Selasa, 19 Maret 2019

Being a Teacher (Bagian 11) - Serangkaian Refleksi

Saya, foto bersama dengan peserta PPL lainnya di SMKN 2 Semarang
Mengikuti PPL ...Lagi?

*Aziza Restu Febrianto

Salah satu komponen yang paling penting dalam pendidikan keguruan adalah Pengalaman Praktik Lapangan (PPL). Begitupula dengan PPG yang mana PPL merupakan sebuah bagian integral, bahkan variasi kegiatan dan masa durasinya jauh lebih lama dibandingkan PPL pada pendidikan S1. PPL dalam program PPG berlangsung selama kurang lebih 4 bulan atau dua kali PPL di kuliah pendidikan S1. Seperti biasa, PPL diawali dengan observasi lingkungan sekolah beserta perangkat dan programnya. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan mempersiapkan semua perangkat pembelajaran seperti kurikulum, silabus, materi, RPP dan  semua perlengkapan lainnya dengan didampingi oleh dosen pembimbing dan guru pamong. Pendampingan ini bertujuan untuk penyusunan perangkat yang harus disesuaikan dengan kondisi siswa di sekolah tersebut. Jika semua perangkat sudah dipersiapkan, baru semua peserta PPG dipersilahkan untuk mengajar di kelas-kelas yang telah ditentukan.

Pada waktu itu saya ditempatkan di SMKN 2 Semarang (dulunya SMEA) dimana mayoritas siswanya adalah perempuan. Kelas dibagi menjadi 3 macam jurusan, sesuai dengan pilihan siswa. Saya mendapatkan kesempatan mengajar di kelas jurusan Pemasaran, yang terkenal dengan keramaian dan kebandelan siswanya. Guru pamong tentu saja menceritakan semua tentang kelas itu kepada saya sebelum saya mulai mengajar. Saya jadi teringat waktu PPL S1 dulu yang mana saya juga mendapatkan jatah mengajar di kelas yang bandel (IPS), walaupun saya sendiri waktu SMA dulu juga anak IPS...haha. Tapi karena sudah terbiasa dengan mengajar siswa bandel, saya malah menjadi banyak belajar tentang mengajar di sekolah menengah.

Saya sempat bergumam dalam hati, “Untung saya sudah sering mengajar siswa bandel di kelas selama ini, bahkan siswa yang sangat rendah motivasinya di NTT sana. So, saya siap dengan tantangan ini!” Setelah masuk di kelas, saya memang menemukan banyak diantara siswa yang cerewet atau dalam bahasa jawa dikenal dengan sebutan “cewawakan”. Namun, hampir semua siswa adalah perempuan dan di kebanyakan kelas, hanya terdapat 2 atau 3 orang laki-laki. Sehingga saya merasa tidak begitu kualahan mengatur mereka. Tapi walaupun mereka masih bisa diatur, saya tetap tidak yakin mereka benar-benar bisa menangkap materi yang saya sampaikan. Rata-rata siswa yang saya ajar di kelas itu tidak memiliki latar belakang kompetensi Bahasa Inggris yang bagus. Motivasi mereka dalam belajar Bahasa asing ini juga tidak terlalu tinggi. Mereka juga kebanyakan tidak begitu memiliki cita-cita akademis yang tinggi. Menurut mereka yang penting setelah lulus sekolah, mereka bisa bekerja di bagian marketing perusahaan. Begitu saja sudah cukup.

Saya tidak tahu atas pertimbangan apa, waktu itu saya ditunjuk sebagai koordinator PPL. Sebagai konsekuensi, saya harus selalu bisa mewakili teman-teman lain untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak di sekolah seperti kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan beberapa guru lain untuk segala urusan penting di sekolah. Saya juga harus mengikuti rapat koordinasi antara pihak kampus penyelenggara PPG dengan sekolah tempat PPL. Kesibukan ini akhirnya berdampak pada jadwal mengajar saya. Seringkali tugas mengajar itu saya limpahkan ke teman PPL lain. Sungguh sangat kebetulan, dosen pembimbing dari UNNES adalah seorang dosen yang sudah mengenal saya dengan baik. Memang sudah menjadi takdir Tuhan, beliau jugalah yang dulu membimbing saya ketika PPL pendidikan S1. Sehingga walaupun saya sering meninggalkan tugas mengajar, semuanya tetap berjalan dengan lancar.

Sebagai seorang koordinator, saya juga sering diminta memberikan sambutan di beberapa acara yang melibatkan mahasiswa PPL. Saya bahkan pernah ditunjuk sebagai khotib sholat jum’at di masjid sekolah. Karena kebiasaan organisasi, mengajar dan berbicara di depan umum selama kuliah S1 dulu, saya sama sekali tidak mempunyai masalah dengan semua tugas itu. Bahkan saya sangat senang menjalaninya. Bagi saya Public speaking itu adalah bagian yang paling penting dan integral dalam dunia mengajar.

Dalam PPL PPG, semua peserta diwajibkan untuk membuat Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang memang sudah menjadi salah satu tugas seorang guru di sekolah. Menurut aturan yang saya baca, PTK ini secara signifikan bisa membantu guru meningkatkan karir mereka dan bahkan bisa mengajukan sertifikasi guru. Dengan pembuatan PTK, guru diharapkan mampu membuat sebuah karya ilmiah yang hasilnya bisa sangat berguna bagi kebijakan pendidikan Alasan itu sangat masuk akal karena merekalah yang secara langsung mengetahui dan memahami permasalahan di kelas. Pembuatan PTK inilah yang menjadi salah satu pembeda antara PPL PPG dengan PPL S1. Saya masih ingat bahwa hasil karya PTK ini akhirnya saya jadikan sebuah paper untuk dipresentasikan di sebuah konferensi internasional pendidikan Bahasa Inggris di Semarang.

Nilai PPL PPG tidak hanya ditentukan oleh laporan selama kegiatan di sekolah saja, tapi juga dari beberapa komponen seperti ujian kinerja mengajar selama 3 kali, PTK dan laporan PPL. Semua komponen inilah yang juga membedakan antara PPL PPG dengan PPL S1, yang nilainya hanya ditentukan oleh laporan PPL dan praktik mengajar saja. Selain mengajar, membuat PTK dan laporan PPL, kita juga diharapkan bisa ikut membantu memperlancar atau menaktifkan kegiatan Pramuka di sekolah karena semua peserta PPG juga mendapatkan pembekalan Pramuka seperti Kursus Orientasi Lengkap (KOL), Kursus Menengah Dasar (KMD) dan Kursus Menengah Lanjutan (KML) di kampus. Pokoknya lengkap deh. Jadi lulusan PPG ini kelak diharapkan bisa menjadi guru yang juga mampu membina semua kegiatan pramuka di sekolah tempat mereka bekerja.

Sebagai penilaian akhir PPL, semua peserta diwajibkan untuk mengikuti Ujian Kinerja Guru (UKG) atau penilaian mengajar di kelas selama 3 kali. Dengan dilaksanakannya UKG selama 3 kali ini, para peserta sebagai calon guru profesional dapat melakukan refleksi dan evaluasi diri. Pada setiap UKG, ada 3 orang yang menguji, yaitu dosen pembimbing, guru pamong dan wakil kepala sekolah bidang kurikulum. Seperti peserta PPG lainnya, saya tentu merasakan grogi ketika akan mengikuti UKG meskipun saya sudah terbiasa dengan public speaking dan mengajar. Sayapun menyiapkan UKG dengan semaksimal mungkin. Semua perangkat, materi dan media pembelajaran harus saya siapkan semenarik mungkin. Saya masih ingat, ketika mengikuti UKG tahap terakhir, saya mengajar Recount Text (Kurikulum KTSP) di kelas 10 jurusan pemasaran. 

Setelah praktik mengajar dalam rangka UKG, tentu saja para penilai diberikan kesempatan untuk memberikan komentar. Beginilah komentar yang disampaikan oleh guru pamong dan wakil kepala sekolah waktu itu,

“Sudah bagus mengajarnya mas, hanya saja mas perlu jalan-jalan ke belakang, memastikan bahwa siswa yang duduk di belakang itu paham.” Kata guru pamong. Sedangkan wakil kepala sekolah bidang kurikulum menyampaikan, “Ya memang sudah bagus sih, hanya saja tolong kalau berbicara Bahasa Inggris jangan terlalu cepat. Anak-anak nanti bingung mas.”
Karena dosen pembimbing saya sudah mengenal dan mengerti cara mengajar saya seperti apa, beliau meng-iyakan saja apa yang disampaikan oleh penguji lainnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar