Minggu, 03 Februari 2019

Being a Teacher (Bagian 3) - Serangkaian Refleksi



Semangat Baru

*Aziza Restu Febrianto

Pada awal perkuliahan, saya masih merasakan beban karena memang menjadi guru sejak dari awal bukanlah cita-cita saya. Beban ini menjadi terasa setelah mengetahui bahwa menjadi guru pada jaman sekarang itu susah. Untuk mendapatkan kesejahteraan yang layak, guru harus memiliki status PNS atau mengajar di sekolah swasta yang memang peduli akan gaji guru. Padahal seleksi untuk menjadi guru PNS itu susah sekali, berbeda dengan jaman ibu saya dulu.

Waktu itu saya harus selalu berusaha mencari alasan agar tetap bersemangat dan optimis akan masa depan saya meskipun kuliah di bidang keguruan. Dalam benak saya, saya masih muda, dan saya yakin semuanya pasti bisa berubah asalkan saya dapat mengambil hikmah dari semua keputusan dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Fokus saya pada saat itu adalah keterampilan Bahasa Inggris saya. Jika profesi guru bukanlah tujuan saya, kemampuan berbahasa saya harus tetap terus meningkat. Saya tidak ingin semangat untuk mengembangkan keterampilan bahasa saya menjadi menurun karena harus memikirkan masa depan.

Ketika menjalani kuliah, saya bertemu dengan berbagai macam orang dengan latar belakang yang berbeda, baik yang kuliah di pendidikan maupun di non-kependidikan. Diantara teman yang saya kenal, kebanyakan berasal dari Jawa Tengah, dan jumlah mahasiswa yang berasal dari Jawa Timur seperti saya bisa dihitung dengan jari. Saya banyak belajar dari mereka, terutama dari orang yang memang berkuliah di jurusan keguruan. Saya melihat betapa semangatnya mereka menjalani perkuliahan yang sudah mereka ambil dengan banyak berdiskusi dan mengerjakan tugas. Namun, pada saat itu saya masih belum tergugah untuk menekuni bidang keguruan.

Saya justru lebih antusias lagi ketika melihat mahasiswa yang tidak hanya aktif berkuliah, tapi juga berorganisasi namun prestasi akademiknya juga tidak kalah bagusnya.  Saya berkeyakinan bahwa suatu saat nanti nasib saya akan berubah. Saya bisa saja tidak menjadi guru ketika lulus nanti asalkan saya mau mengembangkan keterampilan saya diluar perkuliahan seperti mereka. Walaupun begitu, tidak ada satupun terbesit pemikiran untuk pindah kuliah atau jurusan. Saya merasa kuliah di kampus ini adalah amanah dari orang tua yang memang sudah mantab dengan pilihan ini.

Beberapa bulan kemudian saya bertekad bahwa saya harus tetap maksimal dalam kuliah. Maksimal disini saya artikan bahwa kuliah itu tidak hanya fokus pada kegiatan akademik saja. Bagi saya kuliah yang benar itu adalah memastikan bahwa semua peran dan tanggung jawab saya sebagai seorang mahasiswa itu memang saya  ambil. Waktu itu saya sudah memahami bahwa mahasiswa itu seharusnya tidak hanya berkutat pada kuliah, kantin dan kos (3K), tapi mereka seharusnya juga mengembangkan keterampilan lain diluar bidangnya. Selain itu mereka hendaknya juga memiliki daya kritis dan peka terhadap isu-isu yang terjadi di lingkungan sekitar mereka.

Menyadari bahwa saya tidak begitu aktif organisasi di sekolah dulu, dalam hati saya berjanji untuk tidak hanya perkuliahan saja yang saya ikuti selama di kampus. Dari awal kuliah hingga lulus, saya sudah mengikuti berbagai macam organisasi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat fakultas, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Paduan suara dan Kerohanian Islam (Rohis) baik di tingkat jurusan, fakultas maupun universitas. Bahkan pada saat semester 5, saya sempat terpilih menjadi ketua Rohis Fakultas Bahasa dan Seni.

Keaktifan saya dalam banyak organisasi ini yang membuat saya disibukkan dengan kegiatan non-akademik seperti rapat, kegiatan-kegiatan kampus dan latihan paduan suara. Sebenarnya kegiatan ini cukup menyita perhatian dan waktu saya terhadap tugas perkuliahan. Namun saya merasa tidak memiliki masalah dalam kegiatan kuliah dan tugas akademik. Modal keterampilan dan kebiasaan berbahasa Inggris sejak sekolah cukup menjadi modal saya untuk survive di bidang akademik. Sehingga waktu itu saya tidak terlalu memberikan prioritas pada urusan kuliah.


Saya bersyukur semua kegiatan non-akademik itu sama sekali tidak mempengaruhi nilai akademik saya. Waktu itu memang saya juga berusaha belajar membagi waktu. Pernah juga saya lembur mengerjakan tugas semalaman di kampus karena memang siangnya harus mengikuti banyak kegiatan organisasi. Dengan keaktifan di organisasi dan performa akademik yang masih aman, saya sangat beruntung bisa mendapatkan beasiswa dari pemerintah yang bisa meringankan biaya kuliah. Melalui kegiatan berorganisasi, saya juga belajar keterampilan berbicara di depan umum (public speaking), negosiasi, dan membangun jaringan (networking). 

Kunjungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Bahasa dan Seni, UNNES ke Universitas Negeri Malang (UM)
Periode 2007/ 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar