Menjadi Peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG)
*Aziza Restu Febrianto
Setahun
cepat sekali berlalu. Ilmu dan pengalaman telah cukup saya dapatkan di tanah
rantauan selama program SM-3T, yang memang berlangsung hanya satu tahun. Itu
artinya Saya dan peserta lainnya harus siap dipulangkan kembali ke tanah Jawa. Sebagai
reward atau penghargaan atas tugas
yang telah kita laksanakan selama satu tahun itu, pemerintah memberikan
beasiswa Pendidikan Profesi Guru (PPG) kepada semua peserta untuk jangka waktu
satu tahun pula. Waktu itu saya mengikuti PPG di almamater saya, UNNES, sehingga
saya harus kembali ke Semarang. Menurut subjektif saya, secara keseluruhan, PPG merupakan
sebuah program yang sangat luar biasa dan ideal untuk melatih, mendidik dan menggembleng
para calon guru untuk menjadi profesional. PPG jugalah yang akhirnya membuat
saya membuka mata dan jatuh cinta pada dunia pendidikan yang kemudian saya tekuni hingga sekarang.
PPG ini mengingatkan saya pada sebuah program pendidikan guru di Inggris bernama Postgraduate Certificate in Education (PGCE/PGCertEd) yang durasinya juga satu tahun. Siapa saja yang mengambil dan menyelesaikan pendidikan ini akan berpeluang besar untuk menjadi guru. Secara esensi, memang ada kesamaan antara PPG dan PGCE. Namun, secara teknis, kedua program itu tentu saja memiliki banyak perbedaan. Informasi lebih lanjut mengenai PGCE bisa dilihat di laman ini https://www.prospects.ac.uk/. PPG sebenarnya juga merupakan program perbaikan dari jenis pendidikan yang ada sebelumnya, yaitu pendidikan Akta 4. Namun, setelah melalui rangkaian evaluasi dan dikeluarkannya undang-undang profesi guru dan dosen, pendidikan Akta 4 ini kemudian dihapus dan digantikan oleh PPG.
PPG ini mengingatkan saya pada sebuah program pendidikan guru di Inggris bernama Postgraduate Certificate in Education (PGCE/PGCertEd) yang durasinya juga satu tahun. Siapa saja yang mengambil dan menyelesaikan pendidikan ini akan berpeluang besar untuk menjadi guru. Secara esensi, memang ada kesamaan antara PPG dan PGCE. Namun, secara teknis, kedua program itu tentu saja memiliki banyak perbedaan. Informasi lebih lanjut mengenai PGCE bisa dilihat di laman ini https://www.prospects.ac.uk/. PPG sebenarnya juga merupakan program perbaikan dari jenis pendidikan yang ada sebelumnya, yaitu pendidikan Akta 4. Namun, setelah melalui rangkaian evaluasi dan dikeluarkannya undang-undang profesi guru dan dosen, pendidikan Akta 4 ini kemudian dihapus dan digantikan oleh PPG.
Selama
PPG, semua peserta (alumni SM-3T) diwajibkan untuk tinggal di asrama. Semua
peserta juga diharuskan untuk mengikuti berbagai macam kegiatan pengembangan
diri di asrama. Perkuliahan dilaksanakan setiap hari senin sampai dengan sabtu
di kampus mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 17.00. Sungguh luar biasa
padatnya jadwal PPG itu, sehingga kita harus mengosongkan semua agenda yang
tidak ada hubungannya dengan perkuliahan. Pada hari minggupun kita juga harus
mengikuti kegiatan olahraga dan kreativitas kesenian. Kita dilarang meninggalkan
asrama kecuali atas ijin dari lurah asrama. Itu saja kalau memang ada keperluan
penting. Yang jelas PPG itu adalah sebuah program yang sangat padat sekali.
Semua peserta diwajibkan untuk berada di lingkungan kampus dan asrama selama 24
jam setiap hari dalam jangka waktu satu tahun.
Dalam
pelaksanaannya, PPG dibagi menjadi dua sesi. Sesi yang pertama adalah kegiatan
perkuliahan seperti biasa, yaitu semua peserta harus mengikuti perkuliahan di
kampus dari pagi hingga sore hari, diajar dan didampingi oleh beberapa dosen.
Sedangkan sesi yang kedua adalah PPL seperti halnya yang pernah saya dapatkan
ketika masih kuliah S1 dulu. Hanya saja PPL pada saat PPG sangatlah berbeda baik
dari sisi durasi maupun variasi kegiatannya. Pada kegiatan pertama di kampus,
yang kita lakukan adalah membedah semua kurikulum dan silabus SMP dan SMA/ MA/
SMK. Tapi untuk melakukannya, kita dibagi menjadi beberapa tim agar semua
perangkat itu bisa dikerjakan dengan diskusi kelompok untuk semua jenjang dalam
waktu yang terbatas. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan mempersiapkan materi
pembelajaran yang diakhiri dengan memilih salah satu materi untuk digunakan
dalam membuat Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP).
Ketika
semua komponen kurikulum dan silabus telah dibedah, materi sudah dipersiapkan
dan RPP juga sudah dibuat, kegiatan selanjutnya yaitu kita harus mempersiapkan
praktik mengajar di kelas atau yang biasa dikenal dengan Peer teaching. Dengan semua perangkat dan perlengkapan pembelajaran
yang sudah kita siapkan, kita harus melakukan praktik mengajar didepan teman
sekelas atau kolega kita. Praktik mengajar ini tentu saja dilakukan secara
bergiliran dengan diperhatikan dan dievaluasi oleh dosen. Terkadang kegiatan
perkuliahan termauk Peer teaching ini
juga dihadiri oleh seorang guru senior yang terkenal berprestasi, baik dari
SMP, SMA maupun SMK. Para dosen, guru sekolah yang diundang serta semua peserta
PPG diberikan kesempatan untuk memberikan masukan kepada setiap dari kita yang
tampil. Saya masih cukup ingat beberapa masukan dari dosen, guru sekolah maupun
teman sekelas ketika saya mendapatkan giliran Peer teaching.
Beberapa
kolega atau teman kelas tampaknya memiliki pendapat yang sama dengan para dosen
dan guru sekolah ketika melihat saya mengajar di kelas. Mereka mengatakan,
“Mas, keterampilan Bahasa Inggris
anda sudah bagus. Tapi ketika menjelaskan materi, anda terlalu cepat. Ingat
yang anda ajar ini adalah anak SMP.” Saking antusiasnya
mengajar, saya memang terkadang tidak menyadari bahwa konteks latar belakang siswa
yang saya ajar adalah SMP, yang tentu saja baru belajar Bahasa Inggris pada tingkat
dasar. Mungkin kondisi Peer teaching yang
mana siswanya merupakan kolega saya sendiri ini sangat mempengaruhi bagaimana
saya mengajar.
Bahkan
dua orang teman saya juga sempat berkata kepada saya, “Mas Restu jadi dosen saja. Lebih cocok.” Masukan lainnya yang saya
terima dari peserta PPG lain adalah yang berkaitan dengan manajemen waktu, “Tadi itu mas seharusnya jangan terlalu
banyak dan terlalu lama di pembukaan mengajar atau penyampaian apersepsinya,
sehingga waktu untuk kegiatan inti jadi berkurang. ”
Begitulah
kira-kira feedback yang diberikan
oleh para kolega, dosen dan guru sekolah. Meunurut saya kegiatan seperti ini
itu luar biasa. Peserta calon guru diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
membedah materi, mempersiapkan RPP dan melakukan praktik mengajar di kelas
dengan berbagai masukan dari orang lain yang tentu membuat mereka semakin
memperbaiki diri melalui evaluasi dan refleksi. Dan kegiatan semacam ini kita
lakukan setiap hari hingga mendekati waktu PPL tiba. Sungguh luar biasa,
walaupun saya juga berfikir bahwa semua pelatihan dalam perkuliahan ini belum
tentu akan benar-benar bisa diterapkan sempurna di kelas yang sebenarnya karena
pertimbangan pengalaman mengajar peserta yang cukup lama di sekolah. Kita benar-benar paham betul betapa
tentatifnya kondisi siswa di ruang kelas yang nyata.
Bersambung.....(Bagian 11)
Bersambung.....(Bagian 11)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar