Rezeki Dibalik Pandemi
*Aziza Restu
Febrianto
Masa “Stay Home”
Perubahan yang dahsyat terjadi
sejak pertama kali ditemukan bahwa COVID-19 menyebar di Indonesia pada awal
tahun 2020. Kondisi ekonomi secara tiba-tiba merosot karena semua orang seolah
dipaksa untuk tetap tinggal di rumah dan berupaya untuk tidak keluar rumah jika
memang tidak terpaksa. Semuanya demi menghindari penularan virus berbahaya ini.
Kondisi ini akhirnya mengurangi penghasilan para pedagang yang menjajakan
produk atau jasanya karena banyak orang enggan berbelanja. Selain takut harus
keluar rumah, mereka juga khawatir jika akan tertular melalui barang yang
mereka beli. Tidak sedikit pula para pengusaha dan pemilik perusahaan yang
mem-PHK para karyawannya karena revenue atau pendapatan mereka tidak seimbang
dengan pengeluaran operasional.
|
Menjadi relawan COVID-19 di desa |
|
Aktivitas sholat berjarak 1 meter |
Saya mungkin adalah salah satu
orang yang masih agak beruntung selama masa pandemi ini karena masih bisa
bertahan dengan kebutuhan yang tercukupi. Memang sejak pertama kali
diberlakukannya atauran Stay home, Social distancing dan PSBB, saya harus
pulang ke kampung halaman karena beberapa tempat kerja saya di Semarang tutup.
Cukup kaget waktu itu karena saya harus segera bisa beradaptasi dan memastikan
semua kebutuhan terpenuhi dengan kondisi tidak bekerja. Bisa juga dikatakan
sangat menantang juga dikarenakan saya sudah berkeluarga dengan satu anak. Saat
diberlakukannya PSBB, banyak kota dan kabupaten menerapkan aturan terhadap
terutama bagi warganya yang sering keluar kota dan orang yang datang dari luar
kota. Bagi orang yang keluar kota, wajib untuk melapor kepada kepala desa
setempat dan jika mereka tinggal cukup lama di luar kota, ketika kembali ke
desanya lagi, mereka harus dikarantina mandiri selama 14 hari. Aturan ini
kemudian membuat saya harus tinggal di rumah dan menganggur. Jika dihitung,
saya sudah tinggal di rumah tanpa pekerjaan kantor selama 3 bulan, dari bulan
Maret hingga Juni 2020.
Pada awalnya saya cukup bingung
memikirkan penghasilan yang harus saya dapatkan meskipun saya masih mempunyai
uang tabungan. Dengan keadaan yang tidak menentu saat itu, tabungan yang saya
punya itu pasti akan habis jika tidak ada penghasilan. Namun, Alhamdulillah,
setelah satu bulan penuh tanpa pekerjaan, saya akhirnya mendapatkan kesempatan
mengajar beberapa siswa yang ingin belajar IELTS secara daring (online) dari
salah satu lembaga tempat saya bekerja paruh waktu. Bahkan salah satu siswa
tersebut berasal dari Tiongkok dan meminta untuk belajar secara privat.
Uniknya, setelah ngobrol, ternyata siswa itu berasal dari Wuhan dimana COVID-19
pertama kali ditemukan. Namun pada saat belajar, dia sedang tinggal di Semarang
dan belum bisa pulang ke Wuhan karena kota tersebut sedang ditutup (Lockdown).
Beberapa siswa yang saya ajar tidak masuk dalam satu kelas, melainkan 4 (empat)
kelas. Dengan mengajar 4 kelas, Alhamdulillah, kebutuhan saya dan keluarga
menjadi terpenuhi selama 2 bulan di rumah. Kegiatan saya selama di rumah
lumayan bervariasi. Selain mengajar secara daring, saya juga mengisi acara
webinar gratis dan membantu relawan bebas COVID-19 di desa. Semua ini saya
lakukan hingga lebaran tiba. Alhamdulillah, aktivitas ini yang membuat pikiran
saya produktif meskipun tetap tinggal di rumah.
|
Mengajar daring dari rumah |
Menjadi Co-founder Lister
Lister adalah salah satu lembaga
kursus bahasa online (daring) yang berdiri pada tahun 2019. Saya sempat menjadi
pengajar tidak tetap di Lister sejak saya diterima pada Februari tahun 2020.
Karena berstatus sebagai pengajar tidak tetap, saya hanya sempat mengajar satu
siswa saja di Lister. Itupun kelasnya tidak sampai selesai (hanya 2 kali
pertemuan saja) karena siswanya yang susah dihubungi. Walaupun hanya mengajar
satu orang siswa, saya mempunyai kesan positif tentang Lister. Saya melihat lembaga
ini memiliki peluang besar untuk maju dan berkembang. Selain itu, diantara
banyak sekali lembaga kursus bahasa Inggris baik luring maupun daring, Lister
menurut saya sangat berbeda. Para pengajar Lister rata-rata adalah para lulusan
Master dari Perguruan Tinggi Luar Negeri dengan latar belakang pendidikan yang
bermacam-macam. Alasan inilah yang membuat saya bersemangat untuk membantu para
pendirinya ketika menyelenggarakan program dan kegiatan. Semangat dan komitmen
ini saya sampaikan kepada para pendiri Lister. Bahkan ketika tidak dibayar pun
saya tetap berkeinginan untuk membantu Lister.
Mendekati hari lebaran, tepatnya pada
tanggal 23 Mei 2020, salah satu pendiri Lister, Masyithoh Anies yang dulu
mewawancarai saya ketika proses rekrutmen pengajar menghubungi saya. Dia secara
tidak terduga memberikan tawaran kepada saya untuk menjadi Co-founder Lister
yang mengurusi bidang operasional dan pengembangan akademik atau istilah
kerennya Chief Academic Officer
(CAO)..hehe. Tanpa ragu saya menerimanya, ya karena saya memang mempunyai
komitmen untuk mengembangkan Lister. Komitmen saya juga masih seperti dulu,
yaitu membantu Lister tanpa mengharapkan gaji. Mungkin komitmen ini terlihat
konyol dan naïf, tapi bagi saya yang paling penting dalam hidup itu adalah
warisan dan jejak rekam yang baik. Mendapatkan keuntungan berupa materi tentu
juga sangat membahagiakan, hanya saja itu hanya bonus bagi saya. Saya ingin
berjuang secara keras menjadi bagian dari pencipta suatu perubahan, bukan
penikmat perubahan itu sendiri. Saya ingin anak dan keturunan saya kelak
melihat semua upaya ini, mengejar keberkahan hidup, bukan materi semata.
Setelah mantab menerima tawaran,
saya pun diminta untuk bertemu langsung dengan Founder Lister, Sigit Arifianto,
dan pada tanggal 9 Juni 2020, saya, ka Anies mas Sigit bertemu di sebuah café
kecil tepatnya di Kec. Tawangmangu, kaki gunung Lawu. Kita bertiga ngobrol dan
membahas kontrak kerja bersama. Sejak saat itu, saya resmi diangkat menjadi
Co-founder yang unit kerja spesifiknya adalah melakukan riset dan mengembangkan
semua program akademik Lister. Saya juga memastikan lagi ke mereka bahwa
profesi saya adalah dosen di kota Semarang, sedangkan kantor Lister berada di
Jogja, saya tentu akan kesulitan melakukan koordinasi secara langsung tatap
muka di Jogja. Mereka bilang, fokus utama Lister adalah pembelajaran daring,
jadi koordinasi lebih banyak dilakukan secara daring juga. Mas Sigit kemudian
menambahkan, “Tidak masalah mas. Justru dengan menjadi dosen, perpektif akan
luas. Siapa tahu bisa memperkaya Lister kedepan.” Mendengar penjelasan itu,
saya tentu saja langsung mantab melangkah. Tapi saya juga menyadari akan
keterbatasan saya yang memegang dua profesi berbeda secara bersamaan. Sehingga
saya hanya bisa berusaha keras meskipun belum mendapatkan profit sama sekali.
Mudah-mudahan semua usaha ini tidak akan sia-sia dan mengantarkan Lister pada
keberhasilan mendapatkan pendanaan dari investor yang bisa mensejahterakan
banyak orang. Amin YRA.
|
Pertemuan dengan mas Sigit, Founder Lister |
Menjadi Dosen Tetap
Setelah menjalani kegiatan sosial
dan fokus mengerjakan pengembangan program Lister selama 2 bulan, saya
tiba-tiba mendapatkan informasi dari seorang rekan kerja tentang lowongan kerja
dosen melalui ibu Helena I.R. Agustien yang merupakan dosen saya waktu kuliah
S1 dulu. Menurut saya, beliau adalah salah satu pakar di bidang pengajaran
bahasa Inggris di Indonesia karena kiprahnya dalam pengembangan kurikulum
nasional. Setelah pensiun, beliau kemudian mengambil peran sebagai dosen dan
dekan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Nasional
karangturi (Unkartur) di Semarang. Rekan kerja saya itu membagikan tangkapan
layar salah satu status Facebook ibu Helena tentang lowongan itu di group WA.
Saya pun penasaran dan cekidot Facebook.
Tanpa ragu, saya kemudian
langsung menghubungi beliau melalui Facebook messanger dan menanyakan lowongan
tersebut. Beliau kemudian menanyakan latar belakang pendidikan dan pekerjaan
saya serta meminta saya untuk mengirimkan surat lamaran dan semua dokumen
pendukungnya via pos. Malam itu juga saya langsung membuat lamaran dan
menyiapkan semua berkas yang dibutuhkan. Sayapun juga mengirimkan berkas itu
secara kilat. Dan memang benar, dalam dua hari, berkas itu sampai di HRD
Unkartur. Tidak berlangsung lama, saya kemudian mendapatkan pesan WA dari salah
seorang karyawan HRD dan pesan itu berisi undangan tes tertulis dan wawancara.
Perasaan saya tentu saja sangat bahagia ketika mendapatkan undangan itu.
Awalnya saya masih ragu karena saya sudah mempunyai rencana lain sebelum mendaftar di
kampus itu. Salah satu rencana saya adalah mendaftar program-program Short course di luar negeri. Tapi karena pandemi, semua rencana ini menjadi berubah dan saya
merasa harus realistis melihat kondisi tidak mudahnya mendapatkan pekerjaan
selama pandemi ini.
Dengan kemantaban hati saya
langsung menerima undangan itu. Saya kemudian memutuskan untuk berangkat ke
Semarang dari Magetan dengan mengendarai motor karena pada waktu itu kendaraan
umum sedang dilarang beroperasi. Sebenarnya keluar dari daerah Magetan pun
masih dilarang. Saya juga diminta untuk bertemu dengan Kepala desa agar
dibuatkan surat keterangan ijin keluar wilayah. Tapi saya memilih untuk tidak
melakukannya, karena pertimbangan waktu yang mendesak dan waktu tinggal saya
yang tidak lama di Semarang. Sesampainya di Semarang, saya langsung menuju kos
untuk menginap semalam disana. Saya beruntung karena tidak diminta oleh warga
setempat untuk lapor diri ke ketua RT dan menjalankan karantina mandiri. Saya
menjelaskan kepada bapak kos bahwa saya hanya menginap semalam karena keesokan
harinya akan mengikuti tes kerja. Setelah menginap semalam di kos, pagi harinya
saya langsung menuju ke kampus Unkartur untuk mengikuti tes tertulis dan
wawancara. Tes ini berlangsung pada tanggal 8 Juni 2020 dari pukul 09.00 –
14.00. Lama sekali memang. Untuk mengerjakan tes tertulis, kira-kira saya harus
menghabiskan waktu sekitar 3 jam, sedangkan wawancara hanya berlangsung
sebentar. Walaupun sebentar, saya juga harus menghabiskan waktu cukup lama
untuk menunggu Dekan yang pada waktu itu masih ada acara.
|
Selfie setelah Tes tertulis dan wawancara |
Singkat cerita sayapun akhirnya
diterima sebagai dosen tetap Universitas Nasional Karangturi tepatnya di Prodi
Pendidikan Bahasa Inggris. Akhirnya impian saya untuk menjadi dosen di bidang
yang saya tekuni menjadi kenyataan meskipun di universitas yang masih sangat
baru. Sebagai seseorang yang pernah bekerja sebagai guru bahasa Inggris selama
lebih dari 5 tahun, saya tentu ingin bisa berbagi pengalaman kepada para calon
guru bahasa Inggris di kampus ini. Saya juga ingin membuat penelitian yang
menggabungkan antara pengalaman dan ilmu pengetahuan yang saya miliki dengan
berprofesi sebagai dosen. Sampai tulisan ini dibuat, saya sudah terhitung bekerja di
kampus ini selama 2 bulan. Sebagai kampus yang masih baru, banyak sekali
pekerjaan yang saya lakukan seperti membantu mengurus akreditasi prodi, mendapat tugas sebagai wakil ketua panitia Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB), ketua pengurus jurnal Prodi dan banyak urusan administrasi lainnya.
Walaupun banyak kerjaan yang dilakukan, saya tetap
bersyukur karena menurut saya, lingkungan kerja saya di Prodi sangat mendukung untuk pengembangan diri saya. Para dosen di
PBI juga masih muda kecuali Kaprodi dan Dekan, sehingga diskusi kita penuh dengan ide-ide segar. Suasana kerja yang sangat terbuka
juga membuat saya betah untuk bekerja. Entah seperti apa masa depan saya kelak, saya hanya menjalani apa yang sudah menjadi rezeki saya selama pandemi ini. Banyak impian yang belum terwujud sebenarnya, terutama keinginan untuk belajar di luar negeri lagi setelah hampir 3 tahun tidak pernah merasakan 4 musim di negeri orang..hehe. Tapi dengan keadaan dunia yang sedang dalam masa krisis karena pandemi ini, banyak negara yang menutup border nya dan banyak pula pembelajaran yang masih dilakukan secara daring. Saya akhirnya juga berfikir beberapa kali untuk mencari peluang ke luar negeri. Well, ssemua sudah diatur oleh yang maha kuasa. Dijalani dulu saja. Alhamdulillah......