Sebelum membahas lebih lanjut mengenai topik ini, alangkah
lebih baiknya kita pahami terlebih dahulu definisi apa itu profesi dan
pekerjaan. Menurut ensiklopedia bebas, Wikipedia, profesi adalah pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus.
Sedangkan pekerjaan merupakan kegiatan yang tidak harus tergantung pada suatu
keahlian tertentu. Sehingga setiap orang dimungkinkan memiliki pekerjaan, namun
tidak semuanya bertumpu pada suatu profesi. Profesi merupakan pekerjaan, namun
tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi memiliki karakteristik sendiri
yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Biasanya orang yang memiliki profesi
khusus di bidangnya mendapatkan penghargaan atau bayaran yang baik.
Banyak orang terjebak dalam definisi ini dan berfikir bahwa
kesuksesan mereka ditentukan oleh seberapa keras mereka dalam pekerjaan yang
mereka tekuni sehari-hari. Memang tidak salah bahwa kesuksesan membutuhkan kerja
keras. Namun kerja keras yang seperti apa itu? Coba kita perhatikan kegiatan
para penjual roti keliling setiap harinya. Seharian mereka berkeliling kompleks
menjajakan dagangannya berharap pulang dengan membawa uang untuk anak dan
istrinya. Mungkin ada diantaranya yang sukses dengan pekerjaan ini, akan tetapi
terbukti rata-rata penghasilan mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari saja. Berbicara mengenai kesuksesan memang relatif sih dan
masing-masing orang memiliki pandangan yang berbeda-beda. Apalagi kalau dihubungkan
dengan arti sukses dalam agama, pastinya lebih abstrak lagi urusannya. Dalam
topik ini saya lebih melihat kesuksesan dari sudut pandang umum yang ditandai
dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi paling tidak kebutuhan primer dan
sekundernya.
Saya ambil contohnya profesi mengajar. Tidak sedikit
teman-teman sekolah dulu yang mengambil profesi keguruan dengan mengambil
kuliah jurusan kependidikan seperti Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(IKIP), STIKIP atau Universitas Terbuka (UT). Saya tentunya tidak mengetahui
pasti alasan kenapa mereka memutuskan mengambil profesi ini. Yang jelas menurut
saya bahwa orang yang melanjutkan studi keguruan dan kependidikan itu sudah tentu
cita-citanya menjadi seorang pengajar atau pendidik. Namun, jika melihat realita,
ternyata menjalani profesi sebagai pengajar ini tidak semudah yang dibayangkan.
Seperti yang kita ketahui bersama, banyak sekali guru di sekolah yang honor dan
penghasilannya sangat tidak layak. Hanya guru PNS atau yayasan besar sajalah yang
mampu mendapatkan gaji sesuai. Tidak mudahnya mendapatkan kesempatan diangkat
PNS atau bisa mengajar di sekolah yayasan besar membuat para lulusan keguruan terpaksa
mengabdi menjadi guru honor di berbagai sekolah negeri. Tentu saja mereka juga berfikir
bahwa ilmu yang sudah mereka peroleh di bangku kuliah akan sia-sia jika tidak diamalkan
dengan menjadi guru di sekolah. Banyak juga diantaranya yang beranggapan bahwa
dengan mengabdi di sekolah negeri, suatu saat mereka pasti akan diangkat
menjadi PNS. Diantara mereka ada juga yang akhirnya memutuskan untuk tidak
menekuni bidangnya ini, lalu beralih profesi. Ada yang memilih bekerja di bank,
pabrik atau perusahaan-perusahaan swasta lain yang pastinya lebih memberikan
kepastian gaji layak.
Jika melihat kondisi ini, bisa disimpulkan bahwa rata-rata
orang masih menganggap bahwa satu-satunya bentuk kesuksesan adalah mempunyai
pekerjaan tetap, uang dan materi. Sehingga pekerjaan apapun walaupun berat dan
penuh tekanan tetap mereka jalani untuk bisa mendapatkan jenis keberhasilan
ini. Ada pula orang yang berfikir bahwa hidup itu yang paling penting adalah kebahagiaan
dan ketenangan. Walaupun mengajar di sekolah dengan gaji yang sedikit, asal
bisa berada dekat dengan keluarga dan sanak saudara itu sudah lebih dari cukup.
Lalu apa yang seharusnya kita pilih? Profesi guru dengan gaji yang
memprihatinkan karena susahnya menjadi PNS? Atau bekerja sebagai karyawan
dengan tuntutan dan rutinitas kerja yang harus dijalani? Masing-masing orang
punya pilihannya dan setiap pilihan pasti ada konsekuensinya.
Karena kata orang hidup itu adalah soal pilihan, jika diminta
memilih antara profesi atau pekerjaan, maka secara tegas saya memilih profesi. Dan
profesi yang saya pilih adalah pengajar dan berharap menjadi peneliti. Untuk lebih
amannya saya tidak menggunakan istilah profesi guru ataupun dosen karena
profesi ini menurut pandangan umum memiliki tuntutan dan ikatan resmi.
Sedangkan profesi pengajar dan peneliti itu tidak terbatas pada institusi atau
tempat mereka mengabdi, tapi mereka siap ditempatkan dimana saja dan dalam
kondisi apapun. Pengajar dan peneliti merupakan profesi yang bebas dan
independen. Mereka sangat mencintai bidang yang digelutinya, dengan senang hati
mengembangkan keterampilan mengajar mereka dan selalu mempertajam intuisinya. Kenapa
saya lebih memilih profesi yang bebas tanpa keterikatan? Saya hanya ingin
menanamkan pola pikir bahwa dimanapun saya berada, saya harus terus berkarya
dan mengembangkan diri tanpa adanya tuntutan aturan yang terkadang membelenggu
kreativitas. Sejatinya, manusia itu menginginkan kebebasan, dan kreativitas
manusia itu muncul dari keleluasaan berkarya dan berfikir dengan tanpa adanya
paksaan. Well, seperti yang saya sampaikan diatas, tentu pilihan saya ini ada
konsekuensinya.
Konsekuensi pertama adalah lambannya saya dalam mendapatkan
karir impian (menurut pandangan umumnya orang sih). Pengalaman saya membuktikan
bahwa dengan fokus mengasah keterampilan mengajar dan keilmuwan tanpa
pendidikan formal membuat saya tertinggal dari teman-teman saya yang sudah
mengambil pendidikan formal lanjutan terlebih dulu. Banyak diantara teman-teman
kuliah saya dulu memutuskan untuk langsung beralih profesi dengan bekerja di
perusahaan besar dan menggunakan sebagian penghasilannya untuk biaya kuliah
lagi. Sehingga setelah lulus kuliah, dengan gelar S2 yang didapat, mereka bisa
diterima mengajar di perguruan tinggi impian mereka. Berbeda dengan saya yang
ingin lebih fokus pada keahlian, keterampilan, wawasan dan ilmu saja. Bukan
berarti melanjutkan kuliah formal itu kurang memperhatikan itu. Justru mereka
yang melanjutkan pendidikan formal itu tingkat keilmuwan mereka sangat
mendalam. Hanya saja, pendidikan formal seperti bukan merupakan tujuan utama
saya. Dalam hidup, saya hanya ingin mencari ilmu dan bisa mengamalkannya secara
langsung di masyarakat. Sebagai seorang pengajar Bahasa Inggris yang merupakan
bahasa internasional, tentu saya mendambakan untuk bisa menimba ilmu di Negara
dimana bahasa itu berasal. Selain lamban dalam mendapatkan karir impian,
kosekuensi lainnya adalah kesejahteraan yang juga terlambat datang pada saya.
Namun, bagi saya untuk mendapatkan sesuatu yang besar, kita harus berani
berinvestasi. Fokus pada ilmu dan cita-cita kemudian menahan diri untuk tidak
tergoda dengan kesenangan pribadi merupakan modal utama. Sehingga saya lebih
suka mengeluarkan uang banyak untuk keperluan profesi daripada membeli hal-hal lainnya.
Saya sengaja menunda untuk berkuliah S2 di dalam negeri agar
supaya saya bisa mengambilnya di negara seperti Australia, Inggris atau Amerika
suatu hari nanti dengan beasiswa. Sehingga menurut saya walaupun saya belum
mendapatkan karir yang saya inginkan karena masih bergelar S1, saya tidak mau
berkecil hati dan terus berlatih mengajar dan mengikuti berbagai macam
pelatihan, workshop maupun konferensi. Bagi saya ilmu yang didapat dari praktik
dan pengalaman jauh lebih berguna dan bermanfaat. Oleh karena itu jika
seandainya saya diberi kesempatan untuk kuliah di luar negeri nanti, bukan
gelar atau ijazah yang menjadi satu-satunya tujuan saya, tapi ilmu dan
pengalamanlah yang harus menjadi niatan suci itu. Tidak hanya sampai disitu
saja, mengenal budaya di beberapa Negara lain serta memiliki jaringan yang luas
juga merupakan impian besar saya. Dengan semua pengalaman dan jaringan ini, harapan
saya adalah agar saya lebih bisa berguna bagi keluarga, masyarakat dan Negara
saya kedepan. Saya meyakini bahwa yang dibutuhkan negara ini bukanlah orang
yang hanya ahli dibidangnya saja, akan tetapi mereka yang memiliki pola pikir
terbuka, wawasan luas, fleksibilitas, keberanian, rela berkorban dan tidak
memikirkan kekayaan atau kesejahteraannya sendiri. Orang-orang seperti inilah
yang justru mampu mengendalikan dan membangun sistem yang efektif dan secara massif
mempengaruhi orang lain dalam jumlah besar untuk melakukan hal yang sama. Saya
tidak bisa membayangkan jika jumlah tipe orang seperti ini semakin banyak di
negeri ini, maka visi Indonesia emas tahun 2045 pasti akan segera terwujud.
Ulasan ini menunjukkan secara jelas bahwa memilih bidang pekerjaan
dengan bertumpu pada profesi ternyata lebih banyak memberikan manfaat, tidak
hanya bagi kita sendiri, tapi juga lingkungan dan bangsa. Semoga kita tidak
termasuk orang yang hanya fokus pada pekerjaan, rutinitas dan penghasilan saja,
tapi lebih menganggap pekerjaan itu sebagai profesi kita sehingga kita bisa
terus berkembang dan bermanfaat. Dan profesi itu hanya bisa diraih melalui
ilmu, pengalaman dan keterampilan yang secara terus menerus diasah sampai
seseorang itu menjadi ahli di bidangnya.
Ask not what your country can do for
you. But ask what you can do for your country
(John F. Kennedy)
Percayalah….. Jika kita terus berkomitmen
mencari ilmu dan mengamalkannya secara tulus, Allah akan mencukupkan rezeki kita….
Dimanapun kita berada. Bahkan IA justru akan mengangkat derajat kita. Itulah
janjiNya dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11.
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar