Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T)
LOKASI PENGABDIANKU
LOKASI PENGABDIANKU
SMP Katolik Sinar Pelita
Desa Mukusaki, Kec. Wewaria,
Kab. Ende
Provinsi Nusa Tenggara Timur
*By Aziza Restu Febrianto
Profil Daerah
Kondisi Demografis dan Geografis
Ketika mengikuti program SM3T,
saya bertugas mengajar dan mendidik di sebuah sekolah swasta terpencil di
kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur bernama SMP Katolik Sinar Pelita.
Kabupaten Ende dengan ibukotanya Kota Ende adalah salah satu kabupaten di Pulau
Flores, dengan luas 2.046,59 Km2 (204.660 Ha) dan populasi penduduk sebanyak
280.076 jiwa (Badan Pusat Statistik tahun 2014). Penduduk asli kabupaten Ende
disebut Lio Ende. Mata pencaharian mereka sebagian besar adalah bertani dan
nelayan. Secara geografis, Kabupaten Ende terletak di posisi yang strategis yaitu
di bagian tengah Pulau Flores yang diapit oleh 4 kabupaten di bagian barat
(Nagekeo, Ngada, Manggarai,dan Manggarai Barat). Sedangkan di bagian timur
diapit oleh 2 kabupaten yaitu Kabupaten Sikka dan Flores Timur. Secara administratif, Kabupaten Ende meliputi
21 Kecamatan, 191 Desa, dan 23 Kelurahan. Untuk mencapai kabupaten Ende dari
luar pulau Flores, kita dapat menempuhnya melalui transportasi udara dan laut. Untuk transportasi udara, Ende
memiliki Bandar udara yang bernama Haji Hasan Aroeboesman. Sedangkan untuk
transportasi laut bisa ditempuh dengan beberapa kapal besar seperti KM. AWU,
KM. Rafelia, dan KM. RORO melalui pelabuhan Ende dan PT PELNI.
Gambaran Akses/ Rute Menuju Lokasi
Jika posisi kota Ende berada di
bagian ujung selatan pulau Flores, sekolah tempat saya mengajar berlokasi di
bagian paling ujung utara atau Pantura/ Pantai utara, tepatnya di Desa
Mukusaki, Kec. Wewaria, Kab. Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dari
kota Ende, jarak yang ditempuh untuk mencapai sekolah ini sekitar 82 Km
atau selama 4 jam dengan menggunakan
transportasi umum. Di kabupaten Ende, transportasi umum yang biasa digunakan
adalah truk. Akan tetapi truk tersebut dimodifikasi layaknya sebuah bus. Orang
biasa menyebutnya Bus kayu. Namun, untuk bisa melakukan perjalanan, kita harus
memperhatikan jadwal keberangkatan Bus kayu tersebut karena hanya beroperasi
pada jam – jam tertentu. Selain truk, masyarakat biasanya menaiki bus Pemda, DAMRI
yang jumlahnya hanya satu buah. Sehingga jika ingin menaiki bus DAMRI, mereka juga
harus betul – betul memahami jadwalnya agar tidak ketinggalan. Ketika saya
berkunjung ke kota Ende dari tempat tugas, saya biasanya naik bus kayu jurusan Kota
Ende – Kecamatan Maukaro yang beroperasi dua kali saja dalam sehari yaitu pukul
09.00 pagi dan pukul 12.30 siang.
Sebenarnya Pulau Flores tergolong
pulau yang tidak terlalu besar dan untuk menjelajahi pulau ini seharusnya tidak
memakan waktu yang lama. Tetapi dengan kondisi alamnya yang berupa perbukitan
membuat banyak jalan menjadi berkelok – kelok. Sehingga jarak tempuh dari satu
tempat ke tempat lainnya menjadi sangat jauh. Kondisi jalannya juga tidak semuanya
bagus dan beraspal. Kondisi jalan dari kota Ende menuju desa tempat saya
bertugas tidak sepenuhnya beraspal dan bahkan masih banyak yang berdebu atau
berlumpur. Saya juga harus melewati jalanan sempit yang ditutupi semak belukar.
Namun, karena dijadikan jalan transportasi utama kabupaten Ende menuju
kabupaten Ngada, jalan ini relatif sangat aman. Walaupun kondisi jalannya yang
kurang ramah, namun selama perjalanan saya disuguhi pemandangan yang sangat
menakjubkan berupa perbukitan hijau, sawah, ladang sayuran dan buah, sungai
dengan airnya yang jernih serta perkampungan penduduk dengan rumah bambunya
yang khas.
Keunikan Sosial Budaya
SMP Katolik Sinar Pelita
merupakan satu – satunya SMP swasta di kecamatan. Karena lokasinya yang jauh
dari kota, saya tidak menemukan jaringan listrik dan sinyal telefon seluler di
sekitar sekolah ini. Masyarakat di desa Mukusaki mengandalkan jenset/ generator
sebagai penghasil energi listriknya. Namun penggunaannya sangatlah terbatas yaitu
hanya 4 jam dalam setiap harinya. Mayoritas masyarakatnya adalah pemeluk agama
Katolik. Karena saya adalah seorang muslim, saya bersyukur bisa mendapatkan
pengalaman untuk bisa belajar tentang budaya dan toleransi agama disini. Untuk
memudahkan saya dalam beribadah, selama bertugas, saya tinggal di sebuah
kampung muslim kecil yang lokasinya sekitar 1,5 KM dari sekolah. Di kampung ini
hanya dihuni oleh sekitar 30 an Kepala Keluarga (KK) yang semuanya beragama
Islam. Disini saya bertemu dengan dua peserta SM3T lain dari Padang yang sudah
dua hari terlebih dahulu tiba di desa. Kami bertiga kemudian tinggal bersama,
tepatnya di sebuah rumah milik kepala SD di kampung muslim ini. Nama kampung
tersebut adalah Watubara dengan SDN Watubara sebagai satu – satunya sekolah
dasar di kampung itu. Sejarah kampung ini tidak lepas dari para transmigran
Sulawesi yang datang puluhan tahun yang lalu. Oleh karena itu, mayoritas
penduduk kampung merupakan keturunan suku bugis dan Bonerate. Dengan keberadaan
kampung muslim di desa tempat kami bertugas, kami menjadi banyak belajar tentang
sikap interaksi, tenggang rasa, dan toleransi antar kedua pemeluk agama yang
berbeda (Katolik dan Islam) disini.
Selama bertugas, kami sangat
menikmati aktifitas rutin kami di sekolah dan desa. Kami sering diundang di
berbagai macam acara besar seperti pernikahan, rapat desa, kerja bakti, dan
upacara adat. Hal yang wajib dilakukan pada saat acara besar desa adalah menari
dan berjoget diiringi dengan musik tradisional Lio Ende. Biasanya acara
tersebut diawali dengan tarian Gawi
dan Ja’I yang melibatkan semua tamu
undangan. Tari Gawi merupakan tarian
khas suku Lio Ende yang merupakan suku asli di kabupaten Ende. Sedangkan Tari Ja’i
berasal dari sebelah barat kabupaten Ende yaitu kabupaten Manggarai. Dalam
tarian Gawi, semua peserta saling
bergandeng tangan membentuk sebuah lingkaran. Kemudian melakukan gerakan
memutar dengan hentakan kaki yang khas sambil diiringi musik tradisional suku
Lio Ende. Uniknya, semua tamu termasuk orang dewasa dan anak – anak harus ikut
menari bebas disini. Mereka tidak membedakan usia dan darimana orang itu
berasal. Yang jelas semua orang terlihat sangat bahagia menikmati pesta sampai tengah
malam. Kegiatan yang paling saya suka adalah upacara adat yang biasanya
dilakukan untuk beberapa tujuan tertentu di desa seperti berdoa agar diperlancar
semua kegiatan pertanian serta dijauhkan dari marabahaya dan bencana. Upacara
adat ini dipimpin oleh seseorang yang paling dihormati di desa sebelum kepala
desa yaitu Mosalaki. Mosalaki adalah seorang tokoh desa yang
dituakan dan masih merupakan keturunan dari orang yang mewarisi tanah nenek
moyang. Saya sangat menyukai kegiatan ini karena saya bisa belajar banyak
tentang budaya dan adat istiadat suku Lio Ende secara langsung disini. Semua
peserta juga upacara harus memakai pakaian adat Lio Ende. Dan ini merupakan
pengalaman pertama saya memakai pakaian
adat itu. Pakaian adat ini terdiri dari ikat kepala dari kain batik, kaos oblong
warna putih, selempang dan bawahan yang terbuat dari kain tenun. Kain tenun ini
merupakan ciri khas karya masyarakat Lio Ende yang paling saya suka. Kain tenun
yang paling bagus, unik dan mahal dibuat dari bahan serat pepohonan. Proses
pembuatannyapun memerlukan waktu yang sangat lama. Satu lembar kain tenun baru
bisa selesai dikerjakan minimal selama 1 tahun. Harga kain tenun ini bisa
mencapai jutaan rupiah.
Daya Tarik Wisata
Selain budaya dan adat istiadat
yang khas dan unik, kabupaten Ende juga memiliki beberapa tempat wisata yang
sangat menarik. Ketika berada di Ende, mengunjungi tempat – tempat ini bagi
saya merupakan sebuah keharusan karena selain untuk mengisi waktu libur, saya juga
bisa belajar mengenal daerah, sejarah, dan budaya di sekitar tempat saya
bertugas secara langsung. Tempat wisata itu antara lain adalah:
- Museum dan Bekas Rumah Pengasingan Bung Karno
Ketika pertama
kali tiba di kota Ende, satu hal yang membuat saya penasaran yaitu tempat
tinggal Bung Karno waktu diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun
1934 dulu di kota ini. Saya mendapatkan informasi ini melalui internet sebelum
berangkat bertugas dan cerita dari warga yang saya temui saat tiba di kota
Ende. Tidak berfikir lama, saya dan teman – teman peserta SM3T yang lain langsung
menyambangi tempat ini. Bekas rumah pengasingan presiden pertama RI itu masih tertata
rapi, bersih, dan dijaga keasliannya. Terpasang foto – foto beliau bersama
istri dan masyarakat Ende kala itu. Terdapat pula benda – benda penting yang
digunakan beliau sehari - harinya seperti piring, gelas, tongkat dan sebagainya.
- Taman Pancasila
Taman
Pancasila yang terletak di pusat kota Ende ini merupakan Icon atau Landmark kota
Ende. Taman ini memiliki sejarah yang sangat penting bagi kota Ende dan bangsa
Indonesia. Di taman inilah Bapak Presiden pertama RI menghabiskan waktu sore
harinya setelah seharian beraktifitas selama diasingkan oleh Pemerintah
kolonial Belanda dulu. Masyarakat Ende meyakini bahwa di tempat inilah Bung
Karno banyak memikirkan masa depan bangsa yang pada akhirnya mendapat petunjuk
tentang rumusan Pancasila. Sehingga untuk mengenang sejarah ini, dibangunlah
Patung Bung Karno yang cukup besar. Selain Patung Bung Karno, terdapat pula
Pohon Sukun bercabang lima yang dipercaya sebagai tempat berteduh Bung Karno.
Taman ini mengalami banyak perubahan ketika Bapak Wakil Presiden Boediono
datang dan meresmikan taman ini pada tanggal 1 Juni 2013. Dengan adanya situs
taman Pancasila ini, diharapkan rakyat Indonesia tidak pernah melupakan kota Ende
yang merupakan tempat penting bagi sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.
- Danau Tiga Warna Kelimutu
Tempat wisata
di kabupaten Ende yang paling terkenal adalah danau Kelimutu. Orang banyak
mengenal danau ini dengan sebutan Danau Tiga Warna karena ketiga danau memiliki
warna yang berbeda dan dapat berubah ubah setiap waktu. Danau ini terletak di
kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende. Jarak antara kota Ende dan danau Kelimutu
tidak begitu jauh. Dengan menaiki bus kayu, kita hanya memerlukan waktu 2 jam.
Sedangkan waktu tempuh dari desa tempat saya bertugas sekitar 3 jam. Selama
perjalanan menuju danau, kita akan disuguhi pemandangan yang begitu
menakjubkan. Karena lokasinya yang berada di pegunungan, di perjalanan kita
bisa menikmati hamparan sawah, kebun dan perbukitan yang hijau. Kondisi
jalannya juga sudah sangat bagus. Sesampainya di lokasi wisata danau, kita akan
menjumpai banyak sekali monyet berkeliaran yang tidak takut dengan para
pengunjung. Selain itu kita juga bertemu dengan beberapa orang yang menjajakan
cinderamata khas kabupaten Ende dan danau Kelimutu. Banyak juga wisatawan asing
yang mengunjungi tempat ini. Tidak salah jika dulu danau ini masuk kedalam
salah satu keajaiban dunia.
- Kampung Adat Wologai
Jika ingin
mengetahui budaya dan adat istiadat suku Lio Ende secara langsung, kita bisa
mengunjungi Kampung Adat Wologai khususnya pada saat dilaksanakannya upacara
adat. Kampung ini terletak di desa Wologai Tengah, Kecamatan Detusoko yang
berjarak sekitar 40 Km atau waktu tempuh sekitar satu jam dari kota Ende.
Kampung ini merupakan salah salah satu dari 24 komunitas adat suku Lio Ende
yang berada di sekitar Taman Nasional Kelimutu, dengan budayanya yang luhur dan
kental dengan perilaku relijius dan magis akan kedekatannya yang kuat terhadap
alam. Kampung ini memiliki sejumlah bangunan rumah adat bercirikhas tradisional
yang tertata rapi membentuk lingkaran dimana sejumlah atraksi budaya dapat
dipentaskan selama upacara adat berlangsung disini. Upacara adat dan atraksi
budaya terkenal yang rutin diselenggarakan tiap tahunnya bernama Nggua Ria. Atraksi budaya ini selalu
dilaksanakan pada tanggal 25 Agustur s/d 15 September.
- Kerikil Hijau di Pantai Panggajawa
Pantai
Panggawaja terletak cukup dekat dengan kota Ende. Lokasinya di sebelah barat
kota Ende sekitar 20 Km. Kita bisa menempuhnya dengan menaiki angkutan kota
dari terminal Ndao menuju Kecamatan Nangapanda. Angkutan kota ini rutenya
melewati jalanan yang mengikuti garis pantai. Dengan kondisi jalan yang erkelok
– kelok mengikuti punggung bukit, pemandangan laut lepas disebelah kiri jalan
menjadi terlihat sangat indah. Jika kita sudah melihat pantai dengan hamparan
bebatuan biru, berarti kita sudah sampai di Pantai Panggawajawa. Pertama kali
melihat secara langsung pantai ini, saya dan teman – teman merasa sangat
takjub. Ternyata warna bebatuannya tidak hanya biru dan hijau. Ada juga yang
berwarna merah, ungu, kuning, cokelat, dsb. Yang bikin saya heran lagi seluruh
pantai ditutupi oleh bebatuan ini. Hanya sedikit bagian dari pantai yang
terdapat pasirnya.
- Pantai Pasir Putih Enabara di Kecamatan Maurole
Inilah pantai
yang paling saya suka di kabupaten Ende. Pantai dengan hamparan pasir putih dan
air yang tenang menjadikan pantai Enabara sebagai primadona masyarakat di dalam
dan luar kabupaten Ende. Lokasinya tidak jauh dari desa tempat saya bertugas.
Ketika mengunjungi pantai ini, saya menggunakan sepeda motor milik seorang
kerabat dari keluarga di kampung yang tinggal dekat dengan pantai. Saya waktu
itu juga ditemani oleh anak dari bapak pemilik rumah yang saya tinggali di
kampung. Waktu tempuh menuju pantai Enabara dari kampung sekitar 1.5 jam.
Sesampainya di lokasi pantai, sayapun tidak henti – hentinya mengucap syukur.
Saya sangat bersyukur bisa diberikan kesempatan untuk mengunjungi pantai seindah
ini. Selain mengambil gambar di semua sudut pantai termasuk pulau di seberang yang
memiliki gunung berapi aktif bernama Palue, sayapun tidak sabar untuk mandi di
laut pantai yang sangat tenang ini. Dengan keindahan laut dan pantai yang
dimiliki Pantai Enabara, tidak salah jika pantai ini dikunjungi oleh para
peserta sailors untuk bersantai dan
mandi ketika penyelenggaraan International
Sail berlangsung selama 3 tahun terakhir ini menurut berita yang diunggah
oleh situs floresisland.weebly.com.
- Pantai Maukaro
Pantai Maukaro
juga merupakan pantai berpasir putih yang juga tidak kalah menarik. Tepat
seperti namanya, pantai ini terletak di Kecamatan Maukaro yang merupakan
kecamatan paling barat di kabupaten Ende. Dari desa tempat tugas saya, jaraknya
juga tidak jauh dan rute perjalanannya juga sangat mudah. Saya dan rombongan
peserta SM-3T lain dari Semarang mengunjungi pantai ini ketika melaksanakan
program penanaman Mangrove. Riak – riak kecil ombak serta panoramanya yang
eksotik membuat masyarakat menjadikannya tempat untuk berakhir pekan. Dengan
ombaknya yang tenang, laut di pantai ini juga sangat cocok untuk kegiatan
berenang. Jika ingin mencicipi hasil laut, di pantai ini tersedia juga berbagai
macam jenis ikan yang dijual oleh para pedagang ikan.
Ketujuh tempat wisata ini
hanyalah sedikit dari tempat – tempat indah di Kabupaten Ende khususnya dan Provinsi
Nusa Tenggara pada umumnya. Masih banyak tempat – tempat mengagumkan lain di
kabupaten Ende baik yang berhubungan sejarah, budaya maupun alamnya yang belum
tereksplor dan alami. Karena waktu tinggal yang singkat (1 tahun), tidak banyak
tempat yang bisa saya kunjungi selama mengikuti SM-3T. Walaupun begitu,
kabupaten Ende dengan sejarah, budaya, alam indah, dan masyarakatnya yang ramah
benar – benar membuat saya rindu untuk bisa berkunjung lagi suatu hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar