Minggu, 04 Agustus 2019

Guru vs Youtube

Ilustrasi: https://jatimtimes.com


Guru vs Youtube

*Oleh Aziza Restu Febrianto

Setiap jaman selalu menawarkan tantangan yang berbeda. Keadaan manusia di masa kini tentu sangat berbeda dengan masa lalu akibat perubahan yang diciptakan oleh manusia itu sendiri. Perubahan ini merupakan sebuah keniscayaan karena manusia selalu ingin mencari dan menemukan berbagai macam cara agar hidupnya semakin menjadi lebih baik dan mudah. Mereka selalu memastikan bahwa semua pekerjaan bisa dilakukan dengan cara efektif dan efisien.

Semua perubahan yang ada tentu saja berimplikasi pada nilai dan tatanan kehidupan manusia yang secara perlahan mulai bergeser. Kebiasaan manusia menjadi berubah. Manusia kemudian cenderung meninggalkan cara-cara lama, yang sudah tidak relevan dan tidak dibutuhkan pada jamannya. Banyak yang menganggap perubahan itu adalah peluang, tapi tidak sedikit pula orang yang merasa takut dan khawatir akan kehadirannya. Salah satu implikasi dari perubahan yang sering membuat orang khawatir adalah dampaknya terhadap dunia pendidikan, terutama bagi anak-anak mereka.

Pada jaman dahulu, orang belajar melalui interaksi tatap muka atau face to face antar anggota keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar (cara konvensional). Mereka yang mempunyai akses terhadap buku bisa belajar dengan referensi yang lebih lengkap. Namun, ketika radio dan televisi (TV) ditemukan, banyak orang kemudian mempunyai sumber belajar baru, yaitu berita dan informasi yang disajikan melalui alat elektronik itu. Akhirnya mereka yang mempunyai radio atau televisi tidak lagi hanya mengandalkan cara lama atau konvensional untuk belajar sesuatu.

Teknologi dan informasi semakin berkembang dari waktu ke waktu, yang kemudian mempengaruhi kebiasaan orang dalam belajar. Terciptanya alat komunikasi seperti Handphone (HP) pada pertengahan abad ke-20 memudahkan orang untuk saling berkomunikasi. Mereka kemudian memanfaatkan alat ini untuk saling bertukar informasi. Untuk mendapatkan pasar dan pelanggan, semua perusahaan HP kemudian saling bersaing untuk merebut perhatian masyarakat. Persaingan inilah yang akhirnya memunculkan inovasi dan perkembangan dunia komunikasi dan informasi hingga saat ini. Berawal dari HP yang dulunya hanya bisa digunakan untuk berkomunikasi saja melalui sinyal radio, berkembang menjadi HP pintar yang terkoneksi dengan internet. Dari jaringan yang bermula dari 0G menjadi 4G atau bahkan 5G, yang membuat koneksi semakin cepat.

HP pintar atau Smartphone yang kita miliki saat ini tentu secara signifikan telah merubah gaya dan kebiasaan orang dalam belajar. Orang yang sebelumnya hanya bisa mengakses internet melalui komputer, sekarang bisa melakukannya hanya dengan menggunakan HP. Saat ini, hampir semua orang termasuk anak-anak dan remaja sering mengakses internet melalui HP. Tidak hanya informasi tertulis di website atau blog yang mereka dapatkan ketika berselancar di internet, tapi juga rekaman suara hingga video berkualitas HD (High Definition).

YouTube adalah salah satu platform media sosial yang menawarkan kesempatan bagi orang untuk mendapatkan informasi dan saling berbagi pengetahuan dalam bentuk video. Siapapun bisa menikmati berbagai macam video atau bahkan berbagi video melalui YouTube. Orang yang suka berbagi video ini biasa dikenal dengan dengan Vloggers. Banyaknya orang yang berbagi video ini akhirnya menjadikan YouTube sebagai satu-satunya media sosial yang paling disukai oleh masyarakat, termasuk para remaja. Sebuah badan peneliti yang berbasis di Amerika Serikat, Pew Research Center tahun lalu telah mengungkap bahwa para remaja usia belasan tahun saat ini lebih tertarik menggunakan YouTube daripada media sosial lainnya.

Untuk kalangan remaja, YouTube ternyata memiliki daya pikat paling kuat diantara media sosial lain seperti Facebook, Instagram, Snapchat ataupun Twitter. Penelitian Pew menunjukkan bahwa 85 persen remaja usia 13-17 lebih senang membuka YouTube. Setelah YouTube, media sosial yang banyak disukai oleh remaja ini adalah Instagram dengan persentase 72 persen. Jumlah remaja yang dulunya menyukai Facebook akhirnya merosot tajam hingga 51 persen saja. Yang mengejutkan adalah mayoritas remaja ini (95 persen) menggunakan semua media sosial itu melalui HP mereka sendiri, atau tanpa bimbingan orang tua.

Menurut studi yang sama, alasan utama para remaja menggunakan YouTube adalah karena platform ini memiliki karakteristik layanan yang sederhana, tapi kaya informasi. Mereka menganggap YouTube adalah model TV yang baru. Namun, berbeda dengan TV, mereka bisa menikmati video apapun yang mereka mau melalui YouTube. Mereka bahkan bisa berbagi informasi dengan mengunggah video yang mereka buat sendiri untuk para penonton lain. Mereka juga bisa mendapatkan penghasilan melalui video itu jika telah ditonton minimal seribu orang atau telah memenuhi persyaratan dari YouTube.

Kegandrungan remaja terhadap YouTube tentu saja memiliki dampak positif dan negatifnya. Namun penulis tidak sedang berfokus pada itu. Yang jelas YouTube telah berperan menjadi sumber belajar sekaligus media berekspresi para generasi muda masa kini. Informasi apapun tersedia disana. Berbagai macam tutorial, presentasi, kuliah ataupun workshop bisa ditemukan disana, bahkan bisa saja langsung dari pakarnya. Video yang bisa dinikmati juga kebanyakan sangat menarik. Yang menjadi pertanyaan, jika para remaja sekarang banyak mengandalkan YouTube sebagai sumber belajar, lalu bagaimanakah peran guru di sekolah?

Untuk menjawab pertanyaan ini, semua harus kita kembalikan pada hakikat tugas guru dalam pendidikan. Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 2005, guru merupakan pendidik profesional yang memiliki tugas utama, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan formal mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Jadi tugas guru itu banyak sekali, tidak hanya mengajar atau memberikan informasi saja. Semua tugas ini tentu saja tidak bisa dilakukan atau digantikan oleh para Vloggers di YouTube.

YouTube memang menyediakan berbagai macam video informasi yang tentu saja sangat berguna bagi semua orang terutama remaja. Video informasi itu bahkan bisa diakses kapanpun sesuai dengan kebutuhan. Bukan searah atau satu sudut pandang seperti TV. Namun, pada kenyataannya YouTube tetap tidak bisa menggantikan peran guru di kelas. Ada banyak peran yang ternyata tidak bisa diambil alih oleh platform media sosial itu. Misalnya, dalam proses pembelajaran, ketika siswa sudah memperoleh pengetahuan, mereka kemudian diberikan tugas untuk mengasah kemampuan dan keterampilan. Kegiatan ini tentu memerlukan bimbingan dan evaluasi yang tidak bisa diberikan oleh YouTube. Ketika mendapatkan masalah, siswa juga memerlukan seseorang untuk bertanya dan berkonsultasi. Guru kemudian memberikan masukan dan feedback sesuai dengan kebutuhan siswa. Hanya guru kelaslah yang bisa melakukan ini.

Yang jadi masalah sebenarnya bukanlah peran guru kelas yang bisa saja tergantikan oleh YouTube, tapi gap informasi antara yang disampaikan oleh guru dengan yang diberikan oleh para vloggers. Siswa yang sering menonton video dari YouTube tentu memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas. Siswa itu akhirnya menemukan gurunya sendiri di internet. Guru mereka itu bahkan bisa banyak, atau bahkan adalah pakar di bidangnya. Dengan kebiasaan menonton YouTube ini, sangat mungkin sekali jika pengetahuan yang dimiliki oleh siswa itu menjadi lebih banyak dan akurat daripada gurunya. Pengetahuan mereka itu juga bisa lebih up to date atau aktual daripada yang dimiliki oleh gurunya.

Ada beberapa sikap yang seharusnya dimiliki oleh guru dalam menghadapi para generasi milenial semacam itu di kelas. Pertama, guru harus sadar bahwa luasnya wawasan dan keakuratan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa melalui berbagai sumber di internet itu merupakan sesuatu hal yang wajar, karena mereka tumbuh di jaman yang penuh dengan informasi. Wawasan yang dimiliki oleh siswa seharusnya tidak dianggap sebagai suatu ancaman bagi guru. Para guru seharusnya justru bahagia dan bangga melihat siswanya pintar. Mereka hendaknya juga senang melihat siswanya yang suka berdebat, mengkritik atau bahkan menguji kemampuan gurunya. Bukan malah merasa terancam.
Yang kedua, keberadaan YouTube merupakan sebuah kenyataan yang tidak terelakkan. YouTube harusnya dianggap sebagai salah satu sumber dan media pembelajaran di kelas. Banyak hal menarik yang bisa guru manfaatkan untuk mendukung pembelajarannya di kelas. Misalnya, mereka bisa memakai lagu, film pendek atau permainan yang tersedia di YouTube untuk mengajar agar siswa mereka senang mengikuti pembelajarannya.

Agar tidak tertinggal oleh siswanya, guru hendaknya juga selalu memperbarui pengetahuannya melalui berbagai macam konten terkini yang ada di YouTube. Jika ingin bisa dekat dan diterima oleh siswanya di kelas, guru tentu juga harus mengetahui kehidupan mereka. Untuk itu, guru perlu tahu kebiasaan para siswanya. Kalau perlu, mereka bisa menonton video-video yang biasanya disukai oleh siswanya itu. Mereka kemudian merancang dan menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan kebiasaan dan kebutuhan siswa. Dengan demikian, mereka bisa lebih mudah mengatur para peserta didiknya itu di kelas.

YouTube faktanya telah menjadi sebuah platform media sosial yang paling berpengaruh di masa kini. Di masa depan, YouTube bisa diprediksi akan mengalami banyak perubahan. Teknologi informasi dan komunikasi akan selalu berkembang di masa yang akan datang, memberikan tantangan baru lagi bagi para generasi yang baru. Oleh karena itu, kita hendaknya menjadikan YouTube dan internet sebagai rekan kita, bukan sebagai ancaman. Yang kita perlukan hanyalah mengatur dan mengontrol penggunaannya untuk kebaikan bersama, termasuk pendidikan.

Artikel ini pernah dimuat di kompasiana: 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar