Aku dan Beasiswaku
Part 2
Aziza Restu Febrianto
Bekerja di Bimbingan
Belajar dan mendaftar CPNS
Lulus kuliah berarti harus hidup
mandiri dan lepas dari orang tua. Itulah prinsipku semenjak wisuda sarjana.
Akupun langsung meng-iyakan tawaran teman untuk bekerja sebagai staff akademik
dan pengajar Bahasa Inggris di sebuah lembaga bimbingan belajar di Salatiga.
Kesibukan mulai kualami ketika harus bekerja setiap hari di kantor. Terkadang
aku juga harus ikut menjual program bimbingan di sekolah-sekolah bersama tim
marketing. Tidak hanya itu, sesekali aku juga dimintai tolong untuk membantu
pekerjaan konveksi di rumah pemilik Bimbingan belajar pada malam harinya.
Hari-hari yang kulalui ini membuatku merasa cape dan bosan. Tapi semuanya aku
niatkan untuk mencari ilmu dan pengalaman hidup. Yah, pekerjaan ini hanyalah
sebagai batu loncatan saja pikirku waktu itu. Sehingga semuanya bisa berjalan
tanpa beban. Dan aku masih bersyukur bahwa sang pemilik bimbel saat itu
membebaskanku mengikuti tes CPNS. Terhitung sejak lulus kuliah, sudah ada 5
kali tes CPNS yang pernah aku ikuti selama 2 tahun bekerja di Salatiga antara
lain:
- Pemerintah Kabupaten Ngawi tahun 2009
- Kementerian Keuangan di Gedung Keuangan Negara (GKN) Yogyakarta tahun 2010
- Pemerintah Provinsi DIY tahun 2010
- Pemerintah Kabupaten Blora tahun 2010
- Kementerian Agama Kabupaten Magetan tahun 2010
Walaupun telah mencoba seleksi
CPNS selama 5 kali dan belum beruntung, bukan berarti aku sedihb dan putus asa.
Justru proses inilah yang memberikan pengalaman cukup berharga bagi hidupku. Karena
ikut tes CPNS akupun jadi hafal semua jalan dan lokasi beberapa daerah..hehehe.
Panggilan Tes CPNS Pemkab. Blora Tahun 2010 |
Kartu Tes CPNS Kementerian Agama Kab. Magetan Tahun 2010 |
Kartu Tes CPNS Kementerian Keuangan Tahun 2010 |
Kartu Tes CPNS Pemprov. DIY Tahun 2010 |
Mendaftar Beasiswa Luar
Negeri
Kalau saya pikir-pikir, mungkin
memang rezeki saya tidak berada di salah satu instansi tersebut atau menjadi
pegawai negeri. Tapi kalau boleh jujur, sebenarnya menjadi PNS bukanlah impian
terbesarku. Aku akan merasa lebih bahagia jika mampu mempunyai kesempatan
memperoleh beasiswa ke luar negeri daripada bekerja sebagai PNS di waktu muda. Aku
ingin bebas mencari ilmu di ujung dunia dan tempat-tempat yang belum pernah aku
kunjungi terlebih dahulu sebelum benar-benar memutuskan hidup menetap atau settle down. Sehingga dari sini mulailah perjuangan aku mencari beasiswa.
Di awal tahun 2011, aku nekat mengambil tes IELTS yang harganya tidak murah di
Semarang dengan persiapan alakadarnya karena harus mengejar deadline beberapa beasiswa seperti Australian Development Scholarship (ADS)
atau AAS, Fulbright dari the US Embassy dan New Zealand Asian Scholarship (NZ-AS).
- Beasiswa pemerintah Selandia Baru (New Zealand Asean Scholar Awards/ NZAS Program)
Pengalaman mencari beasiswa luar
negeri dimulai pada tahun 2011 saat aku masih bekerja di sebuah Bimbingan
Belajar di Salatiga. Salah satu beasiswa yang paling aku incar saat itu adalah
NZAS dari pemerintah Selandia Baru karena aku kira mungkin persaingannya tidak
seketat beasiswa yang lain saat itu. Setelah membaca detail terms of condition serta persyaratan
yang harus dipenuhi, akupun mulai mantab dan optimis dengan beasiswa ini. Untuk
persyaratan bahasa yang harus dipersiapkan adalah IELTS atau TOEFL iBT, maka diperlukan
keberanian untuk mengambil salah satu tes bahasa inggris itu karena biayanya
yang tidak murah. Waktu itu biaya tes IELTS adalah $195 atau Rp. 2.5 juta sedangkan
TOEFL iBT $150 atau sekitar Rp. 1.7 juta. Kemudian aku putuskan untuk mengambil
tes IELTS saja karena saat itu tes ini tergolong baru bagiku dan membuatku
penasaran untuk mencobanya. Hanya berbekal sedikit latihan di beberapa websites
di internet, aku nekat mendaftar tes melalui kantor IDP yang berlokasi di
Semarang. Namun tanpa disangka, ketika mulai mendekati hari H, aku jatuh sakit
karena mungkin kecapekan setelah bekerja seharian. Beruntung saja waktu itu aku
sedang menginap di kos teman sehingga mereka akhirnya mengantarku ker Puskesmas
terdekat. Setelah diperiksa, ternyata aku mengalami gejala tipes dan harus
banyak istirahat dan memperhatikan pola makan.
Keesokan harinya, aku mulai
bersiap-siap untuk datang menuju tempat tes. Walaupun kondisiku masih lemah,
aku harus memaksanya karena mempertimbangkan deadline pendaftaran beasiswa.
Lagipula aku juga sudah mengeluarkan cukup banyak uang untuk itu..hehe. Waktu
itu tes IELTS ini diselenggarakan di hotel Graha Santika yang lokasinya tidak
begitu jauh dari kantor IDP dan cukup dekat dengan Simpang lima (Pusat kota). Ketika
tes berlangsung, aku merasa percaya diri karena aku yakin dengan bekal
kemampuan dasar Bahasa Inggrisku, aku pasti bisa mendapatkan skor yang
diharapkan walaupun tanpa simulasi atau try
out sebelumnya. Menurutku bagian yang paling susah adalah Listening dan Reading. Pada saat listening, aku mengalami kesulitan menangkap
percakapan yang berlangsung cepat, ditambah lagi aksen British kental yang aku sangat belum terbiasa. Maklum, sukanya
nonton film atau program-program yang berbau Amerika…hehe. Sedangkan untuk Reading, kita harus membaca 3 jenis
bacaan dan menjawab 60 soal tentang bacaan itu dalam waktu 60 menit juga.
Benar-benar melelahkan menurutku. Karena aku suka menulis, mungkin aku merasa
cukup percaya diri untuk bagian ini di tes. Demikian pula untuk speaking yang
dilaksanakan sekitar dua jam setelah semua bagian terselesaikan. Lumayan lah ada
waktu break untuk sholat dan latihan.
Bagian ini sebenarnya adalah yang paling aku suka karena sudah terbiasa lama
berbicara dengan Bahasa Inggris. Mengenai proses dalam Speaking test, semua peserta tes harus diwawancarai oleh seorang Native speaker dan harus bisa menjawab
dengan lancar dan relevan. Walaupun aku sangat percaya diri menjalai tes
Speaking, namun aku masih saja merasa
ada yang salah dengan jawabanku ketika diajukan beberapa pertanyaan tertentu. Sepertinya
salah satu jawabanku kurang relevan dengan pertanyaan yang diberikan
pewawancara. Selesai tes, semua peserta diberi tahu bahwa pengumuman hasil tes
akan diberikan 13 hari kemudian. Inilah
hasil skornya: 5.5 (Overall) dengan Listening (5.0), Reading (5.5), Writing
(5.5) dan Speaking (6.5). Sangat
sedih sebenarnya, tapi well, untuk awalan tidak masalah lah, lagipula
persiapannya juga kurang matang, pikirku sambil menghibur diri…wkwkwk.
Walapun sangat rendah, tapi alhamdulillah,
bersyukur skor IELTS itu masih memenuhi syarat untuk digunakan mendaftar
beasiswa NZAS. Langkah berikutnya adalah mengurus Passport yang merupakan syarat utama pendaftaran. Setelah melalui
rangkain proses, akhirnya jadi juga Passportnya.
Kemudian selanjutnya meminta surat rekomendasi dari dosen kuliah dulu yang
cukup susah didapat karena tentu saja dipengaruhi oleh kesibukan mereka. Saya
ucapkan terimakasih buat ibu Issy Yuliasri yang telah banyak membimbing,
memotivasi, dan tentu saja memberikan surat rekomendasi. Setelah itu tinggal
menyiapkan berkas dan dokumen lainnya sebelum akhirnya di submit melalui portal resmi NZAS. Dan the application process is eventually well done! Alhamdulillah,
dengan mengambil sela-sela waktu luang pekerjaan, akhirnya berhasil juga mengirim
semua dokumen persyaratan beasiswa.
- Beasiswa Australian Development Scholarship (ADS) atau Australian Awards Scholarship (AAS)
Setelah berhasil mendaftar
beasiswa NZAS, tidak mau kehilangan kesempatan aku juga ingin mendaftar beasiswa
lain yang waktu pembukaannya juga sama. Salah satu beasiswa itu adalah ADS yang
sekarang AAS dan bersyukur persyaratan yang dibutuhkan juga tidak jauh berbeda
dengan NZAS. Tanpa berfikir panjang, kupersiapkan semua dokumen untuk mendaftar
langsung melalui portal resminya. Beasiswa lainnya adalah Erasmus-Mundus yang
saya dapatkan informasinya melalui hunting
juga di Google. Namun, setelah membaca cukup detail tentang kondisinya yang
cukup rumit menurutku, aku urungkan diri untuk mendaftarnya. Adapula beasiswa menarik
lainnya yang dikhususkan bagi guru untuk belajar di Australia dan Jepang selama
satu tahun. Sebenarnya lumayan sederhana proses pendaftarannya, hanya saja ada satu
syarat yang bagiku sulit sekali untuk memenuhinya. Melalui website resminya,
jelas diterangkan bahwa pelamar harus sudah mengajar dan menjadi guru di
sekolah selama minimal 5 tahun dan dibuktikan dengan Surat Keterangan (SK)
resmi dari pimpinan sekolah. Boro-boro mengajar di sekolah selama 5 tahun,
status pekerjaanku saja di bimbingan belajar informal. Walaupun pernah mengajar
di sekolah, itupun cuma satu tahun. Akhirnya aku harus ikhlas
melepaskannya…huhuhu.
Selama tahun 2011, hanya dua
macam beasiswa saja yang aku coba waktu itu karena mempertimbangkan realitas
dan kesibukan kerja juga. Yah, at least yang penting udah usaha dan mencoba.
Pengumuman Beasiswa
Waktu yang
paling ditunggu-tunggu saat mendaftar beasiswa pastinya adalah pengumuman hasil
seleksi. Dari dua macam beasiswa
yang aku daftar, aku berharap akan bisa mendapatkan salah satunya. Dan pastinya
aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya jika aku gagal. Well…..sekali lagi, paling
tidak aku sudah mengambil kesempatan emas dan jika aku tidak mencoba, rasa
sesal pasti ada di kemudian hari. Seharian bekerja, aku tidak langsung pulang mess dan istirahat. Aku ingin tetap di
kantor dan menggunakan laptop di kantor untuk mengecek hasil pengumuman. Dan
hasilnya….. Tet..tot.. FAILED!
Kecewa sudah
pasti kurasakan. Tapi sekali lagi, yang paling penting aku sudah berusaha keras
walaupun belum maksimal. Dan pengalaman ini pasti memberikan banyak pelajaran bagiku
untuk memperiapkan kesempatan beasiswa lainnya di masa yang akan datang. Most
importantly, aku harus terus mencoba dan mencoba. Daripada menyesal di suatu
hari karena masa mudaku yang tidak aku habiskan untuk hal-hal yang berharga
karena tidak mengambil kesempatan.
Bersambung
Ngawi, 5 Agustus 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar