Kamis, 16 Februari 2017

Relevansi Berfikir Kritis dan Ilmiah


The UCL Institute of Education Library,
the largest education library in Europe

(Short Reflection)

Aziza Restu Febrianto


Dalam tulisan kali ini saya ingin berbagi pengalaman dan pelajaran hidup yang saya peroleh (secara pribadi) ketika belajar Master di kota London, UK selama hampir 5 bulan ini. Akhir-akhir ini saya semakin tertarik dan concern dengan penggunaan label dunia akademik untuk pemikiran-pemikiran yang berdasarkan proses dan hasil studi tertentu dalam diskusi umum. Saya sedikit khawatir pelabelan ini akan menimbulkan dikotomi dan pemisahan antara aktivitas akademik dengan kehidupan masyarakat secara umum. Padahal apa yang manusia alami dalam hidup tidak terlepas dari fenomena ilmiah yang dipelajari. Saya tidak tahu sejauh mana pelabelan ini berpengaruh positif atau tidaknya dalam kehidupan masyarakat, terutama di Indonesia. Yang jelas realitanya gap antara pendidikan dan dunia kerja masih saja terasa, ditunjukkan oleh banyaknya informasi di media massa tentang adanya mismatch antara lulusan perguruan tinggi dengan dunia kerja. Ini menunjukkan bahwa masih belum adanya koneksi dan relevansi yang kuat antara apa yang dipelajari dan diperoleh di jenjang pendidikan dengan apa yang dibutuhkan oleh sektor usaha di lapangan. Munculnya pendapat, diskusi dan statement yang belum terbukti kebenarannya di sosial media dan media massa juga merupakan contoh akan masih adanya pemisahan antara pemikiran ilmiah dengan semua aspek kehidupan manusia lainnya.

Selama kuliah di UK, pemikiran kritis dan holistik yang didukung dengan bukti empiris atau teoritis sangatlah dibutuhkan untuk bisa survive dengan semua kegiatan perkuliahan, terutama dalam mengerjakan semua tugas. Tiap kali mengajukan pendapat, kita tidak bisa begitu saja berargumen berdasarkan opini dan pengalaman kita saja. Untuk bisa diterima secara logis, setiap klaim yang kita ajukan harus didukung oleh bukti atau hasil pemikiran yang telah diuji secara empiris atau teori dan literatur yang sudah ada sebelumnya. Sehingga sebelum berpendapat dan membuat klaim (dalam sebuah karya tulis misalnya), saya harus mencari literatur lain yang berkaitan serta relevan dengan kondisi terkini. Tentu saja ini sangat tidak mudah dan time consuming. Hampir setiap hari saya mencari jurnal, karya ilmiah dan buku yang tidak semuanya bisa diunduh secara gratis melalui institusi untuk portal-portal yang reliable dan terpercaya, sehingga mengharuskan saya untuk mencarinya di perpustakaan. Jika masih saja tidak menemukannya, saya harus membelinya dengan harga yang tidak murah. Setelah mendapatkannya, saya harus membaca, membuat kesimpulan serta mengkritisnya dengan literatur lain atau bukti empiris yang berkaitan. Bagi saya aktivitas ini sangat menantang dan melelahkan, namun banyak juga manfaat yang diperoleh darinya. Dan yang paling penting, semua aktivitas yang saya jalani ini telah membuat saya belajar untuk berfikir lebih kritis dan holistik.

Pernah juga sih kepikiran, ngapain saya kuliah jauh-jauh dengan biaya yang sama sekali tidak sedikit jika ujung-ujungnya banyak kegiatan mandiri dan semua sumber juga sudah tersedia di internet atau bisa juga membelinya di toko buku online. Mungkin pendapat ini ada benarnya, namun saya tidak bisa menjamin saya mampu melakukannya karena belajar mandiri membutuhkan motivasi tersendiri yang sangat kuat. Lagipula, dengan semua aktivitas perkuliahan, apa yang saya peroleh dan buat secara mandiri dapat didiskusikan secara langsung di kelas dan mendapat feedback dari tutor yang tentu saja lebih ahli dan berpengalaman serta teman sekelas yang memiliki common interest. Pastinya aktivitas yang selama ini saya lakukan ini semakin membuat perspektif dan cara pandang saya semakin meluas. Seperti yang kita semua ketahui, aktivitas yang biasanya dilakukan di kelas tidak hanya mendengarkan ceramah tutor, tapi kita juga diberikan kesempatan untuk bertanya dan beropini. Kegiatan yang cukup menarik adalah berdiskusi kelompok dengan teman sekelas yang memiliki latar belakang berbeda baik dari negara, budaya, pendidikan maupun pengalaman.

Kegiatan perkuliahan yang disibukkan dengan membaca jurnal, membuat kesimpulan serta memberikan opini tentangnya dalam diskusi kelas serta tugas karya tulis/ paper sangatlah membentuk pola pikir saya untuk mempertimbangkan berbagai macam sudut pandang serta bukti ilmiah ketika berpendapat. Aktivitas seperti ini seharusnya tidak bisa dipisahkan dalam realita kehidupan kita. Sehingga semua ide, pendapat dan pemikiran yang bisa dipertanggungjawabkan bisa mendukung inovasi serta sesuai dengan kebutuhan di dunia nyata. Kombinasi ini memungkinkan semua penelitian dan teori yang dikembangkan di ranah pendidikan tinggi bisa benar-benar relevan dan berguna dalam dunia kerja. Aktivitas ilmiah dan pemikiran kritis ini juga membantu masyarakat untuk berfikir lebih bijak dalam menghadapi semua permasalahan hidup dan mencari solusinya. Mereka juga tidak akan begitu saja mudah terpengaruh oleh isu yang belum tentu ada kebenarannya. Mereka juga tidak akan mudah memberikan penilaian terhadap orang lain yang berbeda pandangan ataupun keyakinan tanpa adanya informasi yang jelas. Dengan pemikiran kritis dan ilmiah ini, kita akan memahami bahwa hidup bukanlah tentang warna hitam dan putih, akan tetapi semua warna ada. Mata normal kita juga bisa melihat berbagai macam warna itu kan. Namun satu hal yang perlu diingat, seperti yang kita tahu, dalam penelitian dan pemikiran ilmiah, pasti juga terdapat batasan/ atau limitations istilahnya. Sehingga sehebat apapun argumen dan pemikiran kita yang dibuktikan dengan berbagai macam teori dan studi empiris, pasti akan ada batasannya. Disinilah x-factor itu tetap ada dan hanya Tuhan yang berkuasa akan hal itu. Inilah puncak dari pemikiran logis dan tahapan spiritualitas mulai dirasakan.

Kesimpulannya, dengan pertimbangan akan manfaat aktivitas dan kegiatan ilmiah dalam realita kehidupan bermasyarakat, saya semakin yakin bahwa pelabelan dan dikotomi antara kehidupan akademik dengan kehidupan masyarakat umum merupakan hal yang mestinya ditiadakan. Semua aktivitas dan kegiatan masyarakat harus berdasarkan pola pikir dan mindset yang ilmiah dan akademik agar tercipta kehidupan yang bertanggung jawab, penuh inovasi dan kebijaksanaan. Aktifitas ilmiah dan pemikiran seperti ini juga akan mengantarkan kita menjadi pribadi yang spiritualis sesuai dengan keyakinan agama kita masing-masing. Sekian.....



London, 17 Februari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar