Senin, 06 Februari 2023

Bahasa Inggris dan Literasi

 

https://blogs.glowscotland.org.uk/er/Literacy/

Bahasa Inggris dan Literasi

 

*Aziza Restu Febrianto

 

Tulisan ini saya buat setelah mendapatkan inspirasi dari kegiatan belajar dan mengajar online saya saat ini. Kebetulan siswa yang saya ajar tergolong cerdas. Meskipun masih berusia sangat muda, siswa ini sebentar lagi menamatkan pendidikan pascasarjana pada bidang hukum di Universitas Dippnegoro Semarang. Skor TOEFL ITP nya juga sangat tinggi, yaitu 620. Pada awalnya, dia mengambil kursus bahasa Inggris untuk meningkatkan skor TOEFL nya, yang saat itu masih 530. Alhamdulillah, setelah saya dampingi selama sekitar 3 bulan, skornya naik secara signifikan. Menurut saya, skor ini sudah bisa dipakai untuk banyak keperluan baik pekerjaan maupun beasiswa luar negeri. Karena saya rasa dia sudah mencapai puncak pencapaian, saya kemudian menawarkan apakah dia masih melanjutkan kursus atau tidak. Jika dia memutuskan untuk lanjut, materinya tentu sudah tidak TOEFL lagi, tetapi IELTS karena format kedua tes ini sangatlah berbeda. Karena dia belum ada rencana mengambil tes IELTS dalam waktu dekat, dia kemudian memutuskan untuk fokus pada Speaking dan Writing. Saya juga menyarankan agar dia sangat memprioritaskan Writing (khususnya Academic Writing), karena selain penting, skill ini juga sangat rumit dan perlu banyak pembiasaan. Singkat cerita, pembelajaranpun berlanjut pada materi IELTS Speaking dan Writing yang akhirnya berlangsung selama sekitar 2 bulan.

Setelah menjalani pembelajaran IELTS Speaking dan Writing dengan berbagai macam simulasi dan feedback, saya kemudian menyadari bahwa kegiatan ini masih kurang efektif dalam membantu dia meningkatkan kompetensi bahasa Inggris. Setelah kursus IELTS bersama saya selama 2 bulan ini, level dia bisa dibilang sudah layak masuk kategori advanced atau mahir. Sehingga, menurut saya, pembelajaran IELTS saja tidak cukup, karena pada dasarnya IELTS preparation ini hanya berfokus pada keterampilan dan strategi dalam mengerjakan tes. Jika pembelajaran semacam ini diteruskan, pengetahuan dan penguasaan dia dalam aspek penting lainnya seperti perbendaharaan kata, variasi pola kalimat, ungkapan, chunks dan styles bahasa untuk berbagai macam konteks akan sulit berkembang. Selain itu dia juga perlu mengembangkan keterampilan dan ilmu pengetahuan lain melalui kegiatan belajar bahasa Inggris. Intinya, selain belajar bahasa, dia juga bisa belajar banyak hal serta meningkatkan kompetensi lain, termasuk Critical thinking and literacy. Keputusan ini tentu saja didasarkan pada pilihannya, dan mungkin ceritanya akan lain jika dia memang berencana mengambil tes IELTS dalam waktu dekat.

Singkat cerita, saya akhirnya memutuskan untuk berhenti mengajarkan IELTS dan memilih kegiatan pembelajaran lain yang saya namai “Read and Present.” Sesuai dengan namanya, kegiatan pembelajaran ini berpusat pada penyerapan ilmu pengetahuan dan menyampaikan ilmu pengetahuan tersebut dalam aktivitas Speaking dan Writing. Namun, untuk topik dan materi dalam pembelajaran ini, siswa tidak bebas memilih karena saya yang menentukan. Materi ini harus diambil dari sumber yang autentik dan kredibel, yaitu lembaga-lembaga penyiaran dan riset resmi di negara-negara berbahasa Inggris (English Speaking Countries) seperti Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Dan Thanks to the internet, saat ini kita sudah mendapatkan banyak kemudahan dalam akses yang luas terhadap berbagai macam sumber informasi dan ilmu pengetahuan melalui Google. Sehingga untuk mencari materi, saya cukup googling dengan mengetik kata kunci yang saya inginkan. Tidak cukup hanya mencari materi autentik, saya juga harus memastikan adanya diskusi setelah sesi presentasi. Sehingga topik yang saya pilih harus mengandung sisi perdebatan atau topics that provoke further questions. Tahapan pembelajaran “Read and Present” ini secara teknis bisa dilihat pada diagram berikut ini:

Seperti yang ditunjukkan pada diagram diatas, kegiatan pembelajaran ini berawal dari penentuan topik dan materi bacaan sebelum pertemuan di kelas (flipped teaching) yang diikuti dengan kegiatan membaca di rumah. Kenapa materi yang dipilih adalah materi bacaan dan bukan video (dari YouTube misalnya)? Alasannya adalah pertama, materi bacaan biasanya mengandung pembahasan yang jauh lebih mendalam dibandingkan video dengan durasi tayang yang cukup panjang. Selain itu, materi bacaan juga memungkinkan siswa untuk membaca dengan kecepatan waktu yang dia bisa perkirakan sendiri. Sementara menonton sebuah presentasi atau podcast dengan satu topik pembahasan di video YouTube bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Melalui materi bacaan, siswa juga dengan lebih mudah mempelajari variasi pola kalimat, perbendaharaan kata dan istilah baru, serta style alami penulisan. Website ini https://thebestschools.org/magazine/controversial-topics-research-starter/adalah salah satu contoh sumber materi bacaan autentik yang saya pakai diantara semua website, jurnal ilmiah, dan buku yang ada di internet.

Kegiatan membaca ini kemudian dilanjutkan dengan membuat rangkuman (summary) dengan menggunakan kata-kata sendiri di rumah. Kosa kata dan istilah-istilah baru juga perlu digunakan dalam penulisan rangkuman ini agar bisa dengan mudah dipelajari dan selalu diingat. Tidak hanya itu, rangkuman tersebut juga harus dalam bentuk sebuah esai yang terdiri dari minimal 250 kata, seperti halnya esai di IELTS Writing Task 2. Karena siswa yang saya ajar sudah mendapatkan materi IELTS sebelumnya, saya berasumsi bahwa dia tidak kesulitan dalam mengerjakan rangkuman ini. Esai rangkuman ini kemudian dipresentasikan secara oral di dalam kelas dengan tambahan elaborasi berupa penjelasan dan argumen pribadi. Pada saat presentasi, tugas dan peran saya sebagai pengajar adalah mendengarkan, mengamati dan memikirkan pertanyaan-pertanyaan kritis tentang materi yang dipresentasikan tersebut. Presentasi ini kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, yang pada akhirnya akan memunculkan sebuah diskusi. Kegiatan ini diharapkan bisa menstimulus Critical thinking dan Literacy, karena baik siswa dan pengajar akan merasa tertantang untuk berfikir dan berargumen secara logis dan rasional. Oleh karena itu, alangkah lebih baiknya jika pengajar juga membaca materinya secara mendalam sebelum bertemu siswa di kelas.

Kegiatan selanjutnya adalah pemberian feedback mengenai presentasi dan esai rangkuman yang telah dibuat oleh siswa. Sebagai pengajar, peran saya selanjutnya tentunya adalah memberikan feedback. Menurut saya, feedback ini wajib diberikan pada setiap kegiatan dan tugas yang dilakukan oleh siswa. Sesibuk apapun guru, dan sebanyak berapapun siswa, guru harus menyempatkan diri untuk memberikan feedback, walaupun hanya komentar umum. Dengan feedback yang konstruktif (Constructive Feedback), siswa akan mengetahui dimana letak kekurangan dan kelebihannya pada saat mengerjakan tugas dan menunjukkan performanya. Siswa juga akan semakin bersemangat setelah diberikan feedback, karena pada dasarnya tugas yang dia kerjakan itu diperhatikan oleh gurunya. Oleh karena itu, feedback itu harus konstruktif, artinya feedbak harus disampaikan secara logis, rasional dan positif dengan bahasa yang dapat membangun sugesti positif siswa. Disini, pengajar harus memastikan bahwa feedback yang disampaikan tidak membuat siswa kecil hati dan kurang percaya diri, tetapi justru harus sebaliknya, yaitu dapat membuat siswa tersebut lebih percaya diri dan semangat untuk memperbaiki diri. Sebagai pengajar bahasa, tentu saja feedback utama yang saya berikan adalah tata bahasa dan style siswa dalam melakukan presentasi dan menulis esai rangkuman, seperti koherensi dan kohesi, grammar, pola kalimat, pilihan kata, dan style bahasa. Namun, tidak berhenti disitu, saya juga memberikan feedback mengenai konten dan kedalaman materi yang disampaikan agar siswa dapat lebih meningkatkan keterampilan analisis isu dan pemikiran kritisnya. Dengan begini, literasinya juga diharapkan meningkat.

Menurut saya, kegiatan "Read and Present" ini adalah salah satu cara yang efektif untuk membantu siswa meningkatkan literacy nya disaat Indonesia masih mengalami krisis literasi (PISA, 2018).

Literacy is the ability to identify, understand, interpret, create, communicate, and compute, using printed and written materials associated with varying contexts (UNESCO).


Sesi Pemberian Feedback untuk Esai Rangkuman Materi


 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar