|
https://atdikbudlondon.com/ |
Alhamdulillah, saya pernah mendapatkan kepercayaan untuk menjadi salah satu penulis dan kontributor sebuah buku berjudul "Sistem Pendidikan Vokasi di Inggris," yang secara resmi diterbitkan oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London pada bulan Januari 2018. Berikut ini adalah sebuah Chapter yang saya tulis. Para pembaca bisa mengunduhnya secara gratis melalui link website resmi berikut:https://atdikbudlondon.com/buku
Selamat membaca.
Chapter 9: Program Pembelajaran Sepanjang Hayat pada Pendidikan
Vokasional di Inggris.
*Aziza Restu Febrianto
Di
negara Inggris, kebijakan dan wewenang pendidikan diatur oleh pemerintah di
masing-masing negara bagian, England, Wales, Skotlandia dan Irlandia utara.
Demikian pula dengan sistem pendidikan kejuruan yang sangat berbeda di tiap
negara tersebut. Reformasi dalam sistem pendidikan vokasional di Inggris selalu
menekankan belajar sepanjang hayat atau Lifelong
learning. Menurut pusat informasi pendidikan kejuruan dan keterampilan
negara-negara di Eropa/ The European
Centre for the Development of Vocational Training (Cedefop), walaupun
banyak tantangan yang dihadapi, pemerintah Inggris tetap mengupayakan reformasi
sistem pendidikan demi mewujudkan kebijakan jangka panjangnya terutama strategi
Lifelong learning. Beberapa tujuan
kebijakan tersebut antara lain adalah meningkatkan keterampilan dasar para
pekerja, meningkatkan ketuntasan pendidikan, dan mengupayakan pemenuhan
pendidikan keterampilan yang dibutuhkan di masa depan (Cuddy, N & Leney,
T., 2005).
Sistem
pendidikan vokasional yang berbasis pada tujuan belajar sepanjang hayat di
Inggris sudah ditekankan sejak tahun 1998
dengan dikeluarkannya keputusan Departemen Pendidikan dan Keterampilan/ Department for Education and Skills
(DfES) yang sejak tahun 2010 berganti nama dengan Department for Education (DfE). Dalam peraturan tersebut disebutkan
akan pentingnya slogan ‘Lifelong
Learning’ untuk secara umum menunjukkan nilai-nilai dan kebijakan tentang
belajar sepanjang hayat dibawah aturan administrasi yang baru (Department for Education and Employment
[DfEE], 1998). Dikeluarkannya surat hijau/ Green
paper yang berjudul The Learning Age
juga menunjukkan akan pentingnya belajar sepanjang hayat yang diatur oleh
negara. Isi dari surat tersebut kurang lebih menekankan akan pentingnya
kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan daya
saing dalam bidang ekonomi di era globalisasi. Kemampuan tersebut merupakan
kunci bagi sesorang untuk memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk bertahan
hidup dan bersaing di dunia kerja (1998, p.18). Target utama Lifelong learning dalam pendidikan
vokasional adalah mewujudkan pengembangan keterampilan vokasional yang
bertujuan untuk meningkatkan produktifitas ekonomi, kehidupan sosial yang
terbuka dan utuh (Hyland, 1999; Field & Liecester, 2000).
Program
Lifelong Learning di setiap negara
bagian berbeda-beda. Di England, Wales, dan Irlandia utara, Lifelong learning banyak berhubungan
dengan aktivitas belajar yang dilakukan pasca sekolah formal. Pada tahun 2001, National Assembly for Wales mengeluarkan
dokumen penting/ Paving dokumen
berjudul The Learning Country,
merumuskan program pendidikan dan belajar sepanjang hayat bagi masyarakat Wales
untuk target tahun 2010. The Learning
Country meneruskan strategi sebelumnya dan menghasilkan agenda untuk tahun
2010. Sedangkan di Skotlandia, makna belajar sepanjang hayat ini lebih luas
melalui slogannya ‘Cradle to Grave’
yang berarti belajar dari lahir hingga akhir hayat sekaligus memperluas
kesempatan belajar bagi setiap orang atau Education
for all (Organization for Economic
Co-operation and Development [OECD], 2003).
Menurut
National Assembly for Wales (OECD,
2003; DfES, 2005), Lifelong learning
dalam pendidikan vokasional di Wales memiliki program prioritas antara lain;
•
Pengembangan keterampilan
dan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan produktivitas kerja melalui peningkatan
kreatifitas, inovasi dan kegiatan usaha.
•
Peningkatan dan perluasan
kesempatan belajar termasuk keterampilan dasar.
•
Peningkatan standar dalam
belajar dan mengajar.
Program
prioritas diatas dilaksanakan untuk mewujudkan agenda utama ketiga negara
(Inggris, Wales dan Irlandia utara) yaitu:
•
Memastikan bahwa semua
generasi muda dapat mendapatkan keterampilan utama agar siap menghadapi
perubahan jaman, menjamin keamanan dalam hidup, memperoleh banyak keuntungan
dari kesejahteraan yang diperolehnya. Target utamanya adalah 90% pemuda berusia
22 tahun dapat mengikuti program pendidikan penuh yang sesuai dengan bidang
keahlian mereka untuk mempersiapkan diri memasuki dunia kerja atau jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
•
Menyediakan level
keterampilan lebih tinggi yang diperlukan untuk inovasi bidang keilmuwan
ekonomi, dengan target 50% pemudia usia dibawah 30 tahun dapat melanjutkan
pendidikannya di Perguruan Tinggi pada tahun 2010.
•
Memastikan para
masyarakat pada usia kerja dapat memiliki keterampilan yang sesuai dengan
kebutuhan dunia kerja dan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka serta
memperoleh penghargaan.
•
Meneruskan peningkatan
standar belajar dan mengajar di seluruh jenjang pendidikan dan keterampilan.
Untuk
memastikan kualitas calon siswa dan lulusan dengan keterampilan yang sesuai
dengan kebutuhan pasar, pemerintah England, Irlandia utara dan Wales memiliki
sebuah standar kualifikasi vokasional bernama The National Qualifications Framework (NQF) sejak tahun 2000. Semua
program pendidikan vokasional (TVET) mengikuti aturan ini ketika menyeleksi
calon siswa.
Kebijakan
pendidikan vokasional di Skotlandia memiliki sistem yang paling berbeda dengan
negara bagian lainnya. Skotlandia memiliki kebijakan khusus dalam mengupayakan
belajar sepanjang hayat dengan slogan, Life
through learning, learning through life. Kebijakan ini sepenuhnya merupakan
wewenang the Scottish Executive
Enterprise, and Lifelong Learning Department (OECD, 2003). Sedangkan untuk
memastikan kualitas calon siswa dan lulusan, pemerintah Skotlandia mempunyai
aturan sendiri bernama the Scottish credit
and qualifications framework (SCQF). Berbeda dengan NQF di ketiga negara
bagian yang lain, SCQF merupakan standar kualifikasi yang lebih luas cakupannya
serta memiliki tujuan jangka panjang. Kualifikasi ini sangat menekankan Lifelong learning termasuk pendidikan
non-formal untuk semua orang dengan segala usia serta memiliki output yang jelas dan terukur
kualitasnya. Selain mempermudah setiap orang untuk mendapatkan pendidikan yang
layak dan sesuai kebutuhan di sepanjang hidupnya, kualifikasi ini juga memungkinkan
semua orang untuk memahami standar kualifikasi yang dibutuhkan di Skotlandia
(Cuddy, N & Lenny, T, 2005).
Di
Inggris, Irlandia utara dan Wales, setiap calon siswa yang masuk di sekolah
vokasional harus mengambil ujian standar yang disebut the General Certificate of Secondary Education (GCSE) setelah
menyelesaikan sekolah menengah pertama/ SMP atau berusia 16 tahun. Sedangkan di
Skotlandia, calon siswa harus sudah memenuhi kualifikasi 4 dan 5 yang merupakan
acuan standar masuk sekolah vokasional/ SMK. Kualifikasi ini biasanya juga
diambil setelah mereka lulus dari SMP atau berusia 16 tahun (Cedefop, 2017).
Meskipun
setiap negara memiliki aturan dan kebijakan sendiri tentang program Lifelong learning, ada beberapa prinsip
aturan yang terpusat. Misalnya, Department
for Education menyusun strategi bernama White
Paper yang menentukan target dan strategi umum untuk memastikan bahwa
setiap individu memiliki keterampilan yang dapat digunakan untuk bekerja dan
menikmati hidupnya (OECD, 2003). Selain itu terdapat pula target nasional
berlaku untuk semua negara bagian yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana
masing-masing negara melaksanakan semua program Lifelong learning mereka. Target ini juga mencakup standar tingkat
partisipasi dan pencapaian para siswa pada bidang yang paling ditekuninya di
sekolah melalui program pengembangan Lifelong
learning dan bisnis usaha (OECD, 2003).
Pemerintah
Inggris/ Britania raya (UK) sangat menyadari akan tantangan jaman yang selalu
berubah dan masa depan yang tidak pasti terutama bagi orang dewasa. Menurut
Mike Campbell (2016), ada tiga komponen yang harus diwaspadai oleh Inggris
dalam menghadapi tantangan jaman: ketersediaan keterampilan (Skills supply), permintaan keterampilan
(Skills demand) dan ketidaksesuaian
keterampilan dengan kebutuhan pasar (Skills
mismatch). Ketidaksesuaian
keterampilan dengan kebutuhan pasar ini terjadi ketika jumlah keterampilan yang
tersedia tidak sesuai dengan keterampilan yang dibutuhkan/ diminta oleh pasar.
Gambaran tentang kondisi orang terampil dewasa di Inggris dapat dilihat melalui
survey ketenaga kerjaan atau Labour Force
Survey. Melalui survey ini, Bosworth (2014) dan Wilson, dkk (2016)
memberikan analisa paling terkini yang menggambarkan gambaran pada tahun 2002,
2012 dan proyeksi pada tahun 2020. Analisa ini menunjukkan bahwa selama satu dekade, dari tahun 2002 hingga
2012, orang dewasa berusia 19 sampai 64 tahun memiliki keterampilan yang sangat
tinggi dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020. Namun jika dibandingkan
dengan 32 negara OECD lainnya, tingkat keterampilan orang dewasa pada tataran
level tingkat bawah (low skills) dan
menengah (intermediate skills) di
Inggris cukup lemah dengan urutan peringkat ke-19 (Bosworth, 2014). Sedangkan untuk keterampilan tingkat atas (High skills) masuk pada urutan ke-11
dari 32 negara tersebut.
Meskipun
tingkat keterampilan orang dewasa terutama pada level low dan intermediate di
Inggris relatif tinggi, adapun tantangan lain yang dihadapi yaitu permintaan
keterampilan yang dibutuhkan di lapangan kerja. Kurangnya orang dewasa yang
berketerampilan tertentu muncul ketika terdapat lowongan pekerjaan yang tidak
sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki tersebut karena perubahan jaman
(Vivian, dkk, 2016). Stormer, dkk (2014)
menidentifikasi 23 faktor yang mempengaruhi perubahan kondisi peluang kerja dan
keterampilan baru yang dibutuhkan di Inggris. 23 faktor ini dikelompokkan
menjadi 5 sub bidang:
1. Bisnis dan ekonomi
•
Perspektif ekonomi yang
berubah
•
Ekosistem bisnis baru
•
Kekuatan bisnis dan
ekonomi Asia
•
Perkembangan internet
yang merusak
•
Pertumbungan pusat
ekonomi alternatif
•
Deglobalisasi
2. Sumber daya alam dan
lingkungan
•
Sumber daya alam yang
semakin sulit didapatkan dan ekosistem yang terdegradasi
•
Permasalahan dan bencana
alam yang mengancam ketersediaan sumber daya alam
3. Teknologi dan inovasi
•
Teknologi gabungan dan
keterampilan lintas bidang
•
Perkembangan ICT dan data
besar
4. Masyarakat dan
individu
•
Keinginan kuat dalam
keseimbangan kerja
•
Lingkungan kerja yang
selalu berubah
•
Diversitas yang semakin
besar
•
Ketidakpastian akan
pendapatan
•
Perubahan demografi
•
Imigrasi
•
Kemudahan akses
pertukaran keterampilan
•
Kontrak kerja yang tidak
jelas
•
Values pekerja yang
selalu berubah
5. Hukum dan politik
•
Semakin berkurangnya
ruang untuk aktifitas politik karena hambatan keuangan publik.
•
Pemisahan kebijakan dari
Uni Eropa/ pasca Brexit
Melihat
23 faktor diatas, Stormer, dkk (2014) menekankan peran 4 pihak di Inggris dalam
menghadapai tantangan di masa depan, yaitu: pemilik usaha, pekerja, penyedia
lapangan pekerjaan dan pemerintah. Peran yang paling penting dilakukan adalah
fokus pada bidang seperti berikut ini:
•
Perluasan dan
pengembangan teknologi
•
Interkonektivitas dan
kolaborasi
•
Penggabungan inovasi
•
Peningkatan tanggung
jawab individu
•
Penurunan jumlah kelas
menengah
•
Tempat kerja generasi 4
Selain
4 pihak yang memiliki peran strategis diatas, setiap individu juga didorong
untuk lebih bertanggung jawab agar terus belajar sepanjang hidupnya dan
mempertimbangkan manfaat proses belajar (baca Bimrose dkk., 2016; Hughes, Adriaanse and Barnes, 2016; Schmid,
2016). Penelitian ini menunjukkan bukti bagaimana pendidikan dan keterampilan
dapat mempengaruhi seseorang dalam menyesuaikan diri dengan perubahan demografi
dan permintaan pasar. Oleh karena itu setiap individu perlu secara terus
menerus mengasah keterampilan yang mereka miliki serta pada saat yang sama
mempelajari keterampilan dan ilmu yang baru. Dengan kata lain, setiap orang di
Inggris harus mampu beradaptasi dan fleksibel terhadap perubahan pasar yang
tidak stabil dalam ekonomi global (Paccagnella, 2016). Keterampilan yang wajib
dipelajari sepanjang hidup di Inggris adalah keterampilan yang berbasis pada
pekerjaan seperti literasi, numerasi, problem-solving dalam teknologi dan
digital. Semua keterampilan ini sangat penting diajarkan dalam pendidikan
vokasional karena merupakan penentu akan pekerjaan dan upah yang tinggi (OECD,
2016b). Keterampilan digital juga sangat penting dalam mendorong kemajuan
ekonomi Inggris (Ecorys UK, 2016; OECD 2015a). Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa keterampilan literasi digital dasar harus dimiliki oleh semua orang dan
diberdayakan dalam dunia kerja untuk keuntungan dan kepentingan pribadi dan
ekonomi (van Deursen and van Dijk, 2010). Orang dewasa yang bekerja memerlukan
keterampilan digital dasar ini untuk mereka terapkan dalam berbagai macam
sektor lapangan kerja (Ecorys UK, 2016). Survey membuktikan bahwa keterampilan
digital sangat berperan dalam pasar kerja setelah faktor yang lainnya seperti
usia, gender, tingkat pendidikan, kecakapan literasi dan numerasi (OECD,
2016b). Di England misalnya, upah tinggi diberikan kepada mereka yang memiliki
keterampilan dan pengalaman di bidang ICT (OECD, 2015a).
Selain keterampilan digital dasar, sebuah penelitian panjang melalui the British cohort study, menunjukkan
bahwa ketuntasan pendidikan sangat berbanding lurus dengan tingginya upah saat
bekerja dan faktor non-kognitif lain seperti motivasi, kerja keras atau daya
tahan dan kontrol diri dapat memberikan nilai tambah pada upah setelahnya
(Green, dkk, 2015). Heckman dan rekannya (2006) menyatakan bahwa keterampilan
non-kognitif ini lebih penting dibandingkan dengan kognitif dalam menentukan
variasi upah, penguasaan keterampilan dan produktivitas dalam dunia kerja.
Keterampilan non-kognitif akan mempengaruhi outcome
akademik dan stabilitas finansial pada masa dewasa (Morrison Gutman and Schoon,
2013).
Perubahan pasar dan keterampilan yang dibutuhkan sangat diperhatikan
oleh pemerintah Inggris dalam menyiapakan diri sebagai bangsa yang kompetitif
dan inovatif. Oleh karena itu memberikan kesempatan, ruang dan fasilitas kepada
masyarakat untuk mengembangkan diri, beradaptasi, dan belajar sepanjang masa
sangatlah penting agar mampu mengatasi permasalahan karena perubahan jaman.
Tabel berikut ini memberikan gambaran komponen penting yang harus dimiliki
seseorang untuk dapat beradaptasi sepanjang karir hidupnya di Inggris.
Adaptability
dimension
|
Attitudes
and beliefs
|
Competence
|
Coping
behaviours
|
Concern – developing a positive optimistic attitude to the future
|
•
Plans
•
Forward
thinking
•
Hopeful
•
Connect
the present and the future
•
|
•
Planning
|
•
Aware
•
Involved
•
Preparing
|
Control – to use self-regulation strategies to adjust to the needs
of different settings and exert some influence and control on the context
|
•
Decisive
•
Independent
•
Autonomous
|
•
Decision-making
|
•
Assertive
•
Discipline
•
Wilful
|
Curiosity – broadening horizons by exploring social opportunities
and possibilities
|
•
Inquisitive
•
Self-reflective
•
Future
focused
|
•
Exploring
|
•
Experimental
•
Taking
risks
•
Inquiring
|
Confidence – believing in yourself and ability to achieve your goal
|
•
Efficient
•
Self-confident
•
Self-perceptive
|
•
Problem-solving
|
•
Persistent
•
Striving
•
industrious
|
Sumber: McMahon, Watson and Bimrose, 2012; Savickas and Porfeli, 2012;
Savickas, 2013
Untuk memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan jaman atau
keterampilan yang beradaptasi dengan kebutuhan, seseorang harus memiliki 4Cs: Concern, Control, Curiosity, dan Confidence.
Keterampilan yang beradaptasi membuat orang mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan yang ada. Keempat dimensi ini dapat diperoleh melalui tantangan –
tantangan baru dan keinginan yang kuat untuk mendapatkan wawasan dan perspektif
baru dalam hidup. Oleh karena itu, adaptasi karir ini sangat diperlukan dalam
membangun perbaikan dan manajemen karir serta memberikan tantangan-tantangan
baru dan kesempatan di pasar kerja yang selalu berubah. Sehingga diperlukan
sistem pendidikan vokasional yang dapat mendukung masyarakat untuk
mengembangkan dan membangun perbaikan karir dan adaptasi mereka. Peran
pendidikan vokasional sangatlah penting terutama dalam membantu masyarakat
untuk belajar melalaui kehidupan bekerja mereka dan tidak hanya untuk bertahan
hidup, tapi berjuang dalam dunia kerja dan permintaan pasar selama hidupnya (Barnes,
dkk, 2016).
Karena bertujuan untuk memastikan bahwa setiap orang mendapatkan
kesempatan mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan
dalam pekerjaan dan adaptasi perubahan jaman, pemerintah Inggris juga
memberikan fasilitas dan ruang pendidikan keterampilan bagi masyarakat marginal
seperti para imigran, kaum difabel, lanjut usia (Lansia) dan narapidana. Salah
satu contohnya adalah pembentukan Prison
Industries atau program rehabilitasi seperti pelatihan kerja bagi para
narapidana selama di penjara untuk menyiapkan mereka menghadapi dunia kerja
pasca keluar dari penjara (House of Commons Home Affairs Committee, 2004).
Tujuan utama dari Prison Industries adalah memperkerjakan para narapidana dalam
kegiatan diluar penjara dan sebisa mungkin membantu mereka untuk mendapatkan
keterampilan-keterampilan, kualifikasi dan pengalaman kerja agar dapat
meningkatkan kesiapan dan kemampuan mereka dalam mendapatkan pekerjaan legal
ketika keluar dari penjara (ibid, 2004). Manajemen Prison Industries juga harus dapat memberikan pendanaan dan
keuntungan bagi organisasi penyelenggara kegiatan dan secara terus menerus
mendukung program-program yang dapat menawarkan kesempatan untuk pengembangan
diri bagi para narapidana (ibid, 2004). Pemerintah Inggris juga membentuk tim
pembuat kebijakan dalam Prison Industries
yang bertujuan untuk mengembangkan strategi kerja jangka panjang para
narapidana, memperkuat jaringan dengan lembaga pelayanan penjara internal,
departemen pemerintah, para pengusaha dan pihak otoritas lokal (ibid, 2004).
Kesimpulan
Merujuk pada sistem pendidikan yang ada di Inggris/ Britania Raya (UK)
terutama pendidikan vokasional, program Lifelong
learning atau belajar sepanjang hayat sudah cukup lama ditekankan secara
resmi oleh pemerintah sejak tahun 1998. Oleh karena itu Inggris bisa dijadikan
sebagai salah satu negara acuan untuk pengembangan program yang serupa di
Indonesia. Penerapan program inipun juga sangat aplikatif karena penerapannya
diatur dan dikembangkan oleh tiap negara bagian: England, Wales, Irlandia utara
dan Skotlandia. Sebagai negara kepulauan yang memiliki sistem pemerintahan
otonomi daerah, Indonesia bisa mencoba belajar dari implementasi program Lifelong learning di Inggris. Pada
intinya pemerintah Inggris terus memastikan bahwa setiap individu baik yang
berusia muda maupun tua, laki-laki maupun wanita memiliki hak dan tanggung
jawab yang sama dalam pendidikan dan terus mengasah serta mengembangkan
keterampilan mereka untuk menghadapi tantangan perubahan jaman. Semua orang
mendapatkan kesempatan yang sama untuk menggunakan ilmu pengetahuan dan
keterampilan mereka terutama dalam bidang teknologi dan digital dalam rangka
menguatkan ekonomi negara di persaingan global.
Pemerintah Inggris juga sangat mengantisipasi akan tantangan perubahan
jaman yang selain memiliki dampak positif bagi efektifitas ekonomi, juga dapat
memberikan masalah tersendiri, terutama dalam persaingan kerja masyarakat. Yang
harus diperhatikan adalah bagaimana cara memastikan antara ketersediaan
keterampilan tenaga kerja (Skills supply)
dan keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja (Skills demand), atau bagaimana cara agar tidak terjadi ketimpangan
antara kedua hal tersebut (Skills
mismatch). Oleh karena itu pemerintah Inggris mengidentifikasi
faktor-faktor utama penyebab perubahan yang terjadi di dunia kerja dan pasar
itu sendiri serta menentukan sikap dan langkah strategis untuk
mengantisipasinya.Untuk menghadapi tantangan ini, setiap orang di Inggris
diwajibkan untuk mempelajari dan mengembangkan keterampilan yang berbasis pada
pekerjaan seperti literasi, numerasi, problem-solving dalam bidang teknologi
dan digital. Mereka sangat meyakini bahwa keterampilan digital sangatlah
penting untuk mendapatkan kesempatan kerja yang luas dan upah yang tinggi.
Selain itu, mereka juga ditekankan untuk selalu meningkatkan keterampilan
non-kognitif mereka seperti motivasi diri, kerja keras, daya tahan dan kontrol
diri, karena semua keterampilan ini dapat menentukan variasi pekerjaan dan
stabilitas finansial mereka.
Untuk menyiapkan generasi yang kompetitif dan inovatif, pemerintah
Inggris juga memberikan fasilitas dan ruang penuh kepada seluruh masyarakat
untuk mengembangkan diri mereka agar dapat menghadapi berbagai macam tantangan
perubahan jaman. Komponen penting yang harus dimiliki oleh setiap individu di
Inggris adalah 4Cs (Concern, Control,
Curiosity and Confidence) agar mereka bisa beradaptasi sepanjang karir
hidupnya. Selain itu, perhatian pemerintah untuk memastikan bahwa setiap orang
mendapatkan kesempatan yang sama dalam meningkatkan keterampilan dan dunia
kerja adalah dibentuknya program dan rencana strategis kepada para kaum
marginal seperti para imigran, kaum difabel, lanjut usia dan narapidana. Salah
satu contoh yang paling berbeda adalah pembentukan program rehabilitasi yang
bernama Prison Industries beserta tim
khusus tertentu untuk memberikan pelatihan dan persiapan kerja bagi para
narapidana baik di dalam maupun diluar penjara bekerja sama dengan stakeholders yang ada dan para
pengusaha.
References:
Barnes, S-A. and Brown, A. (2016). Stories of
learning and their significance to future pathways
and aspirations. British Journal of Guidance and Counselling, 44: 2, 233-242.
Barnes, S-A., Brown, A., Warhust, C. (2016).
Education as the Underpinning System: Understanding
the propensity for learning across the
lifetime. Future of Skills and Lifelong Learning. Evidence
Review. Foresight, Government Office for Science.
Bimrose, J., Mulvey, R. and Brown, A. (2016) Low
qualified and low skilled: the need for context
sensitive careers support. British
Journal of Guidance and Counselling, 44: 2, 145-157.
Bosworth D (2014)
UK Skill Levels and International Competition, Evidence Report 85, UKCES.
Cambell, Mike
(2016) The UK's Skills Mix: Current trends and future needs. Future of Skills
of Lifelong Learning. Evidence Review. Foresight, Government Office
for Science.
Cedefop
(2017). On the way to 2020: data for vocational education and training policies. Country statistical overviews – 2016
update. Luxembourg: Publications Office.
Cedefop research paper; No 61.
Cuddy, N. & Lenny, T. (2005). Vocational education
and training in the United Kingdom: short description. Luxembourg: Office
for Official Publications of the European Communities.
Department for Education and Employment
(DfEE). (1998) The Learning Age: A Renaissance
for a New Britain (London, Department for Education and Employment).
Department
for Education and Skills. (2005). Skills: Getting On In Business, Getting On At Work. London: DfES.
Ecorys UK (2016) Digital Skills for the UK
Economy. London: Department for Business Innovation
and Skills/Department for Culture Media and Sport.
Field, J., Leicester, Mal, & Field, J. L.
(2000). Lifelong learning: Education across the lifespan. London:
Routledge Falmer.
Green, F., Parsons, S., Sullivan, A. and Wiggins,
R. (2015) Dreaming big: Self-evaluations, aspirations,
high-valued social networks, and
the private-school earnings premium
(Working Paper 2015/9). London: Centre for Learning and Life Chances in Knowledge Economies and Societies (LLAKES),
Institute of Education, University College
London.
Heckman, J.J., Stixrud, J. and Urza, S. (2006)
The effects of cognitive and noncognitive abilities on labor market outcomes and social behavior (NBER Working Paper no.12006).
Cambridge, MA, USA: National Bureau
of Economic Research.
House of Commons Homes Affairs Committee. (2004).
Rehabilitation of Prisonners. First Report
of Session 2004-2005. London: The Stationery Office Limited. Volume 1.
Hyland, T. (1999). Vocational Studies, Lifelong Learning and Social Values (Aldershot, Ashgate).
McMahon, M., Watson, M. and Bimrose, J. (2012)
Career adaptability: A qualitative understanding
from the stories of older women. Journal of Vocational Behavior, 80: 3, 762-768.
Morrison Gutman, L. and Schoon, I. (2013) The
impact of non-cognitive skills on outcomes for young
people: Literature review. London: The Education Endowment Foundation.
Organization
for Economic Co-operation and Development/ OECD. (2003). The Role of National
Qualifications Systems in Promoting Lifelong Learning. Department for Education
and Skills.
OECD (2015a) Adults, Computers and Problem
Solving: What’s the Problem? OECD Skills Studies.
Paris: OECD.
OECD (2016b) Skills Matter: Further Results from
the Survey of Adult Skills. OECD Skills Studies.
Paris: OECD.
Paccagnella, M. (2016) Age, ageing and skills:
Results from the Survey of Adult Skills. OECD
Education Working Papers,
No. 132. Paris: OECD.
Savickas, M.L. and Porfeli, E.J. (2012) Career Adapt-Abilities
Scale: Construction, reliability and
measurement equivalence across 13 countries. Journal of Vocational Behaviour, 80,
661- 673.
Savickas, M. (2013) Career Construction theory
and practice. In Lent, R.W. and Brown, S.D. (eds)
Career Development and Counseling: Putting theory and research to work (2nd edition, pp. 147-183). New Jersey:
John Wiley.
Schmid, G. (2016, forthcoming) A working lifetime
of skill and training needs. In Warhurst, C., Mayhew,
K., Finegold, D. and Buchanan, J. (eds). Oxford Handbook of Skills and Training. Oxford: Oxford University Press.
Stormer E et al (2014) The Future of Work: Jobs
and Skills in 2030, Evidence Report 84, UKCES.
van Deursen, A. and van Dijk, J. (2010) Internet
skills and the digital divide. New Media & Society,
13:6, 893-911.
Vivian et al (2016) UK Employer Skills Survey
2015: UK Results, Evidence Report 97, UKCES.
Wilson et al (2016)
Working Futures: 2014-2024, Evidence Report 100, UKCES.