Saya, foto bersama teman-teman sekelas PPG |
Ujian Tulis Nasional (UTN): Drama
kelulusan PPG
*Aziza Restu Febrianto
Di
ujung masa kuliah PPG, semua peserta diwajibkan untuk mengikuti ujian tulis
sebagai persyaratan paling utama untuk lulus dan mendapatkan sertifikat pendidik
profesional dari UNNES yang disahkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi
Pendidikan Tinggi. Ujian tulis ini dibagi menjadi dua, yaitu ujian tulis
lembaga dan ujian tulis nasional.
Ujian
tulis yang pertama atau ujian tulis lembaga dilakukan di kelas dan bentuknya
sangat sederhana. Setiap peserta PPG diberikan 10 soal dan harus memberikan
jawaban dalam bentuk uraian berbahasa Inggris di kertas. Materi yang diujikan
tidak jauh dari bidang profesi dan pekerjaan, yaitu bidang pendidikan dan
keguruan yang selama ini kita tekuni. Namun, yang membedakan adalah kita harus
menjawab semua soal dalam Bahasa Inggris. Alhamdulillah, saya tidak mengalami
masalah sedikitpun dalam ujian ini atau dengan kata lain lulus dengan sempurna.
Namun, saya merasa heran bahwa ternyata dari semua peserta (23 orang) dalam
satu jurusan, hanya 4 orang. Jadi saya adalah 1 diantara 3 orang lain yang
lulus.
Setelah
ujian tulis yang pertama selesai, saya harus mengikuti ujian tulis yang kedua. Ujian
tulis yang kedua ini biasa dikenal dengan Ujian Tulis Nasional (UTN). Ujian ini
diselenggarakan secara online dengan server
yang berpusat di Jakarta. Bagi saya, UTN adalah ujian tertulis online pertama
yang tentu saja harus saya persiapkan dengan sungguh-sungguh. Meskipun materi
yang diujikan dalam UTN adalah bidang yang saya tekuni, yaitu Bahasa Inggris,
kebiasaan dan keterampilan mengerjakan soal melalui komputer juga menjadi tantangan
tersendiri bagi saya.
Saya
mempunyai kenangan yang tak terlupakan saat mengikuti UTN ini. Saat itu saya
tidak membayangkan bahwa soal yang diujikan dalam UTN ternyata sangat luar
biasa susahnya. Materi yang diujikan itu berkaitan dengan High Order Thinking Skill (HOTS)
dan banyak diambil dari surat kabar dan majalah internasional. Saya sangat tahu
betuh darimana materi itu diambil karena saya pernah membaca sebuah majalah
online dan menemukan sebuah artikel yang sama persis dengan materi pada soal UTN
yang saya kerjakan. Bentuk pertanyaan dalam soal adalah pilihan ganda dengan
jumlah total 100 buah. Namun, hampir semua soal dan pilihan jawabannya itu
diseleksi dengan sangat teliti dan ketat sesuai dengan tingkat kesulitan yang tinggi.
Namanya saja soal HOTS, sehingga untuk mengerjakan setiap soalnya, dibutuhkan
waktu yang cukup.
Setelah
mengikuti UTN, semua peserta harus menunggu sekitar satu minggu untuk mengetahui
hasilnya. Saya pada awalnya memang sudah mempunyai firasat bahwa saya mungkin
saja tidak akan lulus UTN. Semua pertanyaan yang saya kerjakan saat itu
benar-benar membuat saya harus berfikir keras. Sungguh saya belum pernah
mengerjakan soal sesulit itu sebelumnya. Saya akui tingkat kesulitan soal UTN
bisa dikatakan melebihi soal Reading
di TOEFL ataupun IELTS.
Firasat
saya ternyata benar adanya. Saya tidak lulus bersama mayoritas teman saya di
kelas. Waktu itu hanya 3 orang yang lulus. Saya cukup sedih karena saya harus
belajar dan berlatih lagi untuk mengambil ujian ulang. Mengetahui ketidaklulusan
saya di UTN, tidak sedikit teman-teman dari jurusan lain yang menyindir saya. Dan
saya sangat sakit hati oleh sindiran itu, hingga terkenang sampai sekarang. Kira-kira
beginilah sindiran mereka, “Masa Profesor
TOEFL kok gak lulus UTN...haha.” Sewaktu PPG, saya memang dikenal dengan
julukan Profesor TOEFL karena saya terbiasa mengajar les atau kelompok ketika
tidak ada kegiatan asrama di malam hari. Sehingga saya merasa malu sekali waktu
itu.
Karena
rasa malu itu, saya kemudian bekerja lebih keras lagi untuk mempersiapkan ujian
ulang ke-2. Saya banyak mencari materi di internet dan mencoba membuat
soal-soal yang paling sulit. Alhamdulillah, usaha saya tidak sia-sia. Akhirnya
saya lulus walaupun nilainya tidak seberapa. Namun diantara teman sekelas yang
mengambil ujian ulang, masih ada 5 orang yang tidak lulus saat itu. Menurut
saya, soal yang diujikan dalam UTN memang benar-benar susah sekali. Sejak saat
itu saya berkesimpulan bahwa PPG memang merupakan sebuah program yang luar
biasa dan ideal untuk menggembleng para peserta menjadi guru yang profesional. Ujian
kelulusannya saja susahnya bukan main.
PPG
ini akhirnya membuat saya melakukan refleksi diri bahwa setiap orang pasti
memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Saya misalnya, memang bisa dikatakan
sangat baik dan terampil dalam menulis atau membuat uraian terutama dalam
Bahasa Inggris, namun saya ternyata juga memiliki kelemahan di bidang yang
lain, yaitu keterampilan membaca (Reading),
yang dibuktikan dengan kegagalan saya pada saat mengikuti UTN pertama. Menurut
saya, memahami akan kelebihan dan kekurangan diri itu sangat penting untuk
kehidupan saya kelak di masa yang akan datang.
Bersambung.... (Bagian 13)
Halo mas, saya gak sengaja ketemu blog ini, dan saya suka isinya hehe. Untuk masalah UTN, saya sangat setuju kalau soal kebahasaannya entah kenapa lebih sulit dari TOEFL atau IELTS. Di soal UTN ada beberapa idiom yang belum pernah saya dengar sama sekali, dan jarang dipakai kayaknya. Uniknya adalah soal kebahasaan UTN ini merepresentasikan apa yang kita akan ajar ke murid (dengan kerangka kurikulum nasional), dan idiom advanced spt ini kecilkemungkinan muncul di bahan ajaran kita kan haha.
BalasHapusTerima kasih telah membaca tulisan saya mas. Yup, memang soal UTN PPG didesain sesuai dengan Higher Order Thinking skill (HOTs), yang tidak hanya menguji kemampuan bahasa saja, tetapi juga logika kognitif :)
Hapus