Minggu, 02 April 2023

Janji Palsu (Part 1)

 

https://www.hukumonline.com/

Janji Palsu (Part 1)

*Aziza Restu Febrianto

 

Ini adalah sebuah pengalaman. Sebuah pengalaman yang tak akan pernah terlupakan selamanya. Dalam hidup, baru kali ini saya mengalami kejadian yang unik tapi menyakitkan. Ini semua tentang sebuah profesi dan pengabdian sekaligus cinta kepada orang tua dan keluarga. Semuanya berawal dari sebuah postingan lowongan dosen resmi pada sebuah story facebook dan instagram sebuah universitas swasta (satu-satunya universitas)  di Magetan tahun 2022. Dan kampus inilah yang saya maksud “Kampus Gak Jelas” pada jurul artikel ini. Namun, alangkah baiknya cerita ini saya awali dengan latar belakang kondisi awal karir dan pilihan profesi saya di Part 1 ini, agar pembaca bisa memahami kenapa pengalaman yang tidak diharapkan itu bisa terjadi. Pada Part 2 nanti, saya akan berbagi mengenai detail cerita inti di kampus gak jelas dan biadab itu sekaligus hikmah dan pelajaran yang bisa diambil.

Profesi dosen memang sudah menjadi pilihan hidup saya sejak lulus kuliah S-2. Sehingga jenis kampus seperti apa tempat saya bekerja kelak tentu menjadi pertimbangan serius bagi saya. Walaupun kalau bisa memilih, ya tentu saja saya akan memilih bekerja di sebuah kampus yang besar dan memiliki nama terkenal. Tapi apa mau dikata, setelah mengikuti rangkaian seleksi penerimaan dosen di beberapa kampus besar tersebut, saya masih belum beruntung. Mengikuti tes CPNS pun saya juga selalu gagal. Mungkin memang sudah menjadi takdir saya untuk tidak menjadi dosen PNS. Namun, ketika usia bertambah, pola pikir mengenai jenis kampus tempat kerja ini menjadi tidak penting. Apalagi ketika muncul keinginan kuat untuk bekerja di daerah sendiri, dekat dengan orang tua dan anak istri. Bagi saya, kampus itu bukanlah tempat untuk  menggantungkan diri, tetapi kampus itu menjadi tempat saya untuk bisa bekerja pada bidang yang saya tekuni dan berkembang secara keilmuwan dan kompetensi, serta saya bisa bekerja keras untuk membangun kampus tersebut. Dan jauh lebih penting lagi adalah kampus tempat saya bekerja ini lokasinya dekat dengan orang tua dan keluarga. Saya tidak peduli jumlah nominal gaji itu berapa, karena uang itu bisa dicari di pekerjaan lain sambi berprofesi sebagai dosen.

Pencarian peluang untuk bekerja di kampus yang dekat dengan keluarga ini sebenarnya sudah saya lakukan sejak tahun 2011 ketika saya mengikuti seleksi penerimaan dosen di sebuah IKIP yang cukup terkenal di Madiun (sekarang statusnya berubah menjadi universitas). Waktu itu saya sebenarnya sudah keterima, walaupun akhirnya tidak jadi dan di-PHP. Tidak jelas juga alasan kenapa saya tidak jadi bekerja di kampus tersebut, padahal sudah jelas saya lolos seleksi dan diminta mengajar salah satu mata kuliah, yaitu Writing 4. Mungkin alasannya karena waktu itu sudah ada perubahan kebijakan bahwa semua dosen harus berkualifikasi minimal S-2, sedangkan saat itu saya masih lulusan S-1. Padahal jika saya diterima, saya berjanji akan melanjutkan studi S-2, baik dengan biaya sendiri ataupun beasiswa. Namun, kemudian perjuangan ini tidak saya teruskan karena saya memilih untuk mencari pengalaman menjadi guru di daerah 3T dan akhirnya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah S-2 di luar negeri. Mumpung masih muda, cari pengalaman sebanyak-banyaknya..begitulah prinsip hidup saya waktu itu..hehe. Sayapun akhirnya menikah tepat ketika saya akan berangkat kuliah.

Singkat cerita, seusai kuliah S-2, saya memutuskan untuk kembali bekerja di Semarang, karena peluang kerja yang pasti memang ada disana. Karena mendapatkan tawaran, saya waktu itu memutuskan untuk bekerja sebagai pengajar di sebuah akademi pelayaran swasta dan lembaga konsultan pendidikan luar negeri. Bagi saya, bekerja di kedua lembaga tersebut adalah pilihan yang sangat realistis disaat peluang menjadi dosen tetap universitas belum ada saat itu. Kebetulan juga, selain mendapatkan tawaran,  sebelum kuliah S-2, saya memang sudah bekerja di Akademi pelayaran tersebut. Saya juga tidak mengalami kesulitan untuk bekerja di lembaga konsultan pendidikan luar negeri, karena saya mempunyai pengalaman mengambil tes internasional bahasa Inggris selama beberapa kali dan saya juga merupakan lulusan universitas luar negeri. Sembari bekerja, saya tentu mencoba mencari peluang untuk bisa menjadi dosen. Saya ingin sekali bekerja penuh sebagai dosen dan diakui secara resmi oleh pemerintah dan masyarakat melalui kepemilikan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN). Waktu itu, memang ada beberapa universitas swasta yang saya lamar, tetapi setelah semua upaya ini berujung pada kegagalan. Setelah bekerja di akademi pelayaran selama lebih dari 5 tahun, saya kemudian mendapatkan tawaran untuk menjadi dosen tetap disana.  Tetapi tidak tahu kenapa tawaran tersebut akhirnya tidak terealisasi. Pada awalnya saya diminta mengajar dengan SK Dosen tetap kontrak, tetapi entah kenapa kontrak tersebut tiba-tiba dihentikan. Bahkan tanpa pemberitahuan.

Pandemi COVID-19 pun tiba. Semua aktivitas pembelajaran dan pekerjaan dilakukan di rumah secara daring. Saya kemudian pulang ke Magetan dan mengajar secara daring di rumah. Status saya waktu itu masih bekerja sebagai pengajar di kampus pelayaran dan lembaga konsultasi pendidikan luar negeri. Selama pandemi ini, saya juga mendapatkan tawaran bekerja di sebuah lembaga kursus daring yang cukup terkenal saat itu. Setelah beberapa kali mengajar, saya kemudian diminta untuk memegang jabatan sebagai Chief Academic Officer (CAO). Sayapun senang dan bangga menerima tawaran tersebut, karena saya juga ingin berkiprah dalam merintis sebuah start up di bidang pendidkan. Namun, tentu saja saat itu saya bekerja dengan sangat keras, karena harus bekerja di tiga tempat sekaligus secara daring. Meskupun di rumah, saya hampir tidak mempunyai waktu luang. Setelah menikmati pekerjaan yang sangat menguras waktu ini di rumah, tiba-tiba saya tidak sengaja membaca sebuah lowongan dosen tetap di Universitas Nasional Karangturi (UNKARTUR) Semarang, tepatnya di Program Studi S-1 Pendidikan Bahasa Inggris. “Ini adalah impian,” pikir saya. Tanpa berfikir panjang, saya pun akhirnya mendaftar, mengikuti seleksi, dan Alhamdulillah, diterima. Cerita lengkap mengenai diterimanya saya di UNKARTUR ini bisa dibaca melalui tulisan saya di tautan ini Rezeki Dibalik Pandemi 2020. Akhirnya impian saya menjadi dosen benar-benar terwujud. Bahkan, saat membuat KTP dan SIM, saya tidak segan-segan memakai nama dosen sebagai pekerjaan atau profesi saya. Saya sangat menikmati profesi ini karena memang sesuai dengan passion dan keinginan saya selama ini. Dan setelah menekuninya selama 2 tahun, akhirnya saya mendapatkan jabatan fungsional pertama, yaitu Asisten Ahli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar