41. Program Pelatihan Pelajar Indonesia di Amerika (IIEF Aminef) yang membuat saya belajar dari kegagalan
  42. Program Pertukaran Pemuda Indonesia – China (ICYE) yang membuat saya belajar dari kegagalan
  43. Beasiswa New Zealand Asian Scholarship (NZ-AS) yang membuat saya belajar dari kegagalan
  44. Beasiswa Fulbright Aminef yang membuat saya belajar dari kegagalan
Ada beberapa teman saya yang menanyakan tips dan cara agar bisa lulus LPDP kepada saya. Padahal mereka bisa mencarinya sendiri di Google. Namun, sebenarnya jika kita cermati, ketika kita menuliskan kata kunci LPDP di mesin pencari Google, akan muncul banyak sekali blog dan website yang memberikan tips dan strategi dari berbagai macam sumber. Terlalu banyak tips terkadang justru malah  membuat kita bingung. Padahal yang paling penting adalah actions. Nah, untuk lebih jelas dan praktis, semua tips yang ada saya simpulkan menjadi 6 komponen saja: 
  1. Syarat dan dokumen dasar di portal LPDP yang harus dipenuhi (Ikuti saja semua aturan mainnya) 
  2. Kepemimpinan dan keterlibatan dalam lingkungan/ komuninatas
  3. Kepercayaan diri, kedewasaan dalam mengelola emosi, dan kemampuan beradaptasi
  4.  Potensi dan minat mencapai karir ke depan, termasuk potensi untuk maju
  5. Idealisme dan nasionalisme
  6.  Pengetahuan tentang bidang studi dan keunggulan dari minat/ bidang studi/ tujuan universitas/ Kesiapan  untuk lanjut studi (Kalau bisa sudah mendapat LoA Unconditional dari Universitas tujuan)
Sebelum mendaftar beasiswa LPDP, pastikan teman – teman bisa memenuhi 6 komponen penilaian diatas. InshaAlloh, semuanya akan lancar. Amin. And finally, “Tips without actions are nothing!”


Semoga bermanfaat

Essay 3: Rencana Studi

Untuk keperluan autentitas dan originalitas, maka contoh essay in saya masukkan dalam privasi.
Bagi yang membutuhkannya, silahkan hubungi saya melalui: aresto.esperado@gmail.com
Terimakasih

Essay 2: Kontribusiku Bagi Indonesia: kontribusi yang telah, sedang dan akan saya lakukan untuk masyarakat / lembaga / instansi / profesi komunitas saya

Untuk keperluan autentitas dan originalitas, maka contoh essay in saya masukkan dalam privasi.
Bagi yang membutuhkannya, silahkan hubungi saya melalui: aresto.esperado@gmail.com
Terimakasih

Essay 1: Sukses Terbesar Dalam Hidupku

Untuk keperluan autentitas dan originalitas, maka contoh essay in saya masukkan dalam privasi.
Bagi yang membutuhkannya, silahkan hubungi saya melalui: aresto.esperado@gmail.com
Terimakasih

Udin (Sebuah Cerpen) #Latepost 4




Udin

“Anak Udik Gaya Metropolis”

(Sebuah Cerita pendek Inspirasi Nyata Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal)

Oleh Aziza Restu Febrianto

Namaku Margono. Aku adalah seorang guru kontrak kelahiran kota Semarang yang mendapatkan tugas mengajar selama satu tahun di daerah 3T (Terdepan, Tertinggal, dan Terluar), tepatnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Aku sangat bahagia sekali bisa mengabdikan diri dan mengamalkan ilmuku di tempat ini. Selain pengalaman, tentu saja banyak juga pelajaran berharga yang akan aku dapatkan selama bertugas. Sebenarnya keinginan mengajar didaerah terpencil dan tertinggal sudah menjadi impianku saat aku kuliah. Melalui informasi yang aku peroleh, di daerah yang jauh dari jangkaun orang itu sangat kekurangan guru. Banyak guru yang tidak mau ditempatkan disitu. Kalau tidak ada guru yang mengajar, lalu bagaimana nasib para siswanya? Dan sekarang impian itu menjadi kenyataan!

Saat pertama kali mengetahui bahwa aku akan bertugas di NTT, pikiranku langsung melayang – layang, membayangkan seperti apa tempat itu. Namanya saja daerah 3T, pasti itu adalah tempat yang jauh dari keramaian dan kota atau benar – benar kampung sekali. Bahkan mungkin saja tidak ada listrik dan sinyal. 

&&&&&&&&&

Tak terasa, akhirnya aku tiba juga di tempat tugas. Dan ternyata seperti yang aku duga sebelumnya. Sekolah tempat tugasku itu berada di sebuah kampung yang sangat terpencil di daratan pulau Flores, NTT. Selama di perjalanan, aku jarang sekali melihat rumah dan sawah. Yang sering terlihat adalah kebun, hutan, bukit, dan sungai. Selain terpencil, di kampung ini juga tidak ada listrik dan sinyal HP.  Jadi suasananya benar – benar sangat sepi, sunyi, dan udik sekali. Tapi pemandangannya sungguh menakjubkan. Jujur, aku tidak pernah melihat pemandangan seindah ini sebelumnya.

Aku tinggal disebuah rumah milik salah satu penduduk di kampung itu. Di siang hari, aku masih merasakan suasana yang biasa dengan pemandangan kampung yang mempesona. Namun saat memasuki malam, aku benar – benar terkejut! Bagaimana tidak? Selama ini aku sudah terbiasa hidup dengan cahaya terang dan listrik yang menyala terus menerus selama 24 jam setiap hari. Selain itu sinyal juga full sehingga ketika aku sedang merasa kesepian tinggal telfon dan sms teman, atau main internet. Tapi sekarang aku harus hidup dalam kegelapan dan tidak ada satupun yang bisa aku lakukan selain tidur dan mendengarkan radio. Satu – satunya sumber cahaya yang bisa aku upayakan adalah senter dan lampu pelita. Sebelum istirahat dan tidur, aku menyempatkan diri untuk bercengkrama sebentar dengan warga sekitar sembari memperkenalkan diri.

“Selamat malam, Bapak.” ucapan salamku sebagai tanda membuka sebuah percakapan.
“Malam, mas.” Salah seorang bapak paruh baya menyambut kedatanganku dengan sangat ramah. Ternyata bapak tua itu bukan kerabat sang pemilik rumah melainkan tetangga.
“Bapak tinggal dimana?” tanyaku.
“Saya tinggal di rumah sebelah, mas.” Dia menjawab pertanyaanku dengan senyum mengembang. Sepertinya percakapan ini semakin menarik untuk dilanjutkan. Namun sebelum aku memulainya, ternyata dia lebih duluan bertanya padaku.

“Mas dari Jawa ya?” pertanyaannya itu menandakan seolah – olah orang jawa itu mudah sekali dikenali. Mungkin lewat logat atau gaya bahasa yang aku gunakan.
“Iya, bapak.” Jawabku.
“Berapa lama rencana tinggal disini?” lanjutnya.
“Satu tahun, pak.” Jelasku.
“Wah, lumayan lama ya mas. Yah, beginilah Flores mas. Banyak tempat yang belum mendapatkan jatah listrik dari PLN.” Pernyataannya ini menunukkan seolah – olah dia tahu apa yang aku rasakan sekarang.
Tak lama kemudian dia menambahkan, “Tapi kita disini pakai generator kok mas. Jadi ya bisa terang walaupun hanya 4 jam saja. Bisa nonton TV juga.”
Setelah mendengar penjelasannya, aku malah jadi heran, “Terus kenapa sekarang masih gelap pak? Katanya memakai generator.”
“Kebetulan sedang rusak, mas.” Jelasnya.
“Oh…begitu.” Keluhku dengan sedikit kecewa.

Harapan Masa Depan #Latepost 3






Kutemukan Harapan itu di Flores

(Sebuah Cerita Inspiratif Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal)

Oleh Aziza Restu Febrianto

Mengajar di tempat – tempat baru dan terpencil merupakan sebuah cita - cita yang ingin aku capai sejak dulu sewaktu kuliah. Apalagi setelah membaca novel dan menonton film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Aku bersyukur bisa mendapatkan kesempatan itu dan ditempatkan di sebuah sekolah yang menurut pemerintah berlokasi di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Sekolah itu berada di sebuah desa terpencil di daratan pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Sebuah desa dimana mesin diesel dan generator menjadi sumber utama arus listrik. Apa mau dikata, arus listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara) belum masuk di desa ini. Di sekolah ini tidak akan kita temukan sebuah laboratorium komputer dimana siswa bisa praktik mengoperasikan komputer setiap saat serta laboratorium bahasa yang mana siswa bisa berlatih Listening dengan penutur aslinya. Boro - boro laboratorium komputer atau bahasa, ruang kelas yang ada saja masih bisa dikatakan tidak memenuhi standar. Bahkan ruang gurupun juga tidak ada. Sehingga terpaksa memanfaatkan ruang perpustakaan yang cukup sempit untuk digunakan sebagai ruang rapat atau pertemuan para guru. 

Namun keadaan sarana dan prasarana yang serba kekurangan ini tidak menyurutkan semangat para guru dan siswa untuk tetap melangsungkan kegiatan belajar dan mengajar di sekolah ini setiap harinya. Di sekolah ini, aku mengajar kelas VII yang terdiri dari tiga kelas. Selama bertugas, aku merasa telah mendapatkan banyak pelajaran dan inspirasi baru yang sangat berharga dalam hidupku. Salah satu inspirasi itu aku dapatkan dari siswa dan siswi yang aku ajar di sekolah. Diantaranya adalah Helena, Ivan, dan Dinda yang merupakan siswa yang terajin di kelas 7.  Sedangkan yang lainnya adalah Samuel, Dandi, dan Ardian, sang pembuat onar tapi cerdas. 

Hari – hari aku lalui dengan kegiatan mengajar di sekolah. Jika ada waktu luang, sepulang sekolah terkadang aku pergi ke pantai yang jaraknya sekitar satu km dari rumah tempat tinggalku atau dua km dari sekolah. Selain untuk melepas penat dan refreshing, aku juga bisa menelfon atau mengakses internet di tempat itu. Di desa ini, pantai merupakan satu – satunya tempat dimana kita bisa mendapatkan sinyal telefon walaupun sangat lemah dan tidak stabil. Seolah – olah tempat ini menjadi sebuah wartel (Warung Telekomunikasi) gratis bagi masyarakat yang rata – rata sudah memiliki HP. Bagiku ini menjadi fenomena yang sangat lucu. Banyak orang yang sudah memiliki HP, akan tetapi di lingkungan tempat tinggalnya belum terdapat sinyal. Bisa dikatakan kecepatan perkembangan jaman tidak seimbang dengan kecepatan perkembangan sarana pendukungnya di desa ini. Sehingga situasi ketidakadilan terlihat jelas disini. Tapi aku tidak ingin terlalu serius memikirkan masalah ini. Dapat menelfon dan menanyakan kabar keluarga di rumah dan teman saja aku sudah sangat beruntung. Lagipula, pemandangan di pantai bisa menjadi sarana hiburan serta mencari inspirasi baru setelah berjibaku dengan rutinitas mengajar di sekolah. 

SM-3T Angkatan 1 #Latepost 2







Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T)
 
LOKASI PENGABDIANKU
SMP Katolik Sinar Pelita
Desa Mukusaki, Kec. Wewaria, Kab. Ende
Provinsi Nusa Tenggara Timur

*By Aziza Restu Febrianto


Profil Daerah
Kondisi Demografis dan Geografis
Ketika mengikuti program SM3T, saya bertugas mengajar dan mendidik di sebuah sekolah swasta terpencil di kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur bernama SMP Katolik Sinar Pelita. Kabupaten Ende dengan ibukotanya Kota Ende adalah salah satu kabupaten di Pulau Flores, dengan luas 2.046,59 Km2 (204.660 Ha) dan populasi penduduk sebanyak 280.076 jiwa (Badan Pusat Statistik tahun 2014). Penduduk asli kabupaten Ende disebut Lio Ende. Mata pencaharian mereka sebagian besar adalah bertani dan nelayan. Secara geografis, Kabupaten Ende terletak di posisi yang strategis yaitu di bagian tengah Pulau Flores yang diapit oleh 4 kabupaten di bagian barat (Nagekeo, Ngada, Manggarai,dan Manggarai Barat). Sedangkan di bagian timur diapit oleh 2 kabupaten yaitu Kabupaten Sikka dan Flores Timur.  Secara administratif, Kabupaten Ende meliputi 21 Kecamatan, 191 Desa, dan 23 Kelurahan. Untuk mencapai kabupaten Ende dari luar pulau Flores, kita dapat menempuhnya melalui transportasi udara  dan laut. Untuk transportasi udara, Ende memiliki Bandar udara yang bernama Haji Hasan Aroeboesman. Sedangkan untuk transportasi laut bisa ditempuh dengan beberapa kapal besar seperti KM. AWU, KM. Rafelia, dan KM. RORO melalui pelabuhan Ende dan PT PELNI.
Gambaran Akses/ Rute Menuju Lokasi
Jika posisi kota Ende berada di bagian ujung selatan pulau Flores, sekolah tempat saya mengajar berlokasi di bagian paling ujung utara atau Pantura/ Pantai utara, tepatnya di Desa Mukusaki, Kec. Wewaria, Kab. Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dari kota Ende, jarak yang ditempuh untuk mencapai sekolah ini sekitar 82 Km atau  selama 4 jam dengan menggunakan transportasi umum. Di kabupaten Ende, transportasi umum yang biasa digunakan adalah truk. Akan tetapi truk tersebut dimodifikasi layaknya sebuah bus. Orang biasa menyebutnya Bus kayu. Namun, untuk bisa melakukan perjalanan, kita harus memperhatikan jadwal keberangkatan Bus kayu tersebut karena hanya beroperasi pada jam – jam tertentu. Selain truk, masyarakat biasanya menaiki bus Pemda, DAMRI yang jumlahnya hanya satu buah. Sehingga jika ingin menaiki bus DAMRI, mereka juga harus betul – betul memahami jadwalnya agar tidak ketinggalan. Ketika saya berkunjung ke kota Ende dari tempat tugas, saya biasanya naik bus kayu jurusan Kota Ende – Kecamatan Maukaro yang beroperasi dua kali saja dalam sehari yaitu pukul 09.00 pagi dan pukul 12.30 siang.

Flores in View #Latepost 1



*By Aziza Restu Febrianto
 
I never imagined that one day I could be involved and becoming a part of the community that I had not been really well acquainted before. Living in the place where the habits and cultures are like some things new in my mind. Here, I met lots of various people with different backgrounds of life especially on religions, thoughts, and customs. And I’ve learned little bit more about them all. There are some prominent social aspects considered to be interesting to tell such as traditional and local customs, social dominance, occupations, and education system prevailed. In the marriage system for example, the groom has to assure that he is indeed ready to prepare the goods and gifts called “belis” including the bride price for the engagement. Belis is usually translated into livestock such as cows, goats, sheep, and pigs. The much value of the bride price dedicated to the bride shows that he is serious for marriage.  Besides, the bride also has to prepare the gifts like clothes, sarong, and traditional food and beverages such as kibi (food made of rice), filu (local cake), wawindota (food made of pig meat), bue tana (food made of bean), and moke’ (local beer). Therefore, before making the decision for marriage, the couple should have long and serious preparations especially on the goods as well as belis needed as the compulsory requirement. Before the wedding party, the marriage begins with the agreement between the bride and the groom led by the priest in the church. The wedding party is occasionally held for two days. At night, it is enlivened by some shows of music. As I firstly attended the party, I felt it was great and awesome. The party ends with the dance music and all the guesses gather joining the dance especially “Gawi” dance, a traditional dance of East Nusa Tenggara. The dance party finally ends when the music stops in the midnight.