https://www.hukumonline.com/ |
Janji Palsu (Part 1)
*Aziza Restu Febrianto
Ini adalah sebuah pengalaman. Sebuah pengalaman yang tak akan pernah
terlupakan selamanya. Dalam hidup, baru kali ini saya mengalami kejadian yang
unik tapi menyakitkan. Ini semua tentang sebuah profesi dan pengabdian sekaligus
cinta kepada orang tua dan keluarga. Semuanya berawal dari sebuah postingan lowongan dosen
resmi pada sebuah story facebook dan instagram sebuah universitas swasta (satu-satunya
universitas) di Magetan tahun 2022. Dan
kampus inilah yang saya maksud “Kampus Gak Jelas” pada jurul artikel ini. Namun,
alangkah baiknya cerita ini saya awali dengan latar belakang kondisi awal karir
dan pilihan profesi saya di Part 1 ini, agar pembaca bisa memahami kenapa
pengalaman yang tidak diharapkan itu bisa terjadi.
Profesi dosen memang sudah menjadi pilihan hidup saya sejak lulus kuliah
S-2. Sehingga jenis kampus seperti apa tempat saya bekerja kelak tentu menjadi
pertimbangan serius bagi saya. Walaupun kalau bisa memilih, ya tentu saja saya
akan memilih bekerja di sebuah kampus yang besar dan memiliki nama terkenal.
Tapi apa mau dikata, setelah mengikuti rangkaian seleksi penerimaan dosen di
beberapa kampus besar tersebut, saya masih belum beruntung. Mengikuti tes CPNS
pun saya juga selalu gagal. Mungkin memang sudah menjadi takdir saya untuk tidak
menjadi dosen PNS. Namun, ketika usia bertambah, pola pikir mengenai jenis
kampus tempat kerja ini menjadi tidak penting. Apalagi ketika muncul keinginan
kuat untuk bekerja di daerah sendiri, dekat dengan orang tua dan anak istri.
Bagi saya, kampus itu bukanlah tempat untuk
menggantungkan diri, tetapi kampus itu menjadi tempat saya untuk bisa
bekerja pada bidang yang saya tekuni dan berkembang secara keilmuwan dan
kompetensi, serta saya bisa bekerja keras untuk membangun kampus tersebut. Dan
jauh lebih penting lagi adalah kampus tempat saya bekerja ini lokasinya dekat
dengan orang tua dan keluarga. Saya tidak peduli jumlah nominal gaji itu
berapa, karena uang itu bisa dicari di pekerjaan lain sambi berprofesi sebagai
dosen.
Pencarian peluang untuk bekerja di kampus yang dekat dengan keluarga ini
sebenarnya sudah saya lakukan sejak tahun 2011 ketika saya mengikuti seleksi
penerimaan dosen di sebuah IKIP yang cukup terkenal di Madiun (sekarang statusnya
berubah menjadi universitas). Waktu itu saya sebenarnya sudah keterima,
walaupun akhirnya tidak jadi dan di-PHP. Tidak jelas juga alasan kenapa saya
tidak jadi bekerja di kampus tersebut, padahal sudah jelas saya lolos seleksi
dan diminta mengajar salah satu mata kuliah, yaitu Writing 4. Mungkin alasannya
karena waktu itu sudah ada perubahan kebijakan bahwa semua dosen harus
berkualifikasi minimal S-2, sedangkan saat itu saya masih lulusan S-1. Padahal
jika saya diterima, saya berjanji akan melanjutkan studi S-2, baik dengan biaya
sendiri ataupun beasiswa. Namun, kemudian perjuangan ini tidak saya teruskan karena
saya memilih untuk mencari pengalaman menjadi guru di daerah 3T dan akhirnya
mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah S-2 di luar negeri. Mumpung masih
muda, cari pengalaman sebanyak-banyaknya..begitulah prinsip hidup saya waktu
itu..hehe. Sayapun akhirnya menikah tepat ketika saya akan berangkat kuliah.
Singkat cerita, seusai kuliah S-2, saya memutuskan untuk kembali bekerja di
Semarang, karena peluang kerja yang pasti memang ada disana. Karena mendapatkan
tawaran, saya waktu itu memutuskan untuk bekerja sebagai pengajar di sebuah
akademi pelayaran swasta dan lembaga konsultan pendidikan luar negeri. Bagi
saya, bekerja di kedua lembaga tersebut adalah pilihan yang sangat realistis disaat
peluang menjadi dosen tetap universitas belum ada saat itu. Kebetulan juga,
selain mendapatkan tawaran, sebelum
kuliah S-2, saya memang sudah bekerja di Akademi pelayaran tersebut. Saya juga
tidak mengalami kesulitan untuk bekerja di lembaga konsultan pendidikan luar
negeri, karena saya mempunyai pengalaman mengambil tes internasional bahasa
Inggris selama beberapa kali dan saya juga merupakan lulusan universitas luar negeri.
Sembari bekerja, saya tentu mencoba mencari peluang untuk bisa menjadi dosen. Saya
ingin sekali bekerja penuh sebagai dosen dan diakui secara resmi oleh
pemerintah dan masyarakat melalui kepemilikan Nomor Induk Dosen Nasional
(NIDN). Waktu itu, memang ada beberapa universitas swasta yang saya lamar, tetapi
setelah semua upaya ini berujung pada kegagalan. Setelah bekerja di akademi
pelayaran selama lebih dari 5 tahun, saya kemudian mendapatkan tawaran untuk
menjadi dosen tetap disana. Tetapi tidak
tahu kenapa tawaran tersebut akhirnya tidak terealisasi. Pada awalnya saya
diminta mengajar dengan SK Dosen tetap kontrak, tetapi entah kenapa kontrak
tersebut tiba-tiba dihentikan. Bahkan tanpa pemberitahuan.
Pandemi COVID-19 pun tiba. Semua aktivitas pembelajaran dan pekerjaan
dilakukan di rumah secara daring. Saya kemudian pulang ke Magetan dan mengajar
secara daring di rumah. Status saya waktu itu masih bekerja sebagai pengajar di
kampus pelayaran dan lembaga konsultasi pendidikan luar negeri. Selama pandemi
ini, saya juga mendapatkan tawaran bekerja di sebuah lembaga kursus daring yang
cukup terkenal saat itu. Setelah beberapa kali mengajar, saya kemudian diminta
untuk memegang jabatan sebagai Chief Academic Officer (CAO). Sayapun
senang dan bangga menerima tawaran tersebut, karena saya juga ingin berkiprah
dalam merintis sebuah start up di bidang pendidkan. Namun, tentu saja
saat itu saya bekerja dengan sangat keras, karena harus bekerja di tiga tempat
sekaligus secara daring. Meskupun di rumah, saya hampir tidak mempunyai waktu
luang. Setelah menikmati pekerjaan yang sangat menguras waktu ini di rumah, tiba-tiba
saya tidak sengaja membaca sebuah lowongan dosen tetap di Universitas Nasional
Karangturi (UNKARTUR) Semarang, tepatnya di Program Studi S-1 Pendidikan Bahasa
Inggris. “Ini adalah impian,” pikir saya. Tanpa berfikir panjang, saya pun
akhirnya mendaftar, mengikuti seleksi, dan Alhamdulillah, diterima. Cerita
lengkap mengenai diterimanya saya di UNKARTUR ini bisa dibaca melalui tulisan
saya di tautan ini Rezeki Dibalik Pandemi 2020. Akhirnya impian saya menjadi dosen benar-benar terwujud.
Bahkan, saat membuat KTP dan SIM, saya tidak segan-segan memakai nama dosen
sebagai pekerjaan atau profesi saya. Saya sangat menikmati profesi ini karena
memang sesuai dengan passion dan keinginan saya selama ini. Dan setelah
menekuninya selama 2 tahun, akhirnya saya mendapatkan jabatan fungsional
pertama, yaitu Asisten Ahli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar