Selasa, 29 Januari 2019

Being a Teacher (Bagian 1) - Serangkaian Refleksi


Bagiku, mengajar itu.....

*Aziza Restu Febrianto

Perjalanan hidup membuat pola pikir dan persepsi saya tentang mengajar selalu berubah dan berkembang. Ketika masih di bangku sekolah, saya melihat mengajar adalah sebuah profesi yang tidak menarik. Saya masih ingat ketika seorang guru saya di kelas bertanya tentang cita-cita pada saat pembelajaran di kelas, tidak satupun dari kita yang ingin bercita-cita menjadi guru. Bagi saya dan teman-teman di kelas, pekerjaan guru itu sangat melelahkan. Seorang guru dituntut untuk bisa mengurus dan membimbing anak didik yang jumlahnya antara 20 sampai 45 di kelas. Waktu itu saya belum memahami bahwa guru itu tidak hanya memiliki tanggung jawab dalam mengajar, tapi juga mendidik. Tapi melihat tugas dan kegiatannya, saat itu saya sudah paham dan tahu akan beratnya pekerjaan guru itu. Sehingga saya enggan angkat tangan ketika ditanya siapa yang ingin menjadi guru.

Fase kehidupan pasca sekolah dan semasa kuliah membuat saya belajar banyak, baik secara teori maupun praktik tentang makna mengajar yang sebenarnya. Tapi pada fase ini belum bisa dijadikan sebagai kesimpulan akhir pandangan saya karena semua terus berubah seiring dengan perjalanan karir saya. Fase pasca kuliah juga cukup kompleks hingga pernah sampai pada satu titik saya merasa menjadi guru itu berat, membosankan dan kurang dihargai, sehingga membuat saya berganti profesi dan pekerjaan.

Masa pencarian
Setelah lulus SMA, saya benar-benar tidak tahu arah tujuan saya mau kemana ... Saya masih bingung tentang cita-cita dan menjadi seperti apa saya kelak. Saya masih ingat akan usaha saya untuk bisa masuk jurusan IPA dengan mengambil les kesana kemari. Namun nilai saya tetap saja tidak memenuhi standar untuk bisa masuk jurusan favorit itu. Tentu saja keputusan akhir saya jatuh ke IPS. Bagi saya, motivasi dan upaya untuk bisa masuk ke jurusan IPA waktu itu adalah cita-cita yang tinggi dan pekerjaan yang menurut orang-orang kampung keren atau entah seperti apa itu walaupun akhirnya saya sadar bahwa apa yang saya lakukan saat itu hanyalah ikut-ikutan trend. Sepertinya kebanyakan orang berfikiran bahwa jurusan IPA adalah satu-satunya jalan menuju kesuksesan. Proses ini malah justru membuat saya bingung, kehilangan jati diri dan berjalan tanpa arah yang jelas.

Dalam kebingungan ini, ketika harus dihadapkan untuk memilih jurusan kuiliah, hanya dua pertanyaan yang terbesit dalam pikiran: apa yang saya suka dan paling bisa lakukan. Untuk menentukan bidang jurusan kuliah yang benar-benar saya tekuni, saya harus bisa menjawab dua pertanyaan itu terlebih dahulu. Saya suka sekali dengan Bahasa asing, dan kemampuan saya bisa dikatakan lebih baik diantara teman-teman saya di kelas. Mereka juga menganggap bahwa saya pintar dalam Bahasa Inggris. Pengalaman yang paling berkesan adalah ketika saya di SMP, guru Bahasa Inggris saya, yang bisa dibilang guru senior, bilang bahwa saya pintar dalam Bahasa Inggris dan selalu memberi saya nilai 9. Beliau tidak segan memuji saya di depan kelas dan terkadang memberi saya uang jajan. Saya juga pernah diminta mengerjakan semua soal Bahasa Inggris di depan kelas dengan jawaban yang benar semua. Alasannya adalah karena semua teman kelas saya tidak bisa mengerjakan itu. Beginilah kira-kira pujian dari beliau yang tidak akan pernah saya lupa:

“Masa dari tadi Aziza terus yang bisa menjawab soal. Yang lain gimana ini?. Aziza, kamu itu pinter lho. Kenapa masuk di kelas D, gak di kelas A saja?”
Di SMP saya dulu, siswa memang dibagi menjadi 7 kelas (A s/d G) dan pembagiannya diurutkan berdasarkan prestasi akademik secara keseluruhan pelajaran dari yang paling bagus. Waktu itu saya ditempatkan di kelas D (ya..kelas menengah lah..hehe) berdasarkan nilai ujian sekolah waktu SD. Tentu saja kelas A berisi siswa yang prestasi akademiknya paling bagus sewaktu SD. Namun saya tidak berkecil hati karena masuk ke SMP ini saja sudah sangat susah. Saya bersyukur bisa diterima di sekolah ini, sehingga bisa berteman dengan siswa lain yang jauh lebih pintar dari saya.


Pengalaman berkesan yang saya dapatkan selama SMP ternyata berlanjut di SMA dengan ditunjuknya saya untuk mengikuti lomba pidato Bahasa Inggris tingkat sekolah. Semua pengalaman inilah yang akhirnya menjadi salah satu pertimbangan penting untuk memilih jurusan kuliah. Selain bidang Bahasa Inggris, ternyata saya juga mendapatkan pengalaman yang sama di bidang lain yang mana saya juga menonjol, yaitu kesenian. Banyak orang bilang saya berbakat di bidang musik dan lukis. Beberapa teman sering meminta saya untuk membuat gambar dan lukisan waktu sekolah dulu. Pernah suatu ketika saya iseng melukis seorang pemain sepak bola terkenal diatas kanvas, dan lukisan itu ternyata sampai sekarang dipajang di ruang guru SMA saya. Saya juga pernah mewakili kelas mengikuti lomba karaoke dan mendapat juara 4 waktu itu. Sehingga saya sempat berfikir bahwa mungkin jurusan yang cocok buat saya adalah kesenian dan budaya. 

Bersambung....(Bagian 2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar