Kamis, 04 Agustus 2016

Aku dan Beasiswaku Part 2



Aku dan Beasiswaku 

Part 2

Aziza Restu Febrianto

Bekerja di Bimbingan Belajar dan mendaftar CPNS

Lulus kuliah berarti harus hidup mandiri dan lepas dari orang tua. Itulah prinsipku semenjak wisuda sarjana. Akupun langsung meng-iyakan tawaran teman untuk bekerja sebagai staff akademik dan pengajar Bahasa Inggris di sebuah lembaga bimbingan belajar di Salatiga. Kesibukan mulai kualami ketika harus bekerja setiap hari di kantor. Terkadang aku juga harus ikut menjual program bimbingan di sekolah-sekolah bersama tim marketing. Tidak hanya itu, sesekali aku juga dimintai tolong untuk membantu pekerjaan konveksi di rumah pemilik Bimbingan belajar pada malam harinya. Hari-hari yang kulalui ini membuatku merasa cape dan bosan. Tapi semuanya aku niatkan untuk mencari ilmu dan pengalaman hidup. Yah, pekerjaan ini hanyalah sebagai batu loncatan saja pikirku waktu itu. Sehingga semuanya bisa berjalan tanpa beban. Dan aku masih bersyukur bahwa sang pemilik bimbel saat itu membebaskanku mengikuti tes CPNS. Terhitung sejak lulus kuliah, sudah ada 5 kali tes CPNS yang pernah aku ikuti selama 2 tahun bekerja di Salatiga antara lain:

  1. Pemerintah Kabupaten Ngawi tahun 2009
  2. Kementerian Keuangan di Gedung Keuangan Negara (GKN) Yogyakarta tahun 2010
  3. Pemerintah Provinsi DIY tahun 2010
  4. Pemerintah Kabupaten Blora tahun 2010
  5. Kementerian Agama Kabupaten Magetan tahun 2010    
Walaupun telah mencoba seleksi CPNS selama 5 kali dan belum beruntung, bukan berarti aku sedihb dan putus asa. Justru proses inilah yang memberikan pengalaman cukup berharga bagi hidupku. Karena ikut tes CPNS akupun jadi hafal semua jalan dan lokasi beberapa daerah..hehehe.

Panggilan Tes CPNS Pemkab. Blora Tahun 2010

Kartu Tes CPNS Kementerian Agama Kab. Magetan Tahun 2010

Kartu Tes CPNS Kementerian Keuangan Tahun 2010

Kartu Tes CPNS Pemprov. DIY Tahun 2010

Mendaftar Beasiswa Luar Negeri

Kalau saya pikir-pikir, mungkin memang rezeki saya tidak berada di salah satu instansi tersebut atau menjadi pegawai negeri. Tapi kalau boleh jujur, sebenarnya menjadi PNS bukanlah impian terbesarku. Aku akan merasa lebih bahagia jika mampu mempunyai kesempatan memperoleh beasiswa ke luar negeri daripada bekerja sebagai PNS di waktu muda. Aku ingin bebas mencari ilmu di ujung dunia dan tempat-tempat yang belum pernah aku kunjungi terlebih dahulu sebelum benar-benar memutuskan  hidup menetap atau settle down. Sehingga dari sini mulailah perjuangan aku mencari beasiswa. Di awal tahun 2011, aku nekat mengambil tes IELTS yang harganya tidak murah di Semarang dengan persiapan alakadarnya karena harus mengejar deadline beberapa beasiswa seperti Australian Development Scholarship (ADS) atau AAS, Fulbright dari the US Embassy dan New Zealand Asian Scholarship (NZ-AS). 

  1. Beasiswa pemerintah Selandia Baru (New Zealand Asean Scholar Awards/ NZAS Program)
Pengalaman mencari beasiswa luar negeri dimulai pada tahun 2011 saat aku masih bekerja di sebuah Bimbingan Belajar di Salatiga. Salah satu beasiswa yang paling aku incar saat itu adalah NZAS dari pemerintah Selandia Baru karena aku kira mungkin persaingannya tidak seketat beasiswa yang lain saat itu. Setelah membaca detail terms of condition serta persyaratan yang harus dipenuhi, akupun mulai mantab dan optimis dengan beasiswa ini. Untuk persyaratan bahasa yang harus dipersiapkan adalah IELTS atau TOEFL iBT, maka diperlukan keberanian untuk mengambil salah satu tes bahasa inggris itu karena biayanya yang tidak murah. Waktu itu biaya tes IELTS adalah $195 atau Rp. 2.5 juta sedangkan TOEFL iBT $150 atau sekitar Rp. 1.7 juta. Kemudian aku putuskan untuk mengambil tes IELTS saja karena saat itu tes ini tergolong baru bagiku dan membuatku penasaran untuk mencobanya. Hanya berbekal sedikit latihan di beberapa websites di internet, aku nekat mendaftar tes melalui kantor IDP yang berlokasi di Semarang. Namun tanpa disangka, ketika mulai mendekati hari H, aku jatuh sakit karena mungkin kecapekan setelah bekerja seharian. Beruntung saja waktu itu aku sedang menginap di kos teman sehingga mereka akhirnya mengantarku ker Puskesmas terdekat. Setelah diperiksa, ternyata aku mengalami gejala tipes dan harus banyak istirahat dan memperhatikan pola makan. 

Keesokan harinya, aku mulai bersiap-siap untuk datang menuju tempat tes. Walaupun kondisiku masih lemah, aku harus memaksanya karena mempertimbangkan deadline pendaftaran beasiswa. Lagipula aku juga sudah mengeluarkan cukup banyak uang untuk itu..hehe. Waktu itu tes IELTS ini diselenggarakan di hotel Graha Santika yang lokasinya tidak begitu jauh dari kantor IDP dan cukup dekat dengan Simpang lima (Pusat kota). Ketika tes berlangsung, aku merasa percaya diri karena aku yakin dengan bekal kemampuan dasar Bahasa Inggrisku, aku pasti bisa mendapatkan skor yang diharapkan walaupun tanpa simulasi atau try out sebelumnya. Menurutku bagian yang paling susah adalah Listening dan Reading. Pada saat listening, aku mengalami kesulitan menangkap percakapan yang berlangsung cepat, ditambah lagi aksen British kental yang aku sangat belum terbiasa. Maklum, sukanya nonton film atau program-program yang berbau Amerika…hehe. Sedangkan untuk Reading, kita harus membaca 3 jenis bacaan dan menjawab 60 soal tentang bacaan itu dalam waktu 60 menit juga. Benar-benar melelahkan menurutku. Karena aku suka menulis, mungkin aku merasa cukup percaya diri untuk bagian ini di tes. Demikian pula untuk speaking yang dilaksanakan sekitar dua jam setelah semua bagian terselesaikan. Lumayan lah ada waktu break untuk sholat dan latihan. Bagian ini sebenarnya adalah yang paling aku suka karena sudah terbiasa lama berbicara dengan Bahasa Inggris. Mengenai proses dalam Speaking test, semua peserta tes harus diwawancarai oleh seorang Native speaker dan harus bisa menjawab dengan lancar dan relevan. Walaupun aku sangat percaya diri menjalai tes Speaking, namun aku masih saja  merasa ada yang salah dengan jawabanku ketika diajukan beberapa pertanyaan tertentu. Sepertinya salah satu jawabanku kurang relevan dengan pertanyaan yang diberikan pewawancara. Selesai tes, semua peserta diberi tahu bahwa pengumuman hasil tes akan diberikan 13 hari kemudian.  Inilah hasil skornya: 5.5 (Overall) dengan Listening (5.0), Reading (5.5), Writing (5.5) dan Speaking (6.5). Sangat sedih sebenarnya, tapi well, untuk awalan tidak masalah lah, lagipula persiapannya juga kurang matang, pikirku sambil menghibur diri…wkwkwk.

Walapun sangat rendah, tapi alhamdulillah, bersyukur skor IELTS itu masih memenuhi syarat untuk digunakan mendaftar beasiswa NZAS. Langkah berikutnya adalah mengurus Passport yang merupakan syarat utama pendaftaran. Setelah melalui rangkain proses, akhirnya jadi juga Passportnya. Kemudian selanjutnya meminta surat rekomendasi dari dosen kuliah dulu yang cukup susah didapat karena tentu saja dipengaruhi oleh kesibukan mereka. Saya ucapkan terimakasih buat ibu Issy Yuliasri yang telah banyak membimbing, memotivasi, dan tentu saja memberikan surat rekomendasi. Setelah itu tinggal menyiapkan berkas dan dokumen lainnya sebelum akhirnya di submit melalui portal resmi NZAS. Dan the application process is eventually well done! Alhamdulillah, dengan mengambil sela-sela waktu luang pekerjaan, akhirnya berhasil juga mengirim semua dokumen persyaratan beasiswa. 

  1. Beasiswa Australian Development Scholarship (ADS) atau Australian Awards Scholarship (AAS)

Setelah berhasil mendaftar beasiswa NZAS, tidak mau kehilangan kesempatan aku juga ingin mendaftar beasiswa lain yang waktu pembukaannya juga sama. Salah satu beasiswa itu adalah ADS yang sekarang AAS dan bersyukur persyaratan yang dibutuhkan juga tidak jauh berbeda dengan NZAS. Tanpa berfikir panjang, kupersiapkan semua dokumen untuk mendaftar langsung melalui portal resminya. Beasiswa lainnya adalah Erasmus-Mundus yang saya dapatkan informasinya melalui hunting juga di Google. Namun, setelah membaca cukup detail tentang kondisinya yang cukup rumit menurutku, aku urungkan diri untuk mendaftarnya. Adapula beasiswa menarik lainnya yang dikhususkan bagi guru untuk belajar di Australia dan Jepang selama satu tahun. Sebenarnya lumayan sederhana proses pendaftarannya, hanya saja ada satu syarat yang bagiku sulit sekali untuk memenuhinya. Melalui website resminya, jelas diterangkan bahwa pelamar harus sudah mengajar dan menjadi guru di sekolah selama minimal 5 tahun dan dibuktikan dengan Surat Keterangan (SK) resmi dari pimpinan sekolah. Boro-boro mengajar di sekolah selama 5 tahun, status pekerjaanku saja di bimbingan belajar informal. Walaupun pernah mengajar di sekolah, itupun cuma satu tahun. Akhirnya aku harus ikhlas melepaskannya…huhuhu. 

Selama tahun 2011, hanya dua macam beasiswa saja yang aku coba waktu itu karena mempertimbangkan realitas dan kesibukan kerja juga. Yah, at least yang penting udah usaha dan mencoba.

Pengumuman Beasiswa

Waktu yang paling ditunggu-tunggu saat mendaftar beasiswa pastinya adalah pengumuman hasil seleksi. Dari dua macam beasiswa yang aku daftar, aku berharap akan bisa mendapatkan salah satunya. Dan pastinya aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya jika aku gagal. Well…..sekali lagi, paling tidak aku sudah mengambil kesempatan emas dan jika aku tidak mencoba, rasa sesal pasti ada di kemudian hari. Seharian bekerja, aku tidak langsung pulang mess dan istirahat. Aku ingin tetap di kantor dan menggunakan laptop di kantor untuk mengecek hasil pengumuman. Dan hasilnya….. Tet..tot.. FAILED!

Kecewa sudah pasti kurasakan. Tapi sekali lagi, yang paling penting aku sudah berusaha keras walaupun belum maksimal. Dan pengalaman ini pasti memberikan banyak pelajaran bagiku untuk memperiapkan kesempatan beasiswa lainnya di masa yang akan datang. Most importantly, aku harus terus mencoba dan mencoba. Daripada menyesal di suatu hari karena masa mudaku yang tidak aku habiskan untuk hal-hal yang berharga karena tidak mengambil kesempatan.

Bersambung

Ngawi, 5 Agustus 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar