The UCL Institute of Education Library, the largest education library in Europe |
(Short Reflection)
Aziza Restu Febrianto
Dalam tulisan kali ini saya ingin
berbagi pengalaman dan pelajaran hidup yang saya peroleh (secara pribadi)
ketika belajar Master di kota London, UK selama hampir 5 bulan ini. Akhir-akhir
ini saya semakin tertarik dan concern
dengan penggunaan label dunia akademik untuk pemikiran-pemikiran yang berdasarkan
proses dan hasil studi tertentu dalam diskusi umum. Saya sedikit khawatir
pelabelan ini akan menimbulkan dikotomi dan pemisahan antara aktivitas akademik
dengan kehidupan masyarakat secara umum. Padahal apa yang manusia alami dalam
hidup tidak terlepas dari fenomena ilmiah yang dipelajari. Saya tidak tahu
sejauh mana pelabelan ini berpengaruh positif atau tidaknya dalam kehidupan
masyarakat, terutama di Indonesia. Yang jelas realitanya gap antara pendidikan
dan dunia kerja masih saja terasa, ditunjukkan oleh banyaknya informasi di media massa tentang adanya mismatch antara lulusan perguruan tinggi
dengan dunia kerja. Ini menunjukkan bahwa masih belum adanya koneksi dan relevansi yang
kuat antara apa yang dipelajari dan diperoleh di jenjang pendidikan dengan apa yang
dibutuhkan oleh sektor usaha di lapangan. Munculnya pendapat, diskusi dan statement yang belum terbukti
kebenarannya di sosial media dan media massa juga merupakan contoh akan masih adanya pemisahan
antara pemikiran ilmiah dengan semua aspek kehidupan manusia lainnya.
Selama kuliah di UK, pemikiran
kritis dan holistik yang didukung dengan bukti empiris atau teoritis sangatlah
dibutuhkan untuk bisa survive dengan
semua kegiatan perkuliahan, terutama dalam mengerjakan semua tugas. Tiap kali
mengajukan pendapat, kita tidak bisa begitu saja berargumen berdasarkan opini dan
pengalaman kita saja. Untuk bisa diterima secara logis, setiap klaim yang kita
ajukan harus didukung oleh bukti atau hasil pemikiran yang telah diuji secara empiris
atau teori dan literatur yang sudah ada sebelumnya. Sehingga sebelum
berpendapat dan membuat klaim (dalam sebuah karya tulis misalnya), saya harus
mencari literatur lain yang berkaitan serta relevan dengan kondisi terkini.
Tentu saja ini sangat tidak mudah dan time
consuming. Hampir setiap hari saya mencari jurnal, karya ilmiah dan buku yang
tidak semuanya bisa diunduh secara gratis melalui institusi untuk portal-portal
yang reliable dan terpercaya,
sehingga mengharuskan saya untuk mencarinya di perpustakaan. Jika masih saja tidak
menemukannya, saya harus membelinya dengan harga yang tidak murah. Setelah
mendapatkannya, saya harus membaca, membuat kesimpulan serta mengkritisnya
dengan literatur lain atau bukti empiris yang berkaitan. Bagi saya aktivitas
ini sangat menantang dan melelahkan, namun banyak juga manfaat yang diperoleh
darinya. Dan yang paling penting, semua aktivitas yang saya jalani ini telah
membuat saya belajar untuk berfikir lebih kritis dan holistik.
Pernah juga sih kepikiran,
ngapain saya kuliah jauh-jauh dengan biaya yang sama sekali tidak sedikit jika
ujung-ujungnya banyak kegiatan mandiri dan semua sumber juga sudah tersedia di
internet atau bisa juga membelinya di toko buku online. Mungkin pendapat ini ada
benarnya, namun saya tidak bisa menjamin saya mampu melakukannya karena belajar
mandiri membutuhkan motivasi tersendiri yang sangat kuat. Lagipula, dengan
semua aktivitas perkuliahan, apa yang saya peroleh dan buat secara mandiri
dapat didiskusikan secara langsung di kelas dan mendapat feedback dari tutor yang tentu saja lebih ahli dan berpengalaman serta
teman sekelas yang memiliki common
interest. Pastinya aktivitas yang selama ini saya lakukan ini semakin
membuat perspektif dan cara pandang saya semakin meluas. Seperti yang kita
semua ketahui, aktivitas yang biasanya dilakukan di kelas tidak hanya
mendengarkan ceramah tutor, tapi kita juga diberikan kesempatan untuk bertanya
dan beropini. Kegiatan yang cukup menarik adalah berdiskusi kelompok dengan
teman sekelas yang memiliki latar belakang berbeda baik dari negara, budaya, pendidikan maupun pengalaman.
Kegiatan perkuliahan yang disibukkan dengan membaca jurnal, membuat kesimpulan serta memberikan opini tentangnya dalam
diskusi kelas serta tugas karya tulis/ paper sangatlah membentuk pola pikir saya untuk
mempertimbangkan berbagai macam sudut pandang serta bukti ilmiah ketika
berpendapat. Aktivitas seperti ini seharusnya tidak bisa dipisahkan dalam
realita kehidupan kita. Sehingga semua ide, pendapat dan pemikiran yang bisa
dipertanggungjawabkan bisa mendukung inovasi serta sesuai dengan kebutuhan di
dunia nyata. Kombinasi ini memungkinkan semua penelitian dan teori yang
dikembangkan di ranah pendidikan tinggi bisa benar-benar relevan dan berguna
dalam dunia kerja. Aktivitas ilmiah dan pemikiran kritis ini juga membantu
masyarakat untuk berfikir lebih bijak dalam menghadapi semua permasalahan hidup
dan mencari solusinya. Mereka juga tidak
akan begitu saja mudah terpengaruh oleh isu yang belum tentu ada kebenarannya. Mereka juga tidak akan mudah memberikan penilaian terhadap orang lain yang berbeda pandangan ataupun keyakinan tanpa adanya informasi yang jelas. Dengan pemikiran kritis dan ilmiah ini, kita akan memahami bahwa hidup bukanlah tentang warna hitam dan putih, akan tetapi semua warna ada. Mata normal kita juga bisa melihat berbagai macam warna itu kan. Namun satu hal yang perlu diingat, seperti yang kita tahu, dalam penelitian dan pemikiran ilmiah, pasti juga terdapat batasan/ atau limitations istilahnya. Sehingga sehebat apapun argumen dan pemikiran kita yang dibuktikan dengan berbagai macam teori dan studi empiris, pasti akan ada batasannya. Disinilah x-factor itu tetap ada dan hanya Tuhan yang berkuasa akan hal itu. Inilah puncak dari pemikiran logis dan tahapan spiritualitas mulai dirasakan.
Kesimpulannya, dengan pertimbangan akan manfaat aktivitas dan kegiatan ilmiah dalam realita kehidupan bermasyarakat, saya semakin
yakin bahwa pelabelan dan dikotomi antara kehidupan akademik dengan kehidupan masyarakat
umum merupakan hal yang mestinya ditiadakan. Semua aktivitas dan kegiatan
masyarakat harus berdasarkan pola pikir dan mindset yang ilmiah dan akademik agar
tercipta kehidupan yang bertanggung jawab, penuh inovasi dan kebijaksanaan. Aktifitas ilmiah dan pemikiran seperti ini juga akan mengantarkan kita menjadi pribadi yang spiritualis sesuai dengan keyakinan agama kita masing-masing. Sekian.....
London, 17 Februari 2017