Selasa, 19 Februari 2019

Being a Teacher (Bagian 6) - Serangkaian Refleksi

Saya sedang mengajar di sebuah saung yang digunakan sebagai kelas
Lokasi: Sekolah Alam Arridho Semarang
Menjadi Guru di Sekolah

*Aziza Restu Febrianto

Setelah menyelesaikan program PPL, saya kemudian harus mulai mengerjakan skripsi sebagai syarat wajib kelulusan.  Namun, pada semester akhir ini, jumlah perkuliahan yang diambil mulai berkurang karena mahasiswa harus fokus pada skripsi yang memang memiliki porsi SKS paling besar. Pada saat itu, ketersediaan waktu luang ini tidak saya gunakan untuk hanya terlalu fokus dalam mengerjakan skripsi saja, tapi saya justru semakin aktif berorganisasi. Pada waktu itu saya sedang menjabat sebagai ketua departemen di sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tingkat universitas. Selain itu, saya juga mengikuti kegiatan di luar kampus seperti Forum Indonesia Muda (FIM), yang berbasis di Jakarta. Akibatnya, saya dan teman-teman di Semarang juga harus membentuk pengurus FIM regional Jawa Tengah.

Di tengah kesibukan skripsi dan kegiatan intra dan ekstra kampus, saya mendapatkan kabar dari teman bahwa sebuah SMP swasta di Semarang sedang membutuhkan seorang guru Bahasa Inggris tidak tetap. Teman saya itu adalah guru di sekolah tersebut dan menginginkan saya untuk mengajar disana. Saya merasa terhormat diberikan kepercayaan dan tanpa ragu saya mengambil kesempatan itu. Waktu itu saya memang sedang sangat membutuhkan pengalaman yang cukup banyak tentang sekolah karena pengalaman yang saya dapat di PPL selama 3 bulan saja tentu tidaklah cukup. Di sekolah itu, saya hanya mengajar dua kali dalam seminggu. Gaji di sekolah ini juga tidak seberapa dibandingkan dengan mengajar privat dan kelompok seperti yang selama ini saya lakukan. Waktu itu saya hanya digaji 250 ribu tiap bulannya. Namun, terus terang saja yang saya cari saat itu bukanlah gaji, tapi pengalaman tentang mengajar di tempat berbeda, yang menurut saya jauh lebih berharga.

Ketika pertama kalinya mengajar, saya merasa sangat bahagia dan bersemangat. Sayapun dengan begitu antusias menyiapkan semua materi dan perangkat pembelajaran sebelum mengajar. Sekolah tempat saya mengajar ini bisa dibilang sangat berbeda dengan sekolah kebanyakan. Dengan menerapkan konsep “alam” dan "islami," sekolah ini secara fisik tidak memiliki gedung besar dengan ruangan kelas seperti di sekolah pada umumnya, tapi lebih berbentuk saung dengan perkebunan dan persawahan yang terkelola disekitarnya. Konsep idealis seperti inilah yang membuat saya semakin senang dan bersemangat untuk mengajar di sekolah ini. Namun, diluar dari konsep sekolah yang luar biasa, saya juga tetap tidak luput dari pengalaman yang kurang mengenakkan dan menjengkelkan selama mengajar di sekolah ini. Ternyata idealisme para pendiri dan guru di sekolah ini tidak sebanding lurus dengan input karakter dan kualitas siswa di kelas. Motivasi dan prestasi rata-rata siswa di sekolah ini tidak begitu membanggakan. Bahkan, banyak diantara mereka justru memiliki kebutuhan khusus. Sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih keras dalam membimbing mereka.

Dari awal mengajar hingga masa berakhirnya kontrak, saya mendapatkan pengalaman yang sangat luar biasa di kelas. Ketika mengajar, saya selalu saja menemukan tingkah laku siswa yang unik: bermain sendiri, berlarian, dan asyik ngobrol bersama temannya. Dengan kondisi siswa seperti ini, sudah sangat jelas bahwa tugas saya sebagai guru tidak hanya mengajar, tapi juga mengatur, membimbing dan mengarahkan siswa untuk selalu tenang dan memperhatikan materi pelajaran di tempat. Sayapun akhirnya berfikir keras mencari cara bagaimana membuat perhatian siswa saya itu selalu tertuju pada materi yang saya sampaikan. “Pembelajarannya harus menarik!” pikir saya dalam hati. Namun, saya juga harus memahami akan realitas kurangnya fasilitas pembelajaran di kelas, “Bagaimana bisa membuat pembelajaran saya itu menarik, sedangkan sarana dan prasarananya saja terbatas: Tidak ada LCD, TV, Sound System, dsb.” Dengan keterbatasan itu, saya harus selalu bekerja keras mencari strategi dan cara apapun agar tujuan pembelajaran yang sudah saya siapkan bisa tercapai di kelas, walaupun akhirnya banyak cara ternyata terbukti sia-sia...hiks.

Di sekolah ini, para guru benar-benar dituntut untuk selalu kreatif dan inofatif dengan keterbatasan yang ada karena sekali lagi, konsep yang dipakai sekolah ini adalah “alam” dan "islami." Dengan konsep ini, konsekuensi moralnya adalah sekolah tidak memberikan batasan mengenai syarat kompetensi anak untuk bisa masuk di sekolah ini. Para pendiri sekolah ini berkeyakinan bahwa setiap anak itu unik dan memiliki kelebihan serta kekurangannya masing-masing. Oleh karena itulah, sekolah hadir untuk memberikan ruang dan fasilitas bagi semua siswa dengan segala kelebihan dan kekurangannya itu untuk tetap terus mengembangkan diri. Siswa di sekolah ini juga dibagi menjadi beberapa kelompok binaan dengan seorang guru pendamping yang sekaligus menjadi guru mengaji mereka. Segala aktivitas dan perkembangan siswa dalam kelompok binaan ini juga diawasi dan dievaluasi oleh guru pendamping itu.

Terlepas dari idealisme dan konsep unik yang dimiliki oleh sekolah, menurut saya, input siswa yang masuk di sekolah ini juga dipengaruhi oleh persaingan dengan sekolah lain yang sudah ada di kota Semarang. Banyak siswa dengan segala prestasi akademiknya tentu telah memilih masuk di sekolah lain yang sudah cukup terkenal reputasinya. Namun, dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh sekolah ini, saya justru belajar banyak sekali tentang dunia pendidikan yang sesungguhnya. Menurut saya, visi, misi dan program yang diterapkan di sekolah ini sangatlah ideal dan sesuai dengan esensi yang diharapkan dalam dunia pendidikan. Boleh saya katakan sekolah lain pada umumnya seharusnya meniru konsep dan sistem yang diterapkan oleh sekolah ini untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya baik secara akademik, tetapi juga moral dan spiritualnya. Semua pengalaman mengajar yang saya dapat di sekolah ini jugalah yang akhirnya mengilhami saya untuk melakukan penelitian dengan sekolah alam ini sebagai objeknya untuk skripsi saya.  

Bersambung....(Bagian 7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar