Jumat, 15 Februari 2019

Being a Teacher (Bagian 5) - Serangkaian Refleksi

SMA Negeri 1 Semarang
Sumber: https://www.kricom.id
Pertama Kali Mengajar di Sekolah

*Aziza Restu Febrianto

Setiap mahasiswa yang mengambil jurusan kependidikan atau keguruan pasti diharuskan mengikuti program Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Program ini wajib karena jika kita tidak mengambilnya, maka sudah dipastikan kita tidak akan bisa mengajukan proposal skripsi. Bagi saya, PPL merupakan sebuah kesempatan pertama saya untuk belajar mengajar di sekolah dan merasakan bagaimana menjadi guru yang sebenarnya. Mengajar les privat dan kelompok di rumah atau perkantoran tentu sangat berbeda dengan di kelas yang sesungguhnya. Selain perbedaan jenjang usia, jumlah dan karakteristik siswa, mengajar di sekolah juga mengharuskan saya untuk mengikuti beberapa aturan yang ketat: sekolah dan pemerintah.

Saya sebenarnya sangat menikmati pengalaman PPL ini karena memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar banyak tentang dunia sekolah yang terletak tepat di jantung kota Semarang. Pada waktu itu saya ditempatkan di SMA Negeri 1 Semarang, yang juga merupakan salah satu sekolah favorit di Semarang. Selama PPL, saya belajar banyak sekali tentang pekerjaan sekolah. PPL ini dibagi menjadi dua sesi. Pada sesi yang pertama, peserta diberikan tugas untuk melakukan observasi sekolah, baik fisik berupa sarana dan prasarana, struktur organusasi dan guru maupun semua program dan kegiatan yang ada di sekolah. Selama sesi ini, peserta juga diharuskan menyiapkan perangkat mengajar seperti kurikulum, silabus dan Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) melalui bimbingan dosen pamong dan guru pembimbing (guru pamong) di sekolah.

Para mahasiswa baru diberikan kesempatan untuk mengajar pada sesi kedua PPL. Waktu itu saya mendapatkan kesempatan mengajar di beberapa kelas 11 IPS. Pada awalnya saya sempat berfikir dua kali untuk mengajar karena saya paham siswa IPS itu terkenal rame dan susah sekali dikendalikan. Hal yang lebih menantang lagi justru ketika mendengar penjelasan guru pamong tentang kelas IPS,

“Mas nanti disiapkan ya. Anak-anak IPS itu memang sering menyepelekan mahasiswa PPL yang mengajar mereka. Tapi itu sudah biasa. Kalau mas mengajarnya bagus, mereka bisa ditaklukkan kok.”
Apa yang beliau katakan itu sempat membuat saya sedikit gentar. Namun, akhirnya saya sadar bahwa mengajar di kelas IPS itu justru menjadi sebuah tantangan bagi saya untuk menunjukkan seberapa hebat keterampilan leadership saya yang pernah saya latih semasa berorganisasi. Namun, jujur saya menjalani PPL itu bukan karena didasari oleh keinginan saya untuk menjadi guru ketika lulus kuliah nanti, tetapi hanya karena untuk memenuhi kewajiban sekaligus belajar dan mencari pengalaman. Selain merupakan program wajib, PPL bagi saya adalah sebuah kegiatan yang memberikan sebuah kesempatan untuk belajar tentang dunia guru dan sekolah lebih dalam sekaligus menjajal kemampuan organisasi dan public speaking saya ketika mengajar di kelas.

Tibalah saatnya saya masuk kelas 11 IPS dan mengucapkan salam. Sayapun langsung terkejut karena ternyata tidak semua siswa menjawab salam saya. Saya melihat wajah mereka yang kurang semangat dan tidak punya antusias dalam belajar, apalagi dengan guru baru yang ada didepannya ini. Mereka cenderung acuh kepada saya walaupun ada juga beberapa yang masih memperhatikan saya. Saya lega dan bersyukur. Namun, saya sadar bahwa saya adalah guru kelas yang tidak hanya fokus pada satu atau dua siswa, tapi semua di kelas. Waktu itu terdapat sekitar 42 siswa di kelas. Melihat kelas yang besar seperti ini, saya langsung bergumam dalam hati, “Gila kelasnya besar sekali. Gimana saya bisa mengajar banyak siswa seperti ini.” Kemudian saya langsung teringat memori saat masih sekolah dulu. Jumlah siswa di kelas waktu itu kurang lebih sama, yaitu sekitar 45. Saya tidak bisa membayangkan betapa kerasnya perjuangan guru saya saat itu...haha.

Pada periode awal mengajar, saya mencoba menggunakan metode yang selama ini saya pakai saat mengajar privat dan kelompok yang usianya lebih dewasa. Saya juga mencoba bergaya bak seorang motivator seperti Mario Teguh yang memberikan seminar pengembangan diri. Saya waktu itu sangat yakin bahwa mengajar dengan cara seperti itu pasti akan berhasil. Saya berkeyakinan bahwa jika seminar motivasi semacam itu selalu menarik hati dan pesertanya banyak, pasti hasilnya juga sama apabila diterapkan dalam mengajar di kelas. Itulah pemikiran polos saya pada waktu itu. Namun, ketika diterapkan, hasilnya ternyata jauh dari apa yang dibayangkan. Banyak siswa yang masih saja fokus dengan aktivitasnya sendiri. Memang ada beberapa yang memperhatikan saya, tapi kebanyakan tidak..haha. Sedih sekali rasanya...hiks.

Kebiasaan yang dilakukan oleh mahasiswa PPL setelah mengajar adalah berkumpul di sebuah ruangan yang disediakan oleh sekolah untuk markas mereka. Tentu saja selama di ruangan itu, kita semua bercerita tentang pengalaman saat mengajar di kelas. Melalaui cerita dari rekan PPL, saya mendapatkan banyak sekali pelajaran. Pengalaman mereka ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang saya alami. Selain cerita tentang kondisi siswa di kelas, mereka juga berbagi pengalaman tentang strategi yang mereka gunakan saat mengajar, terutama ketika mengajar di kelas IPS. Kegiatan ini menurut saya sangat menarik dan berguna. Saya bisa melakukan refleksi dan evaluasi terhadap metode mengajar yang saya pakai. Dan yang lebih penting lagi adalah saya bisa menjadi lebih termotivasi dan percaya diri karena saya tidak sendirian.

Program PPL berlangsung selama 3 bulan dengan berbagai macam kegiatan yang dilakukan. Menurut saya program ini cukup komprehensif untuk membekali para mahasiswa calon guru sebelum mereka benar-benar menjadi guru profesional setelah menyelesaikan pendidikannya. Namun, bagi saya yang terpenting lagi adalah saya bisa belajar dan lebih memahami bahwa mengajar itu sangat berbeda dengan memberikan motivasi atau bahkan presentasi. Mengajar itu lebih kepada seni mengayomi, memfasilitasi, membimbing dan mengarahkan. Dan keterampilan ini jauh lebih susah dibandingkan dengan hanya memotivasi saat mengisi seminar atau pelatihan umum lainnya. Alhamdulillah, walaupun ada beberapa catatan dan masukan dari dosen dan guru pamong, saya mendapatkan predikat nilai A untuk PPL ini. Beginilah kira-kira masukan dari guru pamong yang masih saya ingat:

“Mas Restu sudah mengajar dengan bagus. Kemampuan menguasai dan menyampaikan materi juga sudah bagus. Namun, perlu diingat bahwa siswa yang duduk di belakang perlu juga mendapat perhatian. Tadi saya perhatikan perhatian mas Restu hanya pada siswa di depan terus.”

Bersambung.... (Bagian 6)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar