Sabtu, 02 Maret 2019

Being a Teacher (Bagian 8) - Serangkaian Refleksi

Saya, mandi di sungai: Melepas penat setelah keluar dari pekerjaan..hehe :)

Mengundurkan Diri dari Pekerjaan dan Menjadi Pengangguran

*Aziza Restu Febrianto

Semua kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan selama bekerja di kantor tidak membuat saya patah semangat untuk bekerja. Saya harus tetap bekerja keras dan mencoba berbagai peruntungan lain lagi ketika kesempatan itu datang. Tugas demi tugas saya nikmati hingga akhirnya membawa saya pada sebuah insiden yang menjadi ujung berakhirnya karir saya sebagai kepala cabang di sebuah kantor lembaga bimbingan belajar. Semuanya berawal dari ketidakprofesionalitasan pemilik usaha (owner) yang selalu menunda pembayaran investasi (goodwill) dan dana operasional kepada kantor pusat. Sikap pemilik usaha ini akhirnya berdampak pada sarana dan prasarana pembelajaran yang tidak sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP).

Beberapa bulan berjalan, semua kegiatan pembelajaran dan pekerjaan lainnya masih berjalan dengan normal. Namun si pemilik usaha ternyata telah mendapatkan beberapa peringatan terkait dengan penundaan pembayaran. Akibatnya kantor pusat enggan mengirimkan sarana dan prasarananya ke kantor cabang Salatiga. Karena semua pembelajaran harus berjalan dengan lancar, maka si pemilik usaha harus mencari cara agar usahanya tetap berjalan dengan lancar. Beberapa sarana dipaksakan ada dan semua buku lama digandakan dengan biaya yang jauh lebih murah. Akhirnya hal yang tidak diinginkan terjadi. Pihak pusat melaukan kunjungan sekaligus meninjau kantor cabang, yang berujuang pada pemanggilan saya sebagai kepala cabang ke kantor pusat.

Dengan ditemani si pemilik usaha, sayapun berangkat ke kantor pusat, yang berlokasi di Yogyakarta. Hal yang paling tidak saya suka adalah bos saya (pemilik usaha) tidak mau datang ke pertemuan, sehingga sayalah yang harus sendirian menghadapi pihak kedisiplinan kantor pusat. Sedangkan bos hanya menunggu diluar. Pertemuan yang saya ikuti itu ternyata adalah sebuah persidangan. Saya ditegur dan bahkan dimarahi terkait semua fasilitas di kantor cabang yang tidak sesuai dengan SOP. Beginilah kira-kira perkataan bernada keras dari pihak pusat yang tidak pernah saya lupa.

“Mas Restu ya..Kepala cabang Osamaliki Salatiga....kamu tahu pekerjaan itu adalah ibadah. Bagaimana bisa kamu memanipulasi data dan menggandakan semua sarana dan prasarana yang ada tanpa SOP. Mbok kamu itu belajar dari mas Bayu di Semarang itu. Dia itu kerjanya bagus banget. Tidak kayak kamu, payah!.”

Mendengar kalimat itu dari mereka membuat saya kaget dan sangat kecewa...sangat kecewa sekali. Saya sedih bahwa selama ini saya telah masuk dalam lingkaran fitnah. Pemilik usaha ternyata tidak amanah dalam menjalankan usaha lembaga. Meskipun posisi saya adalah kepala cabang, semua keputusan tentu harus atas ijin pemilik usaha. Jadi selama ini saya telah ditipu. Keesokan harinya (tepat 2 tahun sejak saya pertama kali bekerja), dengan berat hati saya harus memutuskan untuk keluar dari pekerjaan. Namun, akibat keputusan saya ini, akhirnya saya menganggur cukup lama di rumah.

Bersambung... (Bagian 9)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar