Indonesian Literacy
Forum
Proposed by Aziza Restu Febrianto
Latar belakang
Seiring berkembangnya jaman, kemajuan pesat di bidang
informasi dan teknologi (IT) juga semakin tidak terelakkan lagi. Sebagai
dampaknya, perubahan pada berbagai macam aspek kehidupan menjadi semakin terasa.
Pada pertengahan abad 21 ini, gobalisasi tidak hanya mulai dirasakan oleh
kalangan tertentu saja, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai
macam latar belakang yang berbeda. Dari orang tua sampai yang muda, dari yang
kaya sampai yang paling miskin dan dari yang tinggal di pusat perkotaan hingga
mereka yang berada di daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). Seluruh
penjuru negeri merasakan perubahan efek globalisasi ini. Perkembangan bidang IT
dan dunia digital ini membuat akses internet sangat mudah dinikmati oleh semua
kalangan tanpa terkecuali. Dampak yang nyata dan langsung dirasakan adalah
penggunaan social media, Youtube dan browser lainnya yang hampir semua orang
menikmati layanannya tanpa henti setiap hari.
Untuk tujuan efektifitas dan efisiensi kerja, maka semua
kegiatan dan tugas manusia banyak terfasilitasi oleh internet. Dari mendaftar
sekolah, melamar pekerjaan hingga bermain game, semuanya dimediasi oleh
internet. Dari yang dulu biasanya membeli kaset, VCD atau DVD di toko musik
atau penjual keliling di pasar, sekarang orang tinggal menikmati semua lagu
kesukaannya di YouTube secara gratis. Jika ingin mengoleksi, kita tinggal download semua lagu dan video klip tanpa
khawatir dianggap melakukan pembajakan. Jika dulu banyak orang berbondong-bondong
pergi ke toko buku atau perpustakaan, sekarang tinggal klik menu di Smartphone, kemudian milyaran informasi
sudah tersedia disana secara gratis. Dampaknya, banyak ditemukan perpustakaan
dan toko buku yang sepi pengunjung atau banyak pula buku yang dijual murah
diloakan atau di pinggir-pinggir jalan karena sudah tidak laku lagi. Perubahan
IT yang sangat pesat dan berdampak signifikan pada kehidupan manusia secara massive
ini tentunya menjadi tantangan tersendiri. Banyak yang menyikapinya secara
positif, namun juga banyak pula yang memanfaatkannya secara tidak bertanggung
jawab.
Tidak semua orang menyikapi perubahan dengan cara yang
positif. Jika dulu kita sempat membayangkan bahwa dengan dikembangkannya dunia
IT dan munculnya arus informasi melalui pusaran internet, yang dikhawatirkan
adalah bentuk-bentuk kejahatan seperti cyber
crime atau kriminalitas melaui media online, pornografi tiada batas serta Games addiction atau kecanduan game yang
melenakan. Maka tantangan kita sekarang dan kedepan tidak hanya sekedar itu
lagi, generasi ini semakin menghadapi tantangan arus globalisasi yang lebih
kompleks. Penggunaan Smartphone yang
bersisi berbagai macam fitur dan aplikasi juga menjadi tantangan tersendiri.
Penggunaan social media seperti facebook, twitter, instagram, dll bisa juga memunculkan masalah dan tantangan. Informasi yang baik dan positif tentunya
bisa kita apresiasi. Tapi dengan penyebaran hoax
atau informasi yang tidak bertanggung jawab dan tidak jelas sumbernya menjadi
masalah tersendiri. Aktivitas sarkasme, fitnah, bullying dan penghinaan di
media sosial juga sangat rawan terjadi.
Dengan semuan tantangan perubahan sebagai akibat globalisasi
yang bebas ini, sudahkah kita berbuat sesuatu untuk ikut membantu menghadapinya?
Tantangan kedepan justru lebih kompleks karena perubahan inevitably akan selalu terjadi. Jika bangsa ini tidak siap
menghadapinya, maka tentu saja akan tergilas oleh mereka yang sudah siap. Akhirnya
ketidaksiapan ini akan berdampak pada aspek kehidupan lain seperti politik,
ekonomi, sosial dan budaya di negeri kita. Mungkin cara yang paling rasional
dan sangat bisa dilakukan menurut saya adalah melalui pendidikan dan program
kesadaran Literasi.
What does “literacy” really mean?
Jika kita mencari kata Literasi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), maka maknanya adalah kemampuan membaca dan menulis. Ini
merupakan makna dasar dan istilah literasi pada awalnya memang ditujukan pada
keterampilan membaca dan menulis seseorang. Dalam perkembangannya, dan sesuai
dengan perubahan jaman, istilah Literasi mulai bergeser dan sering dipakai
untuk memaknai keterampilan pada ruang lingkup yang lebih luas lagi. Berikut
definisi Literasi menurut UNESCO:
The ability to identify, understand,
interpret, create, communicate, compute and use printed and written materials
associated with varying contexts. (UNESCO)
Literasi adalah keamampuan mengidentifikasi, memahami,
menterjemahkan, menciptakan, mengkomunikasikan, memperhitungkan dan menggunakan
materi dalam berbagai macam konteks. Berbagai macam konteks ini menurut saya
maknanya adalah berbagai macam situasi dan kondisi sesuai dengan perubahan
jaman. Literasi juga mencakup proses belajar yang terus menerus or Lifelong learning yang dapat membantu seseorang
mencapai tujuan hidupnya, mengembangkan ilmu pengetahuan dan potensinya di
masyarakat dan komunitas yang lebih luas.
Jadi tidak sesederhana itu kan makna Literasi?
Mengacu pada latar belakang kondisi bangsa dan perkembangan
jaman yang tidak terelakkan, keterampilan Literasi ini benar-benar sangat perlu dikembangkan dan dipromosikan
pada seluruh lapisan masyarakat baik yang tua, muda, kaya, miskin, dsb. Jika
keterampilan Literasi ini sudah diperoleh, maka seseorang akan dapat mudah
mengaplikasikan apa yang diperolehnya dengan efektif dan efisien. Keterampilan
ini memungkinkan mereka untuk mampu berfikir secara ilmiah dan akurat,
mengambil keputusan secara tepat, serta mampu menyikapi berbagai macam masalah
dengan bijaksana. Pada tingkatan Literasi paling tinggi, seseorang diharapkan
menjadi Problem solver atau pemberi
solusi pada berbagai macam masalah dan tantangan yang ada di sekitar mereka
sesuai dengan bidang keilmuan dan keahlian masing-masing.
Dalam konteks Indonesia dengan permasalahannya yang kompleks,
dari Sabang sampai Merauke, tentu pemerintah dan stake holders lainnya tidak mungkin bisa bekerja sendiri. Program
–program pemerintah yang sangat baik tidak akan bisa berjalan tanpa adanya partisipasi
masyarakat. Percuma jika pemerintah menggalakkan program yang begitu
menjanjikan jika rakyat tidak mendukung dan melaksanakannya secara konsisten.
Sehingga program hanyalah untuk menghabiskan target anggaran saja alias program
proyek. Disinilah muncul yang namanya “Gap.” Jika dalam ilmu komunikasi, ada
istilah namanya Information Gap.
Artinya jika kita sedang berinteraksi dan berkomunikasi, tentu saja tidak semua
informasi dari pembicara bisa kita tangkap dan internalisasi. Kita hanya bisa
menyimpulkan dan menebak maksud serta menspekulasi apa yang terjadi sesuai dengan
prior-knowledge atau sudut pandang
kita saja. Informasi yang hilang dan tidak terdeteksi inilah yang dimaksud denga
Information Gap. Information Gap sudah biasa terjadi diantara pemerintah dengan masyarakat dan ini harus dicarikan
solusi. Dengan apa? Tentunya dengan cara menjembataninya melalui pihak ketiga.
Dan itulah tugas kita para pecinta ilmu pengetahuan untuk bergerak menjadi
pihak ketiga.
Mungkin sudah banyak juga NGO, LSM, organisasi dan komunitas
sosial lainnya yang bergerak ikut berpartisipasi menjadi pihak ketiga
penyambung antara pemerintah dan masyarakat, it’s great!… Itu artinya bahwa ternyata
masih banyak sekali orang yang baik dan peduli pada negeri ini terlepas dari
niat, tujuan dan kepentingan masing-masing. Dan saya ingin mengajak rekan semua
untuk tidak hanya menjadi pihak ketiga ini, akan tetapi juga menjadi Problem solvers yang tulus. Komunitas
semacam ini saya kira masih sedikit di Indonesia. Mari para awardee LPDP dari
Jogja memulainya. Kita mulai dari Jogja, Semarang dan Solo untuk Indonesia.
Rencana program dan
kegiatannya seperti apa?
Program dan kegiatannya cukup sederhana saja. Tidak usah
ribet dan banyak. Percuma jika dengan program yang muluk-muluk dan kegiatan
yang banyak, kita justru kesulitan untuk melaksanakannya. Sesuai dengan
namanya, Indonesian Literacy Forum, maka kegiatan utamanya adalah forum diskusi
atau wadah diskusi kita secara rutin dan berkala tentang berbagai macam issues dan kelimuwan, seperti:
- Diskusi
bulanan berkala online via selected social networking sites.
- Annual
networking event. (Misalnya dinner, lunch atau kopdar santai plus sharing2 informasi).
- Incidental events. (Misalnya: Seminar, pelatihan, talk
show, dsb. Atau acara yang mirip dengan sosialisasi beasiswa LPDP di UPN kita
dulu).
Saya hanya
bisa memberikan pendapat dan gambaran akan latar belakang singkat, visi serta
program kegiatannya disini. Silahkan dikritisi secara konstruktif dan masukan
teman-teman akan sangat membantu untuk niat tulus kita.
Mari kita berlomba-lomba dalam kebaikan…. (QS.
Al Baqarah: 184)