Kamis, 17 Juni 2021

Apa itu Literasi?


Apa Itu Literasi?

*Aziza Restu Febrianto


Seiring berkembangnya jaman, kemajuan pesat di bidang informasi dan teknologi (IT) juga semakin tidak terelakkan lagi. Sebagai dampaknya, perubahan pada berbagai macam aspek kehidupan menjadi semakin terasa. Pada pertengahan abad 21 ini, gobalisasi tidak hanya mulai dirasakan oleh kalangan tertentu saja, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai macam latar belakang yang berbeda. Dari orang tua sampai yang muda, dari yang kaya sampai yang paling miskin dan dari yang tinggal di pusat perkotaan hingga mereka yang berada di daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). 

Seluruh penjuru negeri merasakan perubahan efek globalisasi ini. Perkembangan bidang IT dan dunia digital ini membuat akses internet sangat mudah dinikmati oleh semua kalangan tanpa terkecuali. Dampak yang nyata dan langsung dirasakan adalah penggunaan social media, Youtube dan browser lainnya yang hampir semua orang menikmati layanannya tanpa henti setiap hari.

Untuk tujuan efektifitas dan efisiensi kerja, maka semua kegiatan dan tugas manusia banyak terfasilitasi oleh internet. Dari mendaftar sekolah, melamar pekerjaan hingga bermain game, semuanya dimediasi oleh internet. Dari yang dulu biasanya membeli kaset, VCD atau DVD di toko musik atau penjual keliling di pasar, sekarang orang tinggal menikmati semua lagu kesukaannya di YouTube secara gratis. Jika ingin mengoleksi, kita tinggal download semua lagu dan video klip tanpa khawatir dianggap melakukan pembajakan. 

Jika dulu banyak orang berbondong-bondong pergi ke toko buku atau perpustakaan, sekarang tinggal klik menu di Smartphone, kemudian milyaran informasi sudah tersedia disana secara gratis. Dampaknya, banyak ditemukan perpustakaan dan toko buku yang sepi pengunjung atau banyak pula buku yang dijual murah diloakan atau di pinggir-pinggir jalan karena sudah tidak laku lagi. Perubahan IT yang sangat pesat dan berdampak signifikan pada kehidupan manusia secara massive ini tentunya menjadi tantangan tersendiri. Banyak yang menyikapinya secara positif, namun juga banyak pula yang memanfaatkannya secara tidak bertanggung jawab.

Tidak semua orang menyikapi perubahan dengan cara yang positif. Jika dulu kita sempat membayangkan bahwa dengan dikembangkannya dunia IT dan munculnya arus informasi melalui pusaran internet, yang dikhawatirkan adalah bentuk-bentuk kejahatan seperti cyber crime atau kriminalitas melaui media online, pornografi tiada batas serta Games addiction atau kecanduan game yang melenakan. Maka tantangan kita sekarang dan kedepan tidak hanya sekedar itu lagi, generasi ini semakin menghadapi tantangan arus globalisasi yang lebih kompleks. 

Penggunaan Smartphone yang bersisi berbagai macam fitur dan aplikasi juga menjadi tantangan tersendiri. Penggunaan social media seperti facebook, twitter, instagram, dll bisa juga memunculkan masalah dan tantangan. Informasi yang baik dan positif tentunya bisa kita apresiasi. Tapi dengan penyebaran hoax atau informasi yang tidak bertanggung jawab dan tidak jelas sumbernya menjadi masalah tersendiri. Aktivitas sarkasme, fitnah, bullying dan penghinaan di media sosial juga sangat rawan terjadi.

Dengan semuan tantangan perubahan sebagai akibat globalisasi yang bebas ini, sudahkah kita berbuat sesuatu untuk ikut membantu menghadapinya? Tantangan kedepan justru lebih kompleks karena perubahan inevitably akan selalu terjadi. Jika bangsa ini tidak siap menghadapinya, maka tentu saja akan tergilas oleh mereka yang sudah siap. Akhirnya ketidaksiapan ini akan berdampak pada aspek kehidupan lain seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya di negeri kita. Mungkin cara yang paling rasional dan sangat bisa dilakukan menurut saya adalah melalui pendidikan dan program kesadaran Literasi.

What does “literacy” really mean?

Jika kita mencari kata Literasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), maka maknanya adalah kemampuan membaca dan menulis. Ini merupakan makna dasar dan istilah literasi pada awalnya memang ditujukan pada keterampilan membaca dan menulis seseorang. Dalam perkembangannya, dan sesuai dengan perubahan jaman, istilah Literasi mulai bergeser dan sering dipakai untuk memaknai keterampilan pada ruang lingkup yang lebih luas lagi. Berikut definisi Literasi menurut UNESCO:

The ability to identify, understand, interpret, create, communicate, compute and use printed and written materials associated with varying contexts. (UNESCO)

Literasi adalah keamampuan mengidentifikasi, memahami, menterjemahkan, menciptakan, mengkomunikasikan, memperhitungkan dan menggunakan materi dalam berbagai macam konteks. Berbagai macam konteks ini menurut saya maknanya adalah berbagai macam situasi dan kondisi sesuai dengan perubahan jaman. Literasi juga mencakup proses belajar yang terus menerus or Lifelong learning yang dapat membantu seseorang mencapai tujuan hidupnya, mengembangkan ilmu pengetahuan dan potensinya di masyarakat dan komunitas yang lebih luas.

Jadi tidak sesederhana itu kan makna Literasi?

Mengacu pada latar belakang kondisi bangsa dan perkembangan jaman yang tidak terelakkan, keterampilan Literasi ini benar-benar  sangat perlu dikembangkan dan dipromosikan pada seluruh lapisan masyarakat baik yang tua, muda, kaya, miskin, dsb. Jika keterampilan Literasi ini sudah diperoleh, maka seseorang akan dapat mudah mengaplikasikan apa yang diperolehnya dengan efektif dan efisien. Keterampilan ini memungkinkan mereka untuk mampu berfikir secara ilmiah dan akurat, mengambil keputusan secara tepat, serta mampu menyikapi berbagai macam masalah dengan bijaksana. Pada tingkatan Literasi paling tinggi, seseorang diharapkan menjadiProblem solver atau pemberi solusi pada berbagai macam masalah dan tantangan yang ada di sekitar mereka sesuai dengan bidang keilmuan dan keahlian masing-masing.

Dalam konteks Indonesia dengan permasalahannya yang kompleks, dari Sabang sampai Merauke, tentu pemerintah dan stake holderslainnya tidak mungkin bisa bekerja sendiri. Program –program pemerintah yang sangat baik tidak akan bisa berjalan tanpa adanya partisipasi masyarakat. Percuma jika pemerintah menggalakkan program yang begitu menjanjikan jika rakyat tidak mendukung dan melaksanakannya secara konsisten. Sehingga program hanyalah untuk menghabiskan target anggaran saja alias program proyek. Disinilah muncul yang namanya “Gap.” Jika dalam ilmu komunikasi, ada istilah namanya Information Gap. Artinya jika kita sedang berinteraksi dan berkomunikasi, tentu saja tidak semua informasi dari pembicara bisa kita tangkap dan internalisasi. 

Kita hanya bisa menyimpulkan dan menebak maksud serta menspekulasi apa yang terjadi sesuai dengan prior-knowledge atau sudut pandang kita saja. Informasi yang hilang dan tidak terdeteksi inilah yang dimaksud denga Information GapInformation Gap sudah biasa terjadi diantara pemerintah dengan masyarakat dan ini harus dicarikan solusi. Dengan apa? Tentunya dengan cara menjembataninya melalui pihak ketiga. Dan itulah tugas kita para pecinta ilmu pengetahuan untuk bergerak menjadi pihak ketiga. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar