Senin, 14 Desember 2015

SM-3T Angkatan 1 #Latepost 2







Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T)
 
LOKASI PENGABDIANKU
SMP Katolik Sinar Pelita
Desa Mukusaki, Kec. Wewaria, Kab. Ende
Provinsi Nusa Tenggara Timur

*By Aziza Restu Febrianto


Profil Daerah
Kondisi Demografis dan Geografis
Ketika mengikuti program SM3T, saya bertugas mengajar dan mendidik di sebuah sekolah swasta terpencil di kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur bernama SMP Katolik Sinar Pelita. Kabupaten Ende dengan ibukotanya Kota Ende adalah salah satu kabupaten di Pulau Flores, dengan luas 2.046,59 Km2 (204.660 Ha) dan populasi penduduk sebanyak 280.076 jiwa (Badan Pusat Statistik tahun 2014). Penduduk asli kabupaten Ende disebut Lio Ende. Mata pencaharian mereka sebagian besar adalah bertani dan nelayan. Secara geografis, Kabupaten Ende terletak di posisi yang strategis yaitu di bagian tengah Pulau Flores yang diapit oleh 4 kabupaten di bagian barat (Nagekeo, Ngada, Manggarai,dan Manggarai Barat). Sedangkan di bagian timur diapit oleh 2 kabupaten yaitu Kabupaten Sikka dan Flores Timur.  Secara administratif, Kabupaten Ende meliputi 21 Kecamatan, 191 Desa, dan 23 Kelurahan. Untuk mencapai kabupaten Ende dari luar pulau Flores, kita dapat menempuhnya melalui transportasi udara  dan laut. Untuk transportasi udara, Ende memiliki Bandar udara yang bernama Haji Hasan Aroeboesman. Sedangkan untuk transportasi laut bisa ditempuh dengan beberapa kapal besar seperti KM. AWU, KM. Rafelia, dan KM. RORO melalui pelabuhan Ende dan PT PELNI.
Gambaran Akses/ Rute Menuju Lokasi
Jika posisi kota Ende berada di bagian ujung selatan pulau Flores, sekolah tempat saya mengajar berlokasi di bagian paling ujung utara atau Pantura/ Pantai utara, tepatnya di Desa Mukusaki, Kec. Wewaria, Kab. Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dari kota Ende, jarak yang ditempuh untuk mencapai sekolah ini sekitar 82 Km atau  selama 4 jam dengan menggunakan transportasi umum. Di kabupaten Ende, transportasi umum yang biasa digunakan adalah truk. Akan tetapi truk tersebut dimodifikasi layaknya sebuah bus. Orang biasa menyebutnya Bus kayu. Namun, untuk bisa melakukan perjalanan, kita harus memperhatikan jadwal keberangkatan Bus kayu tersebut karena hanya beroperasi pada jam – jam tertentu. Selain truk, masyarakat biasanya menaiki bus Pemda, DAMRI yang jumlahnya hanya satu buah. Sehingga jika ingin menaiki bus DAMRI, mereka juga harus betul – betul memahami jadwalnya agar tidak ketinggalan. Ketika saya berkunjung ke kota Ende dari tempat tugas, saya biasanya naik bus kayu jurusan Kota Ende – Kecamatan Maukaro yang beroperasi dua kali saja dalam sehari yaitu pukul 09.00 pagi dan pukul 12.30 siang.

Sebenarnya Pulau Flores tergolong pulau yang tidak terlalu besar dan untuk menjelajahi pulau ini seharusnya tidak memakan waktu yang lama. Tetapi dengan kondisi alamnya yang berupa perbukitan membuat banyak jalan menjadi berkelok – kelok. Sehingga jarak tempuh dari satu tempat ke tempat lainnya menjadi sangat jauh. Kondisi jalannya juga tidak semuanya bagus dan beraspal. Kondisi jalan dari kota Ende menuju desa tempat saya bertugas tidak sepenuhnya beraspal dan bahkan masih banyak yang berdebu atau berlumpur. Saya juga harus melewati jalanan sempit yang ditutupi semak belukar. Namun, karena dijadikan jalan transportasi utama kabupaten Ende menuju kabupaten Ngada, jalan ini relatif sangat aman. Walaupun kondisi jalannya yang kurang ramah, namun selama perjalanan saya disuguhi pemandangan yang sangat menakjubkan berupa perbukitan hijau, sawah, ladang sayuran dan buah, sungai dengan airnya yang jernih serta perkampungan penduduk dengan rumah bambunya yang khas.   
Keunikan Sosial Budaya
SMP Katolik Sinar Pelita merupakan satu – satunya SMP swasta di kecamatan. Karena lokasinya yang jauh dari kota, saya tidak menemukan jaringan listrik dan sinyal telefon seluler di sekitar sekolah ini. Masyarakat di desa Mukusaki mengandalkan jenset/ generator sebagai penghasil energi listriknya. Namun penggunaannya sangatlah terbatas yaitu hanya 4 jam dalam setiap harinya. Mayoritas masyarakatnya adalah pemeluk agama Katolik. Karena saya adalah seorang muslim, saya bersyukur bisa mendapatkan pengalaman untuk bisa belajar tentang budaya dan toleransi agama disini. Untuk memudahkan saya dalam beribadah, selama bertugas, saya tinggal di sebuah kampung muslim kecil yang lokasinya sekitar 1,5 KM dari sekolah. Di kampung ini hanya dihuni oleh sekitar 30 an Kepala Keluarga (KK) yang semuanya beragama Islam. Disini saya bertemu dengan dua peserta SM3T lain dari Padang yang sudah dua hari terlebih dahulu tiba di desa. Kami bertiga kemudian tinggal bersama, tepatnya di sebuah rumah milik kepala SD di kampung muslim ini. Nama kampung tersebut adalah Watubara dengan SDN Watubara sebagai satu – satunya sekolah dasar di kampung itu. Sejarah kampung ini tidak lepas dari para transmigran Sulawesi yang datang puluhan tahun yang lalu. Oleh karena itu, mayoritas penduduk kampung merupakan keturunan suku bugis dan Bonerate. Dengan keberadaan kampung muslim di desa tempat kami bertugas, kami menjadi banyak belajar tentang sikap interaksi, tenggang rasa, dan toleransi antar kedua pemeluk agama yang berbeda (Katolik dan Islam) disini.
Selama bertugas, kami sangat menikmati aktifitas rutin kami di sekolah dan desa. Kami sering diundang di berbagai macam acara besar seperti pernikahan, rapat desa, kerja bakti, dan upacara adat. Hal yang wajib dilakukan pada saat acara besar desa adalah menari dan berjoget diiringi dengan musik tradisional Lio Ende. Biasanya acara tersebut diawali dengan tarian Gawi dan Ja’I yang melibatkan semua tamu undangan. Tari Gawi merupakan tarian khas suku Lio Ende yang merupakan suku asli di kabupaten Ende. Sedangkan  Tari Ja’i berasal dari sebelah barat kabupaten Ende yaitu kabupaten Manggarai. Dalam tarian Gawi, semua peserta saling bergandeng tangan membentuk sebuah lingkaran. Kemudian melakukan gerakan memutar dengan hentakan kaki yang khas sambil diiringi musik tradisional suku Lio Ende. Uniknya, semua tamu termasuk orang dewasa dan anak – anak harus ikut menari bebas disini. Mereka tidak membedakan usia dan darimana orang itu berasal. Yang jelas semua orang terlihat sangat bahagia menikmati pesta sampai tengah malam. Kegiatan yang paling saya suka adalah upacara adat yang biasanya dilakukan untuk beberapa tujuan tertentu di desa seperti berdoa agar diperlancar semua kegiatan pertanian serta dijauhkan dari marabahaya dan bencana. Upacara adat ini dipimpin oleh seseorang yang paling dihormati di desa sebelum kepala desa yaitu Mosalaki. Mosalaki adalah seorang tokoh desa yang dituakan dan masih merupakan keturunan dari orang yang mewarisi tanah nenek moyang. Saya sangat menyukai kegiatan ini karena saya bisa belajar banyak tentang budaya dan adat istiadat suku Lio Ende secara langsung disini. Semua peserta juga upacara harus memakai pakaian adat Lio Ende. Dan ini merupakan pengalaman  pertama saya memakai pakaian adat itu. Pakaian adat ini terdiri dari ikat kepala dari kain batik, kaos oblong warna putih, selempang dan bawahan yang terbuat dari kain tenun. Kain tenun ini merupakan ciri khas karya masyarakat Lio Ende yang paling saya suka. Kain tenun yang paling bagus, unik dan mahal dibuat dari bahan serat pepohonan. Proses pembuatannyapun memerlukan waktu yang sangat lama. Satu lembar kain tenun baru bisa selesai dikerjakan minimal selama 1 tahun. Harga kain tenun ini bisa mencapai jutaan rupiah.
Daya Tarik Wisata
Selain budaya dan adat istiadat yang khas dan unik, kabupaten Ende juga memiliki beberapa tempat wisata yang sangat menarik. Ketika berada di Ende, mengunjungi tempat – tempat ini bagi saya merupakan sebuah keharusan karena selain untuk mengisi waktu libur, saya juga bisa belajar mengenal daerah, sejarah, dan budaya di sekitar tempat saya bertugas secara langsung. Tempat wisata itu antara lain adalah:
  1. Museum dan Bekas Rumah Pengasingan Bung Karno
Ketika pertama kali tiba di kota Ende, satu hal yang membuat saya penasaran yaitu tempat tinggal Bung Karno waktu diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1934 dulu di kota ini. Saya mendapatkan informasi ini melalui internet sebelum berangkat bertugas dan cerita dari warga yang saya temui saat tiba di kota Ende. Tidak berfikir lama, saya dan teman – teman peserta SM3T yang lain langsung menyambangi tempat ini. Bekas rumah pengasingan presiden pertama RI itu masih tertata rapi, bersih, dan dijaga keasliannya. Terpasang foto – foto beliau bersama istri dan masyarakat Ende kala itu. Terdapat pula benda – benda penting yang digunakan beliau sehari - harinya seperti piring, gelas, tongkat dan sebagainya.
  1. Taman Pancasila
Taman Pancasila yang terletak di pusat kota Ende ini merupakan Icon atau Landmark kota Ende. Taman ini memiliki sejarah yang sangat penting bagi kota Ende dan bangsa Indonesia. Di taman inilah Bapak Presiden pertama RI menghabiskan waktu sore harinya setelah seharian beraktifitas selama diasingkan oleh Pemerintah kolonial Belanda dulu. Masyarakat Ende meyakini bahwa di tempat inilah Bung Karno banyak memikirkan masa depan bangsa yang pada akhirnya mendapat petunjuk tentang rumusan Pancasila. Sehingga untuk mengenang sejarah ini, dibangunlah Patung Bung Karno yang cukup besar. Selain Patung Bung Karno, terdapat pula Pohon Sukun bercabang lima yang dipercaya sebagai tempat berteduh Bung Karno. Taman ini mengalami banyak perubahan ketika Bapak Wakil Presiden Boediono datang dan meresmikan taman ini pada tanggal 1 Juni 2013. Dengan adanya situs taman Pancasila ini, diharapkan rakyat Indonesia tidak pernah melupakan kota Ende yang merupakan tempat penting bagi sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.

  1. Danau Tiga Warna Kelimutu
Tempat wisata di kabupaten Ende yang paling terkenal adalah danau Kelimutu. Orang banyak mengenal danau ini dengan sebutan Danau Tiga Warna karena ketiga danau memiliki warna yang berbeda dan dapat berubah ubah setiap waktu. Danau ini terletak di kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende. Jarak antara kota Ende dan danau Kelimutu tidak begitu jauh. Dengan menaiki bus kayu, kita hanya memerlukan waktu 2 jam. Sedangkan waktu tempuh dari desa tempat saya bertugas sekitar 3 jam. Selama perjalanan menuju danau, kita akan disuguhi pemandangan yang begitu menakjubkan. Karena lokasinya yang berada di pegunungan, di perjalanan kita bisa menikmati hamparan sawah, kebun dan perbukitan yang hijau. Kondisi jalannya juga sudah sangat bagus. Sesampainya di lokasi wisata danau, kita akan menjumpai banyak sekali monyet berkeliaran yang tidak takut dengan para pengunjung. Selain itu kita juga bertemu dengan beberapa orang yang menjajakan cinderamata khas kabupaten Ende dan danau Kelimutu. Banyak juga wisatawan asing yang mengunjungi tempat ini. Tidak salah jika dulu danau ini masuk kedalam salah satu keajaiban dunia.
  1. Kampung Adat Wologai
Jika ingin mengetahui budaya dan adat istiadat suku Lio Ende secara langsung, kita bisa mengunjungi Kampung Adat Wologai khususnya pada saat dilaksanakannya upacara adat. Kampung ini terletak di desa Wologai Tengah, Kecamatan Detusoko yang berjarak sekitar 40 Km atau waktu tempuh sekitar satu jam dari kota Ende. Kampung ini merupakan salah salah satu dari 24 komunitas adat suku Lio Ende yang berada di sekitar Taman Nasional Kelimutu, dengan budayanya yang luhur dan kental dengan perilaku relijius dan magis akan kedekatannya yang kuat terhadap alam. Kampung ini memiliki sejumlah bangunan rumah adat bercirikhas tradisional yang tertata rapi membentuk lingkaran dimana sejumlah atraksi budaya dapat dipentaskan selama upacara adat berlangsung disini. Upacara adat dan atraksi budaya terkenal yang rutin diselenggarakan tiap tahunnya bernama Nggua Ria. Atraksi budaya ini selalu dilaksanakan pada tanggal 25 Agustur s/d 15 September.
  1. Kerikil Hijau di Pantai Panggajawa
Pantai Panggawaja terletak cukup dekat dengan kota Ende. Lokasinya di sebelah barat kota Ende sekitar 20 Km. Kita bisa menempuhnya dengan menaiki angkutan kota dari terminal Ndao menuju Kecamatan Nangapanda. Angkutan kota ini rutenya melewati jalanan yang mengikuti garis pantai. Dengan kondisi jalan yang erkelok – kelok mengikuti punggung bukit, pemandangan laut lepas disebelah kiri jalan menjadi terlihat sangat indah. Jika kita sudah melihat pantai dengan hamparan bebatuan biru, berarti kita sudah sampai di Pantai Panggawajawa. Pertama kali melihat secara langsung pantai ini, saya dan teman – teman merasa sangat takjub. Ternyata warna bebatuannya tidak hanya biru dan hijau. Ada juga yang berwarna merah, ungu, kuning, cokelat, dsb. Yang bikin saya heran lagi seluruh pantai ditutupi oleh bebatuan ini. Hanya sedikit bagian dari pantai yang terdapat pasirnya. 

  1. Pantai Pasir Putih Enabara di Kecamatan Maurole
Inilah pantai yang paling saya suka di kabupaten Ende. Pantai dengan hamparan pasir putih dan air yang tenang menjadikan pantai Enabara sebagai primadona masyarakat di dalam dan luar kabupaten Ende. Lokasinya tidak jauh dari desa tempat saya bertugas. Ketika mengunjungi pantai ini, saya menggunakan sepeda motor milik seorang kerabat dari keluarga di kampung yang tinggal dekat dengan pantai. Saya waktu itu juga ditemani oleh anak dari bapak pemilik rumah yang saya tinggali di kampung. Waktu tempuh menuju pantai Enabara dari kampung sekitar 1.5 jam. Sesampainya di lokasi pantai, sayapun tidak henti – hentinya mengucap syukur. Saya sangat bersyukur bisa diberikan kesempatan untuk mengunjungi pantai seindah ini. Selain mengambil gambar di semua sudut pantai termasuk pulau di seberang yang memiliki gunung berapi aktif bernama Palue, sayapun tidak sabar untuk mandi di laut pantai yang sangat tenang ini. Dengan keindahan laut dan pantai yang dimiliki Pantai Enabara, tidak salah jika pantai ini dikunjungi oleh para peserta sailors untuk bersantai dan mandi ketika penyelenggaraan International Sail berlangsung selama 3 tahun terakhir ini menurut berita yang diunggah oleh situs floresisland.weebly.com.  
  1. Pantai Maukaro
Pantai Maukaro juga merupakan pantai berpasir putih yang juga tidak kalah menarik. Tepat seperti namanya, pantai ini terletak di Kecamatan Maukaro yang merupakan kecamatan paling barat di kabupaten Ende. Dari desa tempat tugas saya, jaraknya juga tidak jauh dan rute perjalanannya juga sangat mudah. Saya dan rombongan peserta SM-3T lain dari Semarang mengunjungi pantai ini ketika melaksanakan program penanaman Mangrove. Riak – riak kecil ombak serta panoramanya yang eksotik membuat masyarakat menjadikannya tempat untuk berakhir pekan. Dengan ombaknya yang tenang, laut di pantai ini juga sangat cocok untuk kegiatan berenang. Jika ingin mencicipi hasil laut, di pantai ini tersedia juga berbagai macam jenis ikan yang dijual oleh para pedagang ikan.
Ketujuh tempat wisata ini hanyalah sedikit dari tempat – tempat indah di Kabupaten Ende khususnya dan Provinsi Nusa Tenggara pada umumnya. Masih banyak tempat – tempat mengagumkan lain di kabupaten Ende baik yang berhubungan sejarah, budaya maupun alamnya yang belum tereksplor dan alami. Karena waktu tinggal yang singkat (1 tahun), tidak banyak tempat yang bisa saya kunjungi selama mengikuti SM-3T. Walaupun begitu, kabupaten Ende dengan sejarah, budaya, alam indah, dan masyarakatnya yang ramah benar – benar membuat saya rindu untuk bisa berkunjung lagi suatu hari.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar