SMA Negeri 1 Semarang Sumber: https://www.kricom.id |
Pertama Kali Mengajar di Sekolah
*Aziza Restu Febrianto
Setiap
mahasiswa yang mengambil jurusan kependidikan atau keguruan pasti diharuskan
mengikuti program Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Program ini wajib karena
jika kita tidak mengambilnya, maka sudah dipastikan kita tidak akan bisa
mengajukan proposal skripsi. Bagi saya, PPL merupakan sebuah kesempatan pertama
saya untuk belajar mengajar di sekolah dan merasakan bagaimana menjadi guru
yang sebenarnya. Mengajar les privat dan kelompok di rumah atau perkantoran
tentu sangat berbeda dengan di kelas yang sesungguhnya. Selain perbedaan jenjang
usia, jumlah dan karakteristik siswa, mengajar di sekolah juga mengharuskan
saya untuk mengikuti beberapa aturan yang ketat: sekolah dan pemerintah.
Saya
sebenarnya sangat menikmati pengalaman PPL ini karena memberikan kesempatan
kepada saya untuk belajar banyak tentang dunia sekolah yang terletak tepat di
jantung kota Semarang. Pada waktu itu saya ditempatkan di SMA Negeri 1
Semarang, yang juga merupakan salah satu sekolah favorit di Semarang. Selama
PPL, saya belajar banyak sekali tentang pekerjaan sekolah. PPL ini dibagi
menjadi dua sesi. Pada sesi yang pertama, peserta diberikan tugas untuk
melakukan observasi sekolah, baik fisik berupa sarana dan prasarana, struktur
organusasi dan guru maupun semua program dan kegiatan yang ada di sekolah.
Selama sesi ini, peserta juga diharuskan menyiapkan perangkat mengajar seperti
kurikulum, silabus dan Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) melalui bimbingan
dosen pamong dan guru pembimbing (guru pamong) di sekolah.
Para
mahasiswa baru diberikan kesempatan untuk mengajar pada sesi kedua PPL. Waktu
itu saya mendapatkan kesempatan mengajar di beberapa kelas 11 IPS. Pada awalnya
saya sempat berfikir dua kali untuk mengajar karena saya paham siswa IPS itu
terkenal rame dan susah sekali dikendalikan. Hal yang lebih menantang lagi
justru ketika mendengar penjelasan guru pamong tentang kelas IPS,
“Mas nanti disiapkan ya. Anak-anak
IPS itu memang sering menyepelekan mahasiswa PPL yang mengajar mereka. Tapi itu
sudah biasa. Kalau mas mengajarnya bagus, mereka bisa ditaklukkan kok.”
Apa
yang beliau katakan itu sempat membuat saya sedikit gentar. Namun, akhirnya
saya sadar bahwa mengajar di kelas IPS itu justru menjadi sebuah tantangan bagi
saya untuk menunjukkan seberapa hebat keterampilan leadership saya yang pernah saya latih semasa berorganisasi. Namun,
jujur saya menjalani PPL itu bukan karena didasari oleh keinginan saya untuk menjadi
guru ketika lulus kuliah nanti, tetapi hanya karena untuk memenuhi kewajiban
sekaligus belajar dan mencari pengalaman. Selain merupakan program wajib, PPL
bagi saya adalah sebuah kegiatan yang memberikan sebuah kesempatan untuk
belajar tentang dunia guru dan sekolah lebih dalam sekaligus menjajal kemampuan
organisasi dan public speaking saya
ketika mengajar di kelas.
Tibalah
saatnya saya masuk kelas 11 IPS dan mengucapkan salam. Sayapun langsung
terkejut karena ternyata tidak semua siswa menjawab salam saya. Saya melihat
wajah mereka yang kurang semangat dan tidak punya antusias dalam belajar,
apalagi dengan guru baru yang ada didepannya ini. Mereka cenderung acuh kepada
saya walaupun ada juga beberapa yang masih memperhatikan saya. Saya lega dan
bersyukur. Namun, saya sadar bahwa saya adalah guru kelas yang tidak hanya
fokus pada satu atau dua siswa, tapi semua di kelas. Waktu itu terdapat sekitar
42 siswa di kelas. Melihat kelas yang besar seperti ini, saya langsung bergumam
dalam hati, “Gila kelasnya besar sekali.
Gimana saya bisa mengajar banyak siswa seperti ini.” Kemudian saya langsung
teringat memori saat masih sekolah dulu. Jumlah siswa di kelas waktu itu kurang
lebih sama, yaitu sekitar 45. Saya tidak bisa membayangkan betapa kerasnya
perjuangan guru saya saat itu...haha.
Pada
periode awal mengajar, saya mencoba menggunakan metode yang selama ini saya
pakai saat mengajar privat dan kelompok yang usianya lebih dewasa. Saya juga
mencoba bergaya bak seorang motivator seperti Mario Teguh yang memberikan
seminar pengembangan diri. Saya waktu itu sangat yakin bahwa mengajar dengan
cara seperti itu pasti akan berhasil. Saya berkeyakinan bahwa jika seminar
motivasi semacam itu selalu menarik hati dan pesertanya banyak, pasti hasilnya
juga sama apabila diterapkan dalam mengajar di kelas. Itulah pemikiran polos
saya pada waktu itu. Namun, ketika diterapkan, hasilnya ternyata jauh dari apa
yang dibayangkan. Banyak siswa yang masih saja fokus dengan aktivitasnya
sendiri. Memang ada beberapa yang memperhatikan saya, tapi kebanyakan tidak..haha.
Sedih sekali rasanya...hiks.
Kebiasaan
yang dilakukan oleh mahasiswa PPL setelah mengajar adalah berkumpul di sebuah
ruangan yang disediakan oleh sekolah untuk markas mereka. Tentu saja selama di
ruangan itu, kita semua bercerita tentang pengalaman saat mengajar di kelas.
Melalaui cerita dari rekan PPL, saya mendapatkan banyak sekali pelajaran.
Pengalaman mereka ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang saya alami.
Selain cerita tentang kondisi siswa di kelas, mereka juga berbagi pengalaman
tentang strategi yang mereka gunakan saat mengajar, terutama ketika mengajar di
kelas IPS. Kegiatan ini menurut saya sangat menarik dan berguna. Saya bisa
melakukan refleksi dan evaluasi terhadap metode mengajar yang saya pakai. Dan
yang lebih penting lagi adalah saya bisa menjadi lebih termotivasi dan percaya
diri karena saya tidak sendirian.
Program
PPL berlangsung selama 3 bulan dengan berbagai macam kegiatan yang dilakukan.
Menurut saya program ini cukup komprehensif untuk membekali para mahasiswa
calon guru sebelum mereka benar-benar menjadi guru profesional setelah
menyelesaikan pendidikannya. Namun, bagi saya yang terpenting lagi adalah saya
bisa belajar dan lebih memahami bahwa mengajar itu sangat berbeda dengan
memberikan motivasi atau bahkan presentasi. Mengajar itu lebih kepada seni
mengayomi, memfasilitasi, membimbing dan mengarahkan. Dan keterampilan ini jauh
lebih susah dibandingkan dengan hanya memotivasi saat mengisi seminar atau pelatihan
umum lainnya. Alhamdulillah, walaupun ada beberapa catatan dan masukan dari
dosen dan guru pamong, saya mendapatkan predikat nilai A untuk PPL ini.
Beginilah kira-kira masukan dari guru pamong yang masih saya ingat:
“Mas Restu sudah mengajar dengan
bagus. Kemampuan menguasai dan menyampaikan materi juga sudah bagus. Namun,
perlu diingat bahwa siswa yang duduk di belakang perlu juga mendapat perhatian.
Tadi saya perhatikan perhatian mas Restu hanya pada siswa di depan terus.”
Bersambung.... (Bagian 6)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar