Saya, foto bersama dengan peserta PPL lainnya di SMKN 2 Semarang |
Mengikuti PPL ...Lagi?
*Aziza Restu Febrianto
Salah
satu komponen yang paling penting dalam pendidikan keguruan adalah Pengalaman
Praktik Lapangan (PPL). Begitupula dengan PPG yang mana PPL merupakan sebuah
bagian integral, bahkan variasi kegiatan dan masa durasinya jauh lebih lama
dibandingkan PPL pada pendidikan S1. PPL dalam program PPG berlangsung selama kurang
lebih 4 bulan atau dua kali PPL di kuliah pendidikan S1. Seperti biasa, PPL
diawali dengan observasi lingkungan sekolah beserta perangkat dan programnya.
Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan mempersiapkan semua perangkat
pembelajaran seperti kurikulum, silabus, materi, RPP dan semua perlengkapan lainnya dengan didampingi
oleh dosen pembimbing dan guru pamong. Pendampingan ini bertujuan untuk
penyusunan perangkat yang harus disesuaikan dengan kondisi siswa di sekolah
tersebut. Jika semua perangkat sudah dipersiapkan, baru semua peserta PPG
dipersilahkan untuk mengajar di kelas-kelas yang telah ditentukan.
Pada
waktu itu saya ditempatkan di SMKN 2 Semarang (dulunya SMEA) dimana mayoritas
siswanya adalah perempuan. Kelas dibagi menjadi 3 macam jurusan, sesuai dengan
pilihan siswa. Saya mendapatkan kesempatan mengajar di kelas jurusan Pemasaran,
yang terkenal dengan keramaian dan kebandelan siswanya. Guru pamong tentu saja
menceritakan semua tentang kelas itu kepada saya sebelum saya mulai mengajar. Saya
jadi teringat waktu PPL S1 dulu yang mana saya juga mendapatkan jatah mengajar
di kelas yang bandel (IPS), walaupun saya sendiri waktu SMA dulu juga anak
IPS...haha. Tapi karena sudah terbiasa dengan mengajar siswa bandel, saya malah
menjadi banyak belajar tentang mengajar di sekolah menengah.
Saya
sempat bergumam dalam hati, “Untung saya
sudah sering mengajar siswa bandel di kelas selama ini, bahkan siswa yang
sangat rendah motivasinya di NTT sana. So, saya siap dengan tantangan ini!”
Setelah masuk di kelas, saya memang menemukan banyak diantara siswa yang
cerewet atau dalam bahasa jawa dikenal dengan sebutan “cewawakan”. Namun,
hampir semua siswa adalah perempuan dan di kebanyakan kelas, hanya terdapat 2
atau 3 orang laki-laki. Sehingga saya merasa tidak begitu kualahan mengatur
mereka. Tapi walaupun mereka masih bisa diatur, saya tetap tidak yakin mereka
benar-benar bisa menangkap materi yang saya sampaikan. Rata-rata siswa yang
saya ajar di kelas itu tidak memiliki latar belakang kompetensi Bahasa Inggris
yang bagus. Motivasi mereka dalam belajar Bahasa asing ini juga tidak terlalu
tinggi. Mereka juga kebanyakan tidak begitu memiliki cita-cita akademis yang
tinggi. Menurut mereka yang penting setelah lulus sekolah, mereka bisa bekerja
di bagian marketing perusahaan. Begitu saja sudah cukup.
Saya
tidak tahu atas pertimbangan apa, waktu itu saya ditunjuk sebagai koordinator
PPL. Sebagai konsekuensi, saya harus selalu bisa mewakili teman-teman lain
untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak di sekolah seperti kepala sekolah,
wakil kepala sekolah dan beberapa guru lain untuk segala urusan penting di
sekolah. Saya juga harus mengikuti rapat koordinasi antara pihak kampus
penyelenggara PPG dengan sekolah tempat PPL. Kesibukan ini akhirnya berdampak
pada jadwal mengajar saya. Seringkali tugas mengajar itu saya limpahkan ke
teman PPL lain. Sungguh sangat kebetulan, dosen pembimbing dari UNNES adalah
seorang dosen yang sudah mengenal saya dengan baik. Memang sudah menjadi takdir
Tuhan, beliau jugalah yang dulu membimbing saya ketika PPL pendidikan S1.
Sehingga walaupun saya sering meninggalkan tugas mengajar, semuanya tetap
berjalan dengan lancar.
Sebagai
seorang koordinator, saya juga sering diminta memberikan sambutan di beberapa
acara yang melibatkan mahasiswa PPL. Saya bahkan pernah ditunjuk sebagai khotib
sholat jum’at di masjid sekolah. Karena kebiasaan organisasi, mengajar dan
berbicara di depan umum selama kuliah S1 dulu, saya sama sekali tidak mempunyai
masalah dengan semua tugas itu. Bahkan saya sangat senang menjalaninya. Bagi
saya Public speaking itu adalah
bagian yang paling penting dan integral dalam dunia mengajar.
Dalam
PPL PPG, semua peserta diwajibkan untuk membuat Penelitian Tindakan Kelas
(PTK), yang memang sudah menjadi salah satu tugas seorang guru di sekolah. Menurut
aturan yang saya baca, PTK ini secara signifikan bisa membantu guru
meningkatkan karir mereka dan bahkan bisa mengajukan sertifikasi guru. Dengan pembuatan
PTK, guru diharapkan mampu membuat sebuah karya ilmiah yang hasilnya bisa sangat
berguna bagi kebijakan pendidikan Alasan itu sangat masuk akal karena merekalah
yang secara langsung mengetahui dan memahami permasalahan di kelas. Pembuatan
PTK inilah yang menjadi salah satu pembeda antara PPL PPG dengan PPL S1. Saya
masih ingat bahwa hasil karya PTK ini akhirnya saya jadikan sebuah paper untuk dipresentasikan di sebuah konferensi
internasional pendidikan Bahasa Inggris di Semarang.
Nilai
PPL PPG tidak hanya ditentukan oleh laporan selama kegiatan di sekolah saja,
tapi juga dari beberapa komponen seperti ujian kinerja mengajar selama 3 kali,
PTK dan laporan PPL. Semua komponen inilah yang juga membedakan antara PPL PPG
dengan PPL S1, yang nilainya hanya ditentukan oleh laporan PPL dan praktik
mengajar saja. Selain mengajar, membuat PTK dan laporan PPL, kita juga
diharapkan bisa ikut membantu memperlancar atau menaktifkan kegiatan Pramuka di
sekolah karena semua peserta PPG juga mendapatkan pembekalan Pramuka seperti
Kursus Orientasi Lengkap (KOL), Kursus Menengah Dasar (KMD) dan Kursus Menengah
Lanjutan (KML) di kampus. Pokoknya lengkap deh. Jadi lulusan PPG ini kelak
diharapkan bisa menjadi guru yang juga mampu membina semua kegiatan pramuka di
sekolah tempat mereka bekerja.
Sebagai
penilaian akhir PPL, semua peserta diwajibkan untuk mengikuti Ujian Kinerja
Guru (UKG) atau penilaian mengajar di kelas selama 3 kali. Dengan
dilaksanakannya UKG selama 3 kali ini, para peserta sebagai calon guru
profesional dapat melakukan refleksi dan evaluasi diri. Pada setiap UKG, ada 3
orang yang menguji, yaitu dosen pembimbing, guru pamong dan wakil kepala
sekolah bidang kurikulum. Seperti peserta PPG lainnya, saya tentu merasakan
grogi ketika akan mengikuti UKG meskipun saya sudah terbiasa dengan public speaking dan mengajar. Sayapun
menyiapkan UKG dengan semaksimal mungkin. Semua perangkat, materi dan media
pembelajaran harus saya siapkan semenarik mungkin. Saya masih ingat, ketika
mengikuti UKG tahap terakhir, saya mengajar Recount
Text (Kurikulum KTSP) di kelas 10 jurusan pemasaran.
Setelah
praktik mengajar dalam rangka UKG, tentu saja para penilai diberikan kesempatan
untuk memberikan komentar. Beginilah komentar yang disampaikan oleh guru pamong
dan wakil kepala sekolah waktu itu,
“Sudah bagus mengajarnya mas, hanya
saja mas perlu jalan-jalan ke belakang, memastikan bahwa siswa yang duduk di
belakang itu paham.” Kata guru pamong. Sedangkan wakil
kepala sekolah bidang kurikulum menyampaikan, “Ya memang sudah bagus sih, hanya saja tolong kalau berbicara Bahasa
Inggris jangan terlalu cepat. Anak-anak nanti bingung mas.”
Karena
dosen pembimbing saya sudah mengenal dan mengerti cara mengajar saya seperti
apa, beliau meng-iyakan saja apa yang disampaikan oleh penguji lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar