Selasa, 10 Agustus 2021

Sebuah Kisah Klasik di OKKA FBS 2004



 Sebuah Kisah Klasik di OKKA FBS 2004


*Aziza Restu Febrianto


 

Dengan semangat membara, kami warga FBS yang baru

Bersama mengenal kampus kita di OKKA FBS tercinta

Susah dan Senang bersama, tuk kita bersaudara

Menyongsong belajar di FBS yang jaya

Menyongsong belajar di FBS yang jaya


Bulan Agustus merupakan bulan yang mengingatkan saya pada kegiatan ospek mahasiswa baru bernama Orientasi Kehidupan Kampus (OKKA) pada tahun 2004 silam di kampus Ungu, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), Universitas Negeri Semarang (UNNES). Seperti halnya kampus lain, UNNES, dalam rangka menyambut mahasiswa baru, mengadakan ospek atau yang lebih populer di kalangan mahasiswa dan para alumni UNNES adalah OKKA. Selama OKKA ini, saya mempunyai pengalaman yang cukup menarik, dan saya merasa pengalaman itu perlu direkam dalam tulisan ini. Semuanya berawal dari kecerobohan saya yang pada waktu itu tidak melakukan pendaftaran OKKA. Pendaftaran OKKA ini dilaksanakan pada saat registrasi ulang mahasiswa baru di gedung Rektorat lantai 1. Saat itu, proses registrasi ulang di UNNES cukup ribet dan memakan waktu yang sangat lama. Selain harus antre, semua mahasiswa baru diwajibkan untuk mengisi formulir registrasi secara manual dengan menggunakan pensil 2B. Saya melakukan registrasi ulang ini dari sekitar pukul 11.00 siang hingga pukul 16.00 sore (tepat ketika gedung mulai ditutup).

Karena terburu-buru dan khawatir seandainya tidak akan mendapatkan angkot untuk pulang ke rumah, saya akhirnya lupa untuk mendaftar OKKA. Pada zaman itu, masih jarang sekali orang yang mempunyai motor pribadi sebagai alat transportasi. Sebagian besar mahasiswa memanfaatkan angkot dan bis tanggung bernama “Po Limas,” yang beroperasi dari sekitar UNNES menuju pusat kota atau terminal di kota Semarang. Saya berasal dari Ngawi, Jawa Timur, dan perjalanan untuk menuju rumah saya memakan waktu sekitar 5 jam dengan menggunakan transportasi bus. Tentu saja waktu itu saya sangat ketakutan jika tidak akan bisa pulang karena kebanyakan bus biasanya sudah tidak beroperasi pada malam hari. Nah, kelupaan mendaftar OKKA inilah yang menjadi akar permasalahannya.

Karena tidak mendaftar OKKA, akibatnya saya menjadi sama sekali tidak tahu apapun mengenai kegiatan orientasi ini. Dalam benak saya, tikda pernah terfikirkan sama sekali akan semua persyaratan dan perlengkapan yang harus dibawa. Sesampainya di rumah, saya juga sama sekali tidak memikirkan tentang kegiatan ini. Saya pun sangat lelah setelah melakukan perjalanan yang cukup jauh. Pikir saya, yang namanya orientasi itu pasti penuh dengan ceramah. Begitu saja. Singkat cerita, saya pun kembali lagi ke UNNES, sesuai dengan jadwal yang telah diberikan.  Saat OKKA berlangsung, saya tentu saja tidak membawa apapun perlengkapan untuk kegiatan ini. Saya masih ingat bahwa pada saat itu, saya hanya membawa kemeja atasan putih dan bawahan hitam, serta sepatu fantofel. Saya hanya berfikir, pakaian ini mungkin akan berguna ketika saya mengikuti beberapa kegiatan kampus karena program studi yang saya ambil adalah Pendidikan bahasa Inggris atau pendidikan calon guru bahasa Inggris. Saat itu, saya benar-benar tidak menyadari bahwa ternyata saya sudah melakukan kesalahan besar. Dan kesalahan ini kelak memunculkan masalah lainnya.

Sesampainya di kos, seperti orang yang tak punya dosa saja, saya memutuskan untuk bersantai dan menikmati suasana kos baru dengan berbincang-bincang bersama teman lain yang lebih lama tinggal di kos…hehe. Padahal saat itu, saya juga memperhatikan aktivitas mahasiswa baru lain yang sangat sibuk mempersiapkan perlengkapan OKKA yang akan dilaksanakan keesokan harinya. Beberapa menit kemudian salah satu teman kos iseng bertanya kepada saya,

“Hai, Res, wah, kamu udah siap semuanya untuk besuk ya?”

Namanya Wahyu. Dia salah seorang mahasiswa baru jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia yang tinggal satu kos dengan saya.

“Emang apa aja sih yang perlu disiapkan, Wahyu? Paling Cuma seragam hitam putih dan alat tulis.” Jawab saya.

“Hah….kamu sedang bercanda ya, Res?” sahutnya sambal merasa heran.

“Emang apa aja coba?” Tanya saya dengan sedikit percaya diri.

Kemudian Wahyu menunjukkan berkas OKKA yang berisi semua persyaratan dan perlengkapan yang wajib dibawa oleh semua mahasiswa baru. Saya pun terkejut,

“Hei…hei…darimana kamu dapatkan berkas ini, wahyu?” Tanya saya dengan sedikit rasa khawatir.

“Loh, kita semua kan mendapatkannya saat registrasi ulang. Emang kamu belum registrasi ulang yah?” jelasnya.

“Waduuuuuuuuuhhh….gimana ini Wahyu? Aku udah registrasi ulang, tapi sepertinya lupa tidak mendaftar OKKA. Jadinya aku gak tahu semua persyaratan wajib yang harus disiapkan.” Jawab saya dengan penuh rasa khawatir.

“Emang apa aja sih perlengkapan yang mesti dibawa?” Saya bertanya lagi.

Setelah itu wahyu meminjamkan berkas dokumen OKKA kepada saya.

“Ya Allah,,,,banyak sekali perlengkapannya! Padahal besuk OKKA sudah dimulai ya. Gimana ya Wahyu?” Gerutu saya.

Dengan penuh rasa keheranan, Wahyu pun memberikan masukan. Walaupun sesekali dia juga menertawakan saya.

“Gini aja Res, kamu kan masih punya waktu untuk mempersiapkan apa saja yang bisa dikerjakan, seperti topi, papan nama, dsb. Sedangkan untuk tas kain, kebetulan kemarin aku bikin dua. Kamu bisa pakai satu.”

“Waaaaahh…..kebetulan sekali kau buat dua tas kain ya, Wahyu. Makasih banget yaa.. Okay, sekarang aku akan pergi ke toko untuk mencari perlengkapan lainnya.” Kata saya dengan agak lebih bersemangat.

“ Sukses ya, Restu.” Jawabnya dengan memberi semangat.

“Siiiiiiiiiippppp…” ucap saya dengan penuh harapan.

 

***********

Kegiatan OKKA pun dimulai. Saya tampil cukup percaya diri ketika bersiap-siap menuju ke kampus, tepatnya di lapangan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS). Saya yakin semua perlengkapan yang dibutuhkan sudah tersiapkan dengan baik tadi malam. Saya juga sampai rela begadang untuk menyiapkan semuanya. Waktu itu, kita semua harus berangkat pagi-pagi buta untuk memasuki kampus FBS, karena memang aturannya begitu. Bagi yang terlambat datang ke lapangan atau tidak melewati jalan yang ditentukan oleh panitia, akan mendapatkan hukuman yang berat. Pagi itu, cukup banyak MABA yang dihukum karena terlambat datang ke lapangan. Mereka harus berlari mengelilingi lapangan sebanyak 3 kali. Selain itu mereka juga mendapatkan gertakan dari para panitia seksi giat didik dan keamanan yang kebanyakan berpenampilan garang. Salah satunya adalah mas Afif, mahasiswa seni Rupa angkatan 2000. Dengan penampilannya yang gimbal khas reggae dan tubuhnya yang agak gemuk, dia tidak pandang bulu memberikan hukuman kepada siapa saja yang melanggar aturan OKKA.

“Alhamdulillah,,,untung saja aku tidak terlambat… Jadi aman…”gumam saya dalam hati.

Dalam OKKA, semua peserta dibagi menjadi beberapa kelompok. Oleh panitia, masing – masing kelompok itu diberi nama khusus yang diambil dari nama makanan khas Nusantara. Setiap kelompok ini dibimbing oleh  seorang LO. Saat itu nama kelompokku adalah Geplak, sedangkan LO yang mendampingi adalah Uda Andika. Dia adalah mahasiswa jurusan Sastra Perancis angkatan 2002. Selama kegiatan OKKA, peserta harus memanggil semua anggota panitia dengan Uda dan Uni yang merupakan sebutan kakak dalam bahasa Minang. Uda berarti kakak laki-laki, sedangkan Uni adalah kakak perempuan. OKKA ini berlangsung selama 5 hari. Pada hari pertama, panitia mengumumkan semua aturan yang harus ditaati oleh semua peserta OKKA selama 5 hari kedepan. Salah satunya adalah pengecekan perlengkapan, atribut, dan barang – barang yang harus dibawa sebelum acara utama dimulai. Pengecekan barang bawaan dipandu oleh LO di masing – masing kelompok. Ketika MC menyebutkan salah satu nama barang, kita harus mengangkatnya keatas. Sedangkan pengecekan atribut dilakukan oleh panitia seksi acara. Saya masih ingat jelas, yang menjadi MC saat itu adalah uni Zulfa Zakiya, seorang mahasiswi sastra inggris angkatan 2002. Ketika menjadi MC, dia terkenal sangat cerdas, tegas dan lugas. Dia mampu membawakan setiap acara OKKA penuh dengan kemeriahan.

Seperti aturan yang telah diumumkan, kegiatan pertama dalam OKKA adalah pengecekan barang bawaan, dipandu oleh LO pada masing – masing kelompok. Nah, mulai saat itulah, peristiwa tak terlupakan semasa hidupku itu terjadi. Ketika MC menyebutkan salah satu barang, semua peserta harus mengangkatnya keatas. Kemudian LO mengecek dan mencari peserta dalam kelompoknya yang tidak membawa barang bawaan itu. Ting……. Ternyata ada yang terlewat. Roti bungkus seharga 1000 rupiah. Saya benar – benar lupa tidak membawanya. Saking gugup dan terburu – buru, saya sampai lupa tidak mengecek ulang barang bawaan saya pada malam hari sebelumnya di kos. Saya mencoba berpura – pura seolah saya membawanya dengan menunjukkan plastik bungkus roti yang berserakan disekitarku.Tapi akting saya itu akhirnya ketahuan juga.

“Aduuuuuuh…..gimana ini?” Gumam saya dalam hati. Kemudian uda Andika menyuruh saya untuk maju kedepan. Siapa saja yang tidak membawa barang bawaan, maka harus maju kedepan untuk menerima hukuman.

“Gawaaaaaat….ternyata dalam satu kelompok cuma aku saaj yang mendapat hukuman.” Ungkap saya lirih.

Selain berdiri didepan lapangan menghadap panitia, semua atribut yang saya kenakan seperti topi, papan nama, pakaian, dan sepatu juga dicek.

“Gilaaaaa……sepatuku!!!” perasaan khawatir yang diikuti keluarnya keringat dingin mulai menjalar di seluruh tubuh saya setelah  teringat akan sepatu yang saya kenakan. Seperti yang tertera dalam aturan OKKA, peserta harus memakai sepatu ket hitam, bukan sepatu fantofel. Dalam kondisi nervous seperti itu, saya tetap berusaha menyembunyikan sepatu yang saya kenakan pada rerumputan di sekitar kaki saya. Tapi ternyata tetap ketahuan juga. Mas afif memanggil saya dengan gertakan yang sangat keras, hampir memecahkan gendang telinga. Sambil memukul sepatu fantofel yang saya kenakan, dia berteriak,

“Hei…….iki sepatu opo??? Sopo seng ngakon nganggo sepatu koyo ngene iki??...ha!!!”

Karena melakukan dua macam pelanggaran, hukuman saya menjadi sangat berat. Setelah menerima cercaan dan makian yang sangat kasar dari panitia, saya distrap dan disuruh berlari mengitari lapangan sebanyak 4 kali.

Baru saja selesai hari pertama OKKA, penampilan saya sudah acak – acakan.  Selama perjalanan pulang ke kos, beberapa teman dalam kelompok saya mentertawakan saya. Salah seorang diantara mereka ada yang bilang bahwa saya ini lucu,

“Hahahaha,….kamu anak mana sih? Penampilanmu lucu saat dihukum.” Namanya Arbar, mahasiswa baru sastra inggris. Kemudian dia melanjutkan dengan sedikit memotivasi,

“Santai brow, OKKA masih panjang, siapkan diri untuk besuk…..haha.”

Sesampainya di kos, saya langsung disambut tawa oleh teman – teman di kos. “hahaha…cah Ngawi, cah Ngawi…” itulah kata – kata yang masih melekat dalam ingatan saya. Diantara teman – teman saya yang satu kos, hanya Wahyu yang paling banyak memberikan perhatian pada saya. Selain mengurus perlengkapannya sendiri, dia juga membantu saya untuk memastikan bahwa tidak akan ada barang yang terlewat di hari kedua OKKA.

*********

Keesokan harinya di pagi hari yang buta, saya dan teman-teman satu kos berangkat bersama menuju lapangan FBS. Yang biasanya berangkat bersama saya adalah Wahyu dan Luqman karena mereka memang satu kelompok dengan saya. Alhamdulillah, saya sampai di lapangan FBS tepat waktu, sehingga tidak mendapatkan hukuman lagi. Pagi itu, banyak juga peserta yang terlambat dan langsung mendapatkan hukuman. Ada juga diantara mereka yang melewati jalan pintas, tapi kemudian langsung dicegat oleh panitia dan digiring menuju lapangan untuk mendapatkan sanksi. Kerasnya teriakan panitia dan banyaknya peserta yang disetrap membuat suasana menjadi semakin menegangkan.

Seperti biasa, sebelum acara OKKA dimulai, panitia melakukan pengecekan barang bawaan dan atribut yang dikenakan oleh peserta. Saya kemudian baru sadar bahwa ternyata ada yang terlewat lagi….. Permen lima bungkus!!  

“Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkk!! Aku bisa kena hukuman lagi dong kalau begini.” Kata saya dalam hati. Dengan perasaan yang cukup nervous, saya juga mencoba berpura – pura seolah saya membawa permen itu dengan jumlah yang sesuai. Saya kemudian mengambil bungkusan permen yang berserakan di lapangan agar terlihat jika saya benar-benar membawanya. Ketika menunjukkannya keatas, ternyata uda Andika mengetahuinya dan langsung menyuruh saya maju kedepan. Yahhhhh…Akhirnya saya mendapatkan hukuman lagi.

Parahnya, kejadian itu terulang lagi sampai hari terakhir OKKA: Mendapatkan hukuman karena kurangnya perlengkapan dan terkena hukuman. Sehingga  selama 5 hari OKKA, saya selalu saja mendapatkan hukuman karena barang bawaan yang tidak lengkap. Setiap kali pulang dari kegiatan OKKA, wajah saya penuh corengan dan rambut saya juga acak-acakan karena seringnya diberi hukuman dan pelajaran oleh panitia.  Karena kejadian ini, semua teman-teman dalam kelompok saya memberikan julukan kepada saya “si tukang langganan hukuman,” karena setiap hari saya selalu saja dihukum. Ini semua gara-gara ketidaksiapan saya dalam mengikuti OKKA, karena kecerobohan saya sendiri yang tidak mendaftar OKKA ketika registrasi ulang dulu. Saya masih bersyukur bahwa untung saja saat itu ada Wahyu yang membuat dua tas kain dan meminjamkan salah satunya ke saya. Bisa dibayangkan jika saya tidak membawa tas kain pada saat OKKA. Hukumannya pasti bakal sangat berat lagi. Menurut saya diantara teman-teman saya yang satu kos, Wahyu lah yang paling berjasa. Saya banyak berterimakasih sama dia…. Well, hukuman itu ternyata memberikan banyak pelajaran yang cukup berharga saya dan kita semua para peserta. OKKA mengajarkan kita akan arti penting dari sebuah rasa tanggung jawab, kedisiplinan, kebersamaan, dan kekeluargaan. Tugas yang dibebankan pada kita semua sebenarnya juga bertujuan agar kita dapat saling mengenal satu sama lain. Pokoknya, kita menjadi banyak belajar melalui kegiatan ini. Dan yang pasti, hukuman saat OKKA itu menjadikan saya cukup terkenal ……hahahaha.

Sungguh sayang, saat ini OKKA hanyalah tinggal kenangan. Kegiatan OKKA telah ditiadakan, dan sebagai gantinya, UNNES menyelenggarakan kegiatan PPA (Pengenalan Program Akademik) untuk penyambutan mahasiswa baru. Tentu saja sangat berbeda dengan OKKA, semua acara dalam PPA hanyalah sebatas orientasi pengenalan akademik saja. Tidak lebih, layaknya OKKA.  

 

 

Kamis, 17 Juni 2021

Apa itu Literasi?


Apa Itu Literasi?

*Aziza Restu Febrianto


Seiring berkembangnya jaman, kemajuan pesat di bidang informasi dan teknologi (IT) juga semakin tidak terelakkan lagi. Sebagai dampaknya, perubahan pada berbagai macam aspek kehidupan menjadi semakin terasa. Pada pertengahan abad 21 ini, gobalisasi tidak hanya mulai dirasakan oleh kalangan tertentu saja, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai macam latar belakang yang berbeda. Dari orang tua sampai yang muda, dari yang kaya sampai yang paling miskin dan dari yang tinggal di pusat perkotaan hingga mereka yang berada di daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). 

Seluruh penjuru negeri merasakan perubahan efek globalisasi ini. Perkembangan bidang IT dan dunia digital ini membuat akses internet sangat mudah dinikmati oleh semua kalangan tanpa terkecuali. Dampak yang nyata dan langsung dirasakan adalah penggunaan social media, Youtube dan browser lainnya yang hampir semua orang menikmati layanannya tanpa henti setiap hari.

Untuk tujuan efektifitas dan efisiensi kerja, maka semua kegiatan dan tugas manusia banyak terfasilitasi oleh internet. Dari mendaftar sekolah, melamar pekerjaan hingga bermain game, semuanya dimediasi oleh internet. Dari yang dulu biasanya membeli kaset, VCD atau DVD di toko musik atau penjual keliling di pasar, sekarang orang tinggal menikmati semua lagu kesukaannya di YouTube secara gratis. Jika ingin mengoleksi, kita tinggal download semua lagu dan video klip tanpa khawatir dianggap melakukan pembajakan. 

Jika dulu banyak orang berbondong-bondong pergi ke toko buku atau perpustakaan, sekarang tinggal klik menu di Smartphone, kemudian milyaran informasi sudah tersedia disana secara gratis. Dampaknya, banyak ditemukan perpustakaan dan toko buku yang sepi pengunjung atau banyak pula buku yang dijual murah diloakan atau di pinggir-pinggir jalan karena sudah tidak laku lagi. Perubahan IT yang sangat pesat dan berdampak signifikan pada kehidupan manusia secara massive ini tentunya menjadi tantangan tersendiri. Banyak yang menyikapinya secara positif, namun juga banyak pula yang memanfaatkannya secara tidak bertanggung jawab.

Tidak semua orang menyikapi perubahan dengan cara yang positif. Jika dulu kita sempat membayangkan bahwa dengan dikembangkannya dunia IT dan munculnya arus informasi melalui pusaran internet, yang dikhawatirkan adalah bentuk-bentuk kejahatan seperti cyber crime atau kriminalitas melaui media online, pornografi tiada batas serta Games addiction atau kecanduan game yang melenakan. Maka tantangan kita sekarang dan kedepan tidak hanya sekedar itu lagi, generasi ini semakin menghadapi tantangan arus globalisasi yang lebih kompleks. 

Penggunaan Smartphone yang bersisi berbagai macam fitur dan aplikasi juga menjadi tantangan tersendiri. Penggunaan social media seperti facebook, twitter, instagram, dll bisa juga memunculkan masalah dan tantangan. Informasi yang baik dan positif tentunya bisa kita apresiasi. Tapi dengan penyebaran hoax atau informasi yang tidak bertanggung jawab dan tidak jelas sumbernya menjadi masalah tersendiri. Aktivitas sarkasme, fitnah, bullying dan penghinaan di media sosial juga sangat rawan terjadi.

Dengan semuan tantangan perubahan sebagai akibat globalisasi yang bebas ini, sudahkah kita berbuat sesuatu untuk ikut membantu menghadapinya? Tantangan kedepan justru lebih kompleks karena perubahan inevitably akan selalu terjadi. Jika bangsa ini tidak siap menghadapinya, maka tentu saja akan tergilas oleh mereka yang sudah siap. Akhirnya ketidaksiapan ini akan berdampak pada aspek kehidupan lain seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya di negeri kita. Mungkin cara yang paling rasional dan sangat bisa dilakukan menurut saya adalah melalui pendidikan dan program kesadaran Literasi.

What does “literacy” really mean?

Jika kita mencari kata Literasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), maka maknanya adalah kemampuan membaca dan menulis. Ini merupakan makna dasar dan istilah literasi pada awalnya memang ditujukan pada keterampilan membaca dan menulis seseorang. Dalam perkembangannya, dan sesuai dengan perubahan jaman, istilah Literasi mulai bergeser dan sering dipakai untuk memaknai keterampilan pada ruang lingkup yang lebih luas lagi. Berikut definisi Literasi menurut UNESCO:

The ability to identify, understand, interpret, create, communicate, compute and use printed and written materials associated with varying contexts. (UNESCO)

Literasi adalah keamampuan mengidentifikasi, memahami, menterjemahkan, menciptakan, mengkomunikasikan, memperhitungkan dan menggunakan materi dalam berbagai macam konteks. Berbagai macam konteks ini menurut saya maknanya adalah berbagai macam situasi dan kondisi sesuai dengan perubahan jaman. Literasi juga mencakup proses belajar yang terus menerus or Lifelong learning yang dapat membantu seseorang mencapai tujuan hidupnya, mengembangkan ilmu pengetahuan dan potensinya di masyarakat dan komunitas yang lebih luas.

Jadi tidak sesederhana itu kan makna Literasi?

Mengacu pada latar belakang kondisi bangsa dan perkembangan jaman yang tidak terelakkan, keterampilan Literasi ini benar-benar  sangat perlu dikembangkan dan dipromosikan pada seluruh lapisan masyarakat baik yang tua, muda, kaya, miskin, dsb. Jika keterampilan Literasi ini sudah diperoleh, maka seseorang akan dapat mudah mengaplikasikan apa yang diperolehnya dengan efektif dan efisien. Keterampilan ini memungkinkan mereka untuk mampu berfikir secara ilmiah dan akurat, mengambil keputusan secara tepat, serta mampu menyikapi berbagai macam masalah dengan bijaksana. Pada tingkatan Literasi paling tinggi, seseorang diharapkan menjadiProblem solver atau pemberi solusi pada berbagai macam masalah dan tantangan yang ada di sekitar mereka sesuai dengan bidang keilmuan dan keahlian masing-masing.

Dalam konteks Indonesia dengan permasalahannya yang kompleks, dari Sabang sampai Merauke, tentu pemerintah dan stake holderslainnya tidak mungkin bisa bekerja sendiri. Program –program pemerintah yang sangat baik tidak akan bisa berjalan tanpa adanya partisipasi masyarakat. Percuma jika pemerintah menggalakkan program yang begitu menjanjikan jika rakyat tidak mendukung dan melaksanakannya secara konsisten. Sehingga program hanyalah untuk menghabiskan target anggaran saja alias program proyek. Disinilah muncul yang namanya “Gap.” Jika dalam ilmu komunikasi, ada istilah namanya Information Gap. Artinya jika kita sedang berinteraksi dan berkomunikasi, tentu saja tidak semua informasi dari pembicara bisa kita tangkap dan internalisasi. 

Kita hanya bisa menyimpulkan dan menebak maksud serta menspekulasi apa yang terjadi sesuai dengan prior-knowledge atau sudut pandang kita saja. Informasi yang hilang dan tidak terdeteksi inilah yang dimaksud denga Information GapInformation Gap sudah biasa terjadi diantara pemerintah dengan masyarakat dan ini harus dicarikan solusi. Dengan apa? Tentunya dengan cara menjembataninya melalui pihak ketiga. Dan itulah tugas kita para pecinta ilmu pengetahuan untuk bergerak menjadi pihak ketiga. 

Jumat, 11 Juni 2021

Teachers’ and Students' Scaffolding in Second Language Learning [Scientific Article]

My article published by the Education and Linguistics Knowledge Journal of Universitas Islam Kadiri by the end of 2019.


 Teachers’ and Students' Scaffolding in Second Language Learning

*Aziza Restu Febrianto


Abstract

The aim of this paper is to show how scaffolding from teacher to students and that from students to students work during a sequence of language learning in which communication skills and fluency are the goals to reach. Pedagogical sequence that includes the roles of teacher in facilitating students involved in various types of learning activity and tasks has been analysed to find educational implications of the theories. Based on the data of some empirical studies, it shows that the strategy used by teacher to facilitate the activities and give corrective feedbacks is very helpful to make students focus on the goals. This is how scaffolding from teacher works efficiently in classroom learning. Pair and group work interactions among students with different characteristics also prove how scaffolding from students to students are present and contributes to the communication skills development. However, not all students can provide useful scaffolding for others due to their different personality. In conclusion, the teacher’s scaffolding and students’ scaffolding occur in different patterns (Storch 2002: 119-158). Teacher’s scaffolding comes in a various range of support, while student’s scaffolding might be helpful, but not as significantly as that of the teacher.

The full paper can be accessed here Edulink Vol .1 No. 2 (2019)


Situs Web Terbaik Untuk Latihan IELTS

 


Situs Web Terbaik Untuk Latihan IELTS

*Aziza Restu Febrianto


Berikut ini adalah 5 (Lima) situs web yang pernah berjasa dalam membantu saya menaikkan skor IELTS saya pada tahun 2016. Tapi saat itu saya hanya berfokus pada bagian Writing saja, karena hanya di bagian inilah saya benar-benar struggling alias mengalami kesulitan untuk mendapatkan skor 6.5 setelah sebelumnya pernah mengambil 2 kali Official test. Alhamdulillah, melalui usaha keras, akhirnya saya bisa mendapatkan skor diatas 6.5. Dengan skor IELTS ini, Alhamdulillah, saya juga bisa diterima pada program Master di 5 universitas terbaik dunia sebelum akhirnya menjatuhkan pilihan di University College London (UCL).

  • IELTS Advantage

Ketika sedang mencari soal-soal latihan di Google, saya menemukan situs web IELTS Advantage dan langsung saja mulai belajar dan berlatih mengerjakan soal di sana terutama Writing. Ternyata situs web ini juga mempunyai Youtube channel yang memberikan tips mengerjakan Writing Task 1 & 2. Menurut saya, penjelasan guru dalam channel itu sangatlah terstruktur dan mudah dimengerti, meskipun dia adalah seorang native dari Amerika yang biasanya berbicara cepat. Dengan mengikuti penjelasannya, IELTS writing yang kelihatannya susah dan rumit menjadi terasa mudah untuk saya kerjakan. Saya, yang pada waktu itu masih takut untuk menulis esai dalam bahasa Inggris menjadi percaya diri untuk bisa menulis dengan baik.

  • IELTS Buddy

Situs web IELTS Buddy cukup asyik untuk dikunjungi karena semua fitur tertata dengan sangat rapi. Kita bisa berlatih dan mengukur kemampuan kita mengerjakan soal-soal IELTS secara langsung di situs web ini, terutama Listening dan Reading. Menurut saya, sampai saat ini belum ada situs web yang bisa memberikan penilaian Writing dan Speaking secara akurat dan komprehensif (belum ada sistem yang bisa menggantikan manusia). Tapi no problem bagi saya, karena yang saya butuhkan hanyalah latihan Writing. Situs web ini memberikan banyak sekali contoh soal Writing Task 1 & 2 beserta contoh jawaban dan skornya. Yang saya lakukan saat itu adalah mencari contoh soal yang sulit untuk dikerjakan sendiri di rumah dan membandingkan jawaban saya dengan contoh yang skornya tinggi. Dengan membandingkan jawaban tersebut, saya akhirnya bisa belajar banyak hal khususnya menulis dengan menggunakan pola kalimat dan kosakata yang variatif (Grammatical & lexical range).

  • IELTS Liz

IELTS Liz dikelola oleh seorang pengajar IELTS profesional dari Inggris bernama Elizabeth Ferguson. Mirip dengan IELTS Buddy, IELTS Liz memberikan berbagai macam fitur dan sarana latihan soal untuk semua bagian di tes IELTS. Menurut saya, yang membedakan IELTS Liz dengan situs web lainnya adalah kontennya yang jauh lebih beragam dan materi yang terus diperbarui. Sangat produktif! Selain materi pembelajaran, terdapat pula kolom forum untuk komunikasi, beropini, dan berkomentar. Kolom ini bisa digunakan oleh para pengunjung agar mereka bisa berinteraksi dengan pengelola situs web, bertanya dan berbagi pengalaman belajar. Komentar ini pun juga direspon secara cepat oleh pengelolanya. Saya pernah mencoba memberikan komentar di dalam kolom tersebut, dan sehari kemudian, saya mendapatkan balasan. Jawabannya pun juga memuaskan. Tidak hanya situs web, IELTS Liz juga mempunyai Channel Youtube seperti IELTS Advantage dimana pengisinya adalah Elizabeth sendiri, sang pengelola dan penulis konten situs web itu. Melalui channel itu, kita bisa mendapatkan banyak sekali tips dan strategi memperoleh skor tinggi untuk semua bagian di IELTS.

  • IELTS-exam.net

IELTS-exam.net adalah situs web pertama yang saya kunjungi ketika belajar IELTS dan bahkan ketika sedang mempersiapkan Official IELTS yang saya ambil untuk pertama kalinya pada tahun 2011. Pada saat itu, saya mempersiapkan diri bersama teman saya ketika masih tinggal di kos di Semarang. Dia juga mengambil tes pada jadwal yang sama. Kebetulan dia mempunyai wifi pribadi (modem) yang bisa digunakan untuk berselancar internet dengan menggunakan laptop. Saat itu, belum ada smartphone. Kalau tidak salah HP yang populer waktu itu adalah Blackberry, tapi tipe terbaru HP jenis ini pun juga belum bisa digunakan seperti halnya smarphone sekarang ini. Pada situs web IELTS-exam.net, saya menemukan sebuah kolom simulasi untuk latihan mengerjakan Listening dan Reading. Saya pun juga bisa memperkirakan skor yang akan diperoleh dengan layanan ini secara gratis. Sehingga situs web ini sangat membantu sekali disaat materi-materi IELTS hanya bisa diakses secara berbayar dan di buku-buku yang mahal harganya pada waktu itu. Tampilan situs web yang sekarang tentu sudah jauh berbeda dengan yang dulu. Tentunya sekarang fitur dan fasilitasnya jauh lebih lengkap.

  • IELTS Simon

IELTS Simon ini adalah situs web yang terakhir saya gunakan pada saat mempersiapkan Official IELTS pada tahun 2016. Saya mendapatkan rekomendasi mengenai situs web ini dari teman saya yang sudah diterima di Monash University, Australia. Dia mengatakan bahwa situs web ini banyak memberikan pembahasan dan contoh jawaban Writing dari soal yang telah diujikan di Official test sebelumnya. Karena merasa sangat membutuhkan pembahasan tentang Writing, seketika saya langsung meluncur ke situs web tersebut. Disana saya menemukan banyak sekali contoh esai yang sangat berkualitas dengan variasi pola kalimat dan kosakata yang advanced. Penulis mengklaim bahwa semua esai itu mendapatkan skor 9.0. Meskipun tidak disebutkan sumber resmi dan alasan kenapa esai tersebut mendapatkan skor yang tinggi, saya merasa esai tersebut memang sangat berkualitas karena mempertimbangkan karakteristik tulisan yang cukup concise atau padat dan tidak bertele-tele dengan lexical density yang mumpuni, serta pemilihan ide yang tepat. Yang saya lakukan dengan situs web ini juga sama dengan situs web lainnya, yaitu mengerjakan soal yang saya ambil dari situs web tersebut, kemudian mencocokkan jawaban saya dengan contohnya, dan mempelajari variasi pola kalimat dan kosakata yang digunakan. Situs web ini dikelola oleh seorang mantan penguji IELTS yang tinggal di Manchester, Inggris.

Mungkin semua situs web ini bisa kalian coba kunjungi ketika sedang mempersiapkan Official test. Namun, menurut saya, belajar dan latihan mandiri saja tidaklah cukup, khususnya Writing dan Speaking. Karena kedua bagian ini merupakan Productive skills, maka alangkah lebih baiknya jika kita juga mendapatkan bantuan dari orang lain untuk memberikan penilaian dan feedback. Selain belajar mandiri dengan menggunakan semua situs web tersebut, saya juga memutuskan untuk mengikuti simulasi Writing sekaligus mendapatkan penilaian dan feedback dari tutor di sebuah lembaga pembelajaran IELTS di Semarang. Bagi saya, simulasi dan feedback yang diberikan ini penting sekali karena selain untuk mengukur seberapa siapkah kita untuk mengerjakan soal, harganya pun juga sangat murah (bahkan ada yang gratis) jika dibandingkan dengan Official test yang mahal. Kita bisa mengambilnya hanya untuk memastikan bahwa kita benar-benar sudah siap mengambil Official test.

Selain harga Official test yang mahal, pada saat itu, saya juga hanya membutuhkan waktu 2 bulan saja untuk persiapan tes, karena setelah diterima sebagai penerima beasiswa LPDP pada akhir Desember 2015, saya harus segera mengambil Official IELTS test sebagai salah satu syarat wajib untuk diterima di kampus impian saya di Australia atau Inggris. Saya mendaftar tes pada awal Januari 2016, dan tesnya sendiri dilaksanakan pada 2 April 2016. Banyak sekali latihan yang saya lakukan waktu itu, terutama untuk memastikan bahwa saya benar-benar sudah familiar dengan soal IELTS dan menemukan strategi yang jitu untuk menaklukkannya.

Selamat belajar dan sukses untuk IELTSnya ya guys!

 

Rabu, 30 Desember 2020

Buku Single Keduaku [RESENSI]

 

 

Belajar Bahasa Inggris dari Para Cendekiawan dan Profesional Sukses: Serangkaian Wawancara

 

Ini buku sederhana yang kumpulan wawancara saya dengan kawan-kawan hebat saya saat menempuh pendidikan jauh di negeri seberang. Walaupun sederhana, isinya penuh dengan cerita inspirasi otentik mengenai perjuangan orang hingga pada sebuah titik impian mereka. Ketika membacanya, kita tidak hanya disuguhkan pengalaman tentang belajar Bahasa Inggris saja, tetapi seolah kita juga akan terbawa angan seperti sedang mengikuti sebuah seminar kerja dan beasiswa.

Inspirasi: Sarasehan Pendidikan Indonesia di Oxford University, 27 April 2017 

Penulis                 : Aziza Restu Febrianto
Desain sampul     @esabiwibowo
Ukuran                 : 14 x 21 cm
ISBN                    : 978-623-281-080-8
Terbit                    : Mei 2020
Harga                    : Rp 105000
Penerbit              www.guepedia.com

 

Sinopsis:

Buku ini disusun sebagai obat penasaran penulis: Bagaimana orang, tanpa memiliki latar belakang pendidikan atau pekerjaan dalam bidang Bahasa Inggris, linguistik atau komunikasi lainnya, mampu dengan lancar menguasai Bahasa Inggris, sehingga berhasil menempuh pendidikan dan karir yang cemerlang di luar negeri.

Proses penyusunan buku ini melibatkan 10 pelajar S2 dan S3 Indonesia di luar negeri yang juga merupakan profesional sukses di bidangnya masing-masing. Penulis mewawancarai mereka satu persatu dan menuliskan cerita inspiratif mereka dalam buku ini. Dengan membacanya, pembaca akan mendapatkan tips dan strategi praktis menguasai Bahasa Inggris termasuk TOEFL dan IELTS berdasarkan pengalaman para responden. Selain pengalaman belajar yang dibagikan, responden juga memberikan usulan, gagasan, dan ide tentang pembelajaran Bahasa Inggris yang efektif di Indonesia.

Buku elektronik (ebook) telah tersedia di PlaystoreBelajar Bahasa Inggris dari Para Cendekiawan

Rabu, 23 Desember 2020

Berani Jadi Wirausaha Sosial [Resensi Buku]

https://www.dbs.com/iwov-resources/images/indonesia/foundation/dare-to.jpg
Sumber: https://www.dbs.com/iwov-resources/images/indonesia/foundation/dare-to.jpg

*Aziza Restu Febrianto

Artikel ini adalah resensi dari sebuah buku berjudul "Berani Jadi Wirausaha Sosial?" yang sangat menarik bagi saya. Saya menemukan buku ini justru ketika sedang membaca buku kelanjutannya yang berjudul "Profit Wirausaha Sosial." Buku yang kedua ini saya dapatkan melalui sebuah group WA para alumni Forum Indonesia Muda (FIM), yang para anggotanya memang rata-rata merupakan peminat dan pegiat kegiatan sosial. Buku yang dijadikan resensi ini dapat diunduh melalui laman berikut: https://www.dbs.com/ .Tujuan saya membuat resensi ini adalah agar pembaca mendapatkan informasi dan gambaran umum mengenai buku ini. Tujuan khususnya adalah untuk mempersiapkan diri saya sebagai pembicara di acara Temu Peminat Buku (TPB) yang diselenggarakan oleh sebuah komunitas sosial bernama REC Indonesia pada tanggal 26 Desember 2020. Selamat membaca dan semoga semakin semangat untuk membaca bukunya.

BAB 1 membahas tentang Wirausaha Sosial Inspirasi Dunia, dengan menyajikan 5 tokoh wirausaha sosial yang sukses mencuri perhatian dunia. Bagian ini bertujuan untuk menginspirasi pembaca bahwa misi sosial ternyata dapat diselaraskan dengan kegiatan bisnis. Cerita ini ditulis dengan pola latar belakang dari munculnya sebuah ide sampai dengan bagaimana wirausaha sosial tersebut dapat mewujudkannya. Dengan cerita ini, diharapkan pembaca tidak akan hanya termotivasi, tetapi juga akan mendapatkan gambaran soal bagaimana memulai sebuah social enterprise.

BAB 2 memaparkan tentang Ekosistem Kewirausahaan Sosial di Indonesia. Bagian ini menguraikan kondisi ekosistem kewirausahaan sosial di Indonesia saat ini dengan melihat dari tujuh aspek yaitu : kebijakan, finansial, dukungan, budaya, modal manusia, kondisi pasar, dan lokasi geografis. Bagian ini juga menyajikan jenis-jenis program yang ada di Indonesia untuk mendukung kewirausahaan sosial sekaligus memberikan link-link atau akuntwitter yang dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan membaca bagian ini, pembaca akan mendapatkan gambaran lebih dalam mengenai kondisi “kolam”, sehingga dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik sebelum “berenang” menjadi wirausaha sosial di Indonesia.

BAB 3 menjelaskan tentang Wirausaha Sosial Inspirasi Indonesia. Bagian ini bertujuan untuk memberi bukti kepada pembaca bahwa konsep kewirausahaan sosial dapat diimplementasikan di Indonesia, meskipun kondisi ekosistem belum mendukung. Dengan menyajikan 5 wirausaha sosial nasional dengan latar belakang dan model kegiatan yang beragam, pembaca tidak hanya diharapkan akan dapat terinspirasi, tetapi juga dapat bertambah wawasannya mengenai berbagai macam social enterprise di Indonesia.

BAB 4 memaparkan tentang Konsep dan Model Bisnis Social Enterprise. Setelah terinspirasi dan termotivasi, pembaca mungkin ingin tahu lebih dalam mengenai bagaimana memulai atau membesarkan sebuah social enterprise (SE). Bagian ini dimulai dengan menjabarkan kriteria SE, dilanjutkan dengan menjelaskan tipe-tipe SE yang ada di Indonesia. Bagian ini menguraikan konsep dan model operasional organisasi dengan menggunakan Kanvas Model Bisnis yang disajikan dengan contoh-contoh kasus. Hal ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas kepada pembaca mengenai bagaimana membangun sebuah SE dalam tataran praktisnya.

BAB 5 menjelaskan tentang Menyusun Rencana Bisnis yang Efektif untuk Sicial Enterprise. Bagian ini memaparkan proses kreatif yang terjadi pada seorang wirausaha sosial, mulai dari panggilan dalam diri, pengembangan ide, konsep, model bisnis, hingga business plan atau rencana bisnisnya. Dalam fase pengembangan ide, pemetaan masalah spesifik merupakan kunci utamanya. Alasannya adalah karena ide solusi yang dibangun itu digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Bagian ini diperkaya dengan analogi, pertanyaan-pertanyaan pemicu, contoh sistematika penulisan, dan contoh kasus, yang diharapkan dapat membantu pembaca mengkontruksikan pikirannya, sehingga bisa menyusun sebuah dokumen business plan yang efektif untuk mendapatkan dukungan, khususnya yang terkait dengan pendanaan.

BAB 6 memberikan informasi mengenai Tip dan Trik Mempresentasikan Ide dan Rencana Bisnis Bagi Wirausaha Sosial. Bagian ini tidak memaparkan teori komunikasi, melainkan fokus pada tip dan trik yang dapat digunakan pembaca pada saat harus mempresentasikan ide dan rencana bisnisnya kepada orang lain, khususnya kepada calon investor atau penyandang dana. Tip dan trik ini disajikan ke dalam dua bagian utama, yaitu untuk mempresentasikan ide dan untuk rencana bisnis.

BAB 7 menjelaskan tentang topik "Membangun Solusi atas Permasalahan Sosial Secara Mandiri dan Berkelanjutan, Mengapa Tidak ?". Selama ada panggilan dan kemauan, siapapun sebenarnya bisa berpotensi menjadi wirausaha sosial. 

Referensihttps://afrianihabibah.wordpress.com/2017/05/14/resensi-buku-berani-jadi-wirausaha-sosial/

Selasa, 06 Oktober 2020

Rezeki Dibalik Pandemi

Rezeki Dibalik Pandemi

*Aziza Restu Febrianto


Masa “Stay Home”

Perubahan yang dahsyat terjadi sejak pertama kali ditemukan bahwa COVID-19 menyebar di Indonesia pada awal tahun 2020. Kondisi ekonomi secara tiba-tiba merosot karena semua orang seolah dipaksa untuk tetap tinggal di rumah dan berupaya untuk tidak keluar rumah jika memang tidak terpaksa. Semuanya demi menghindari penularan virus berbahaya ini. Kondisi ini akhirnya mengurangi penghasilan para pedagang yang menjajakan produk atau jasanya karena banyak orang enggan berbelanja. Selain takut harus keluar rumah, mereka juga khawatir jika akan tertular melalui barang yang mereka beli. Tidak sedikit pula para pengusaha dan pemilik perusahaan yang mem-PHK para karyawannya karena revenue atau pendapatan mereka tidak seimbang dengan pengeluaran operasional.

Menjadi relawan COVID-19 di desa

Aktivitas sholat berjarak 1 meter



Saya mungkin adalah salah satu orang yang masih agak beruntung selama masa pandemi ini karena masih bisa bertahan dengan kebutuhan yang tercukupi. Memang sejak pertama kali diberlakukannya atauran Stay home, Social distancing dan PSBB, saya harus pulang ke kampung halaman karena beberapa tempat kerja saya di Semarang tutup. Cukup kaget waktu itu karena saya harus segera bisa beradaptasi dan memastikan semua kebutuhan terpenuhi dengan kondisi tidak bekerja. Bisa juga dikatakan sangat menantang juga dikarenakan saya sudah berkeluarga dengan satu anak. Saat diberlakukannya PSBB, banyak kota dan kabupaten menerapkan aturan terhadap terutama bagi warganya yang sering keluar kota dan orang yang datang dari luar kota. Bagi orang yang keluar kota, wajib untuk melapor kepada kepala desa setempat dan jika mereka tinggal cukup lama di luar kota, ketika kembali ke desanya lagi, mereka harus dikarantina mandiri selama 14 hari. Aturan ini kemudian membuat saya harus tinggal di rumah dan menganggur. Jika dihitung, saya sudah tinggal di rumah tanpa pekerjaan kantor selama 3 bulan, dari bulan Maret hingga Juni 2020.

Pada awalnya saya cukup bingung memikirkan penghasilan yang harus saya dapatkan meskipun saya masih mempunyai uang tabungan. Dengan keadaan yang tidak menentu saat itu, tabungan yang saya punya itu pasti akan habis jika tidak ada penghasilan. Namun, Alhamdulillah, setelah satu bulan penuh tanpa pekerjaan, saya akhirnya mendapatkan kesempatan mengajar beberapa siswa yang ingin belajar IELTS secara daring (online) dari salah satu lembaga tempat saya bekerja paruh waktu. Bahkan salah satu siswa tersebut berasal dari Tiongkok dan meminta untuk belajar secara privat. Uniknya, setelah ngobrol, ternyata siswa itu berasal dari Wuhan dimana COVID-19 pertama kali ditemukan. Namun pada saat belajar, dia sedang tinggal di Semarang dan belum bisa pulang ke Wuhan karena kota tersebut sedang ditutup (Lockdown). Beberapa siswa yang saya ajar tidak masuk dalam satu kelas, melainkan 4 (empat) kelas. Dengan mengajar 4 kelas, Alhamdulillah, kebutuhan saya dan keluarga menjadi terpenuhi selama 2 bulan di rumah. Kegiatan saya selama di rumah lumayan bervariasi. Selain mengajar secara daring, saya juga mengisi acara webinar gratis dan membantu relawan bebas COVID-19 di desa. Semua ini saya lakukan hingga lebaran tiba. Alhamdulillah, aktivitas ini yang membuat pikiran saya produktif meskipun tetap tinggal di rumah.

Mengajar daring dari rumah

Menjadi Co-founder Lister

Lister adalah salah satu lembaga kursus bahasa online (daring) yang berdiri pada tahun 2019. Saya sempat menjadi pengajar tidak tetap di Lister sejak saya diterima pada Februari tahun 2020. Karena berstatus sebagai pengajar tidak tetap, saya hanya sempat mengajar satu siswa saja di Lister. Itupun kelasnya tidak sampai selesai (hanya 2 kali pertemuan saja) karena siswanya yang susah dihubungi. Walaupun hanya mengajar satu orang siswa, saya mempunyai kesan positif tentang Lister. Saya melihat lembaga ini memiliki peluang besar untuk maju dan berkembang. Selain itu, diantara banyak sekali lembaga kursus bahasa Inggris baik luring maupun daring, Lister menurut saya sangat berbeda. Para pengajar Lister rata-rata adalah para lulusan Master dari Perguruan Tinggi Luar Negeri dengan latar belakang pendidikan yang bermacam-macam. Alasan inilah yang membuat saya bersemangat untuk membantu para pendirinya ketika menyelenggarakan program dan kegiatan. Semangat dan komitmen ini saya sampaikan kepada para pendiri Lister. Bahkan ketika tidak dibayar pun saya tetap berkeinginan untuk membantu Lister.

Mendekati hari lebaran, tepatnya pada tanggal 23 Mei 2020, salah satu pendiri Lister, Masyithoh Anies yang dulu mewawancarai saya ketika proses rekrutmen pengajar menghubungi saya. Dia secara tidak terduga memberikan tawaran kepada saya untuk menjadi Co-founder Lister yang mengurusi bidang operasional dan pengembangan akademik atau istilah kerennya Chief Academic Officer (CAO)..hehe. Tanpa ragu saya menerimanya, ya karena saya memang mempunyai komitmen untuk mengembangkan Lister. Komitmen saya juga masih seperti dulu, yaitu membantu Lister tanpa mengharapkan gaji. Mungkin komitmen ini terlihat konyol dan naïf, tapi bagi saya yang paling penting dalam hidup itu adalah warisan dan jejak rekam yang baik. Mendapatkan keuntungan berupa materi tentu juga sangat membahagiakan, hanya saja itu hanya bonus bagi saya. Saya ingin berjuang secara keras menjadi bagian dari pencipta suatu perubahan, bukan penikmat perubahan itu sendiri. Saya ingin anak dan keturunan saya kelak melihat semua upaya ini, mengejar keberkahan hidup, bukan materi semata.

Setelah mantab menerima tawaran, saya pun diminta untuk bertemu langsung dengan Founder Lister, Sigit Arifianto, dan pada tanggal 9 Juni 2020, saya, ka Anies mas Sigit bertemu di sebuah café kecil tepatnya di Kec. Tawangmangu, kaki gunung Lawu. Kita bertiga ngobrol dan membahas kontrak kerja bersama. Sejak saat itu, saya resmi diangkat menjadi Co-founder yang unit kerja spesifiknya adalah melakukan riset dan mengembangkan semua program akademik Lister. Saya juga memastikan lagi ke mereka bahwa profesi saya adalah dosen di kota Semarang, sedangkan kantor Lister berada di Jogja, saya tentu akan kesulitan melakukan koordinasi secara langsung tatap muka di Jogja. Mereka bilang, fokus utama Lister adalah pembelajaran daring, jadi koordinasi lebih banyak dilakukan secara daring juga. Mas Sigit kemudian menambahkan, “Tidak masalah mas. Justru dengan menjadi dosen, perpektif akan luas. Siapa tahu bisa memperkaya Lister kedepan.” Mendengar penjelasan itu, saya tentu saja langsung mantab melangkah. Tapi saya juga menyadari akan keterbatasan saya yang memegang dua profesi berbeda secara bersamaan. Sehingga saya hanya bisa berusaha keras meskipun belum mendapatkan profit sama sekali. Mudah-mudahan semua usaha ini tidak akan sia-sia dan mengantarkan Lister pada keberhasilan mendapatkan pendanaan dari investor yang bisa mensejahterakan banyak orang. Amin YRA.

Pertemuan dengan mas Sigit, Founder Lister

Menjadi Dosen Tetap

Setelah menjalani kegiatan sosial dan fokus mengerjakan pengembangan program Lister selama 2 bulan, saya tiba-tiba mendapatkan informasi dari seorang rekan kerja tentang lowongan kerja dosen melalui ibu Helena I.R. Agustien yang merupakan dosen saya waktu kuliah S1 dulu. Menurut saya, beliau adalah salah satu pakar di bidang pengajaran bahasa Inggris di Indonesia karena kiprahnya dalam pengembangan kurikulum nasional. Setelah pensiun, beliau kemudian mengambil peran sebagai dosen dan dekan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Nasional karangturi (Unkartur) di Semarang. Rekan kerja saya itu membagikan tangkapan layar salah satu status Facebook ibu Helena tentang lowongan itu di group WA. Saya pun penasaran dan cekidot Facebook.

Tanpa ragu, saya kemudian langsung menghubungi beliau melalui Facebook messanger dan menanyakan lowongan tersebut. Beliau kemudian menanyakan latar belakang pendidikan dan pekerjaan saya serta meminta saya untuk mengirimkan surat lamaran dan semua dokumen pendukungnya via pos. Malam itu juga saya langsung membuat lamaran dan menyiapkan semua berkas yang dibutuhkan. Sayapun juga mengirimkan berkas itu secara kilat. Dan memang benar, dalam dua hari, berkas itu sampai di HRD Unkartur. Tidak berlangsung lama, saya kemudian mendapatkan pesan WA dari salah seorang karyawan HRD dan pesan itu berisi undangan tes tertulis dan wawancara. Perasaan saya tentu saja sangat bahagia ketika mendapatkan undangan itu. Awalnya saya masih ragu karena saya sudah mempunyai rencana lain sebelum mendaftar di kampus itu. Salah satu rencana saya adalah mendaftar program-program Short course di luar negeri. Tapi karena pandemi, semua rencana ini menjadi berubah dan saya merasa harus realistis melihat kondisi tidak mudahnya mendapatkan pekerjaan selama pandemi ini. 

Dengan kemantaban hati saya langsung menerima undangan itu. Saya kemudian memutuskan untuk berangkat ke Semarang dari Magetan dengan mengendarai motor karena pada waktu itu kendaraan umum sedang dilarang beroperasi. Sebenarnya keluar dari daerah Magetan pun masih dilarang. Saya juga diminta untuk bertemu dengan Kepala desa agar dibuatkan surat keterangan ijin keluar wilayah. Tapi saya memilih untuk tidak melakukannya, karena pertimbangan waktu yang mendesak dan waktu tinggal saya yang tidak lama di Semarang. Sesampainya di Semarang, saya langsung menuju kos untuk menginap semalam disana. Saya beruntung karena tidak diminta oleh warga setempat untuk lapor diri ke ketua RT dan menjalankan karantina mandiri. Saya menjelaskan kepada bapak kos bahwa saya hanya menginap semalam karena keesokan harinya akan mengikuti tes kerja. Setelah menginap semalam di kos, pagi harinya saya langsung menuju ke kampus Unkartur untuk mengikuti tes tertulis dan wawancara. Tes ini berlangsung pada tanggal 8 Juni 2020 dari pukul 09.00 – 14.00. Lama sekali memang. Untuk mengerjakan tes tertulis, kira-kira saya harus menghabiskan waktu sekitar 3 jam, sedangkan wawancara hanya berlangsung sebentar. Walaupun sebentar, saya juga harus menghabiskan waktu cukup lama untuk menunggu Dekan yang pada waktu itu masih ada acara. 

Selfie setelah Tes tertulis dan wawancara

Singkat cerita sayapun akhirnya diterima sebagai dosen tetap Universitas Nasional Karangturi tepatnya di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris. Akhirnya impian saya untuk menjadi dosen di bidang yang saya tekuni menjadi kenyataan meskipun di universitas yang masih sangat baru. Sebagai seseorang yang pernah bekerja sebagai guru bahasa Inggris selama lebih dari 5 tahun, saya tentu ingin bisa berbagi pengalaman kepada para calon guru bahasa Inggris di kampus ini. Saya juga ingin membuat penelitian yang menggabungkan antara pengalaman dan ilmu pengetahuan yang saya miliki dengan berprofesi sebagai dosen. Sampai tulisan ini dibuat, saya sudah terhitung bekerja di kampus ini selama 2 bulan. Sebagai kampus yang masih baru, banyak sekali pekerjaan yang saya lakukan seperti membantu mengurus akreditasi prodi, mendapat tugas sebagai wakil ketua panitia Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB), ketua pengurus jurnal Prodi dan banyak urusan administrasi lainnya. 

Walaupun banyak kerjaan yang dilakukan, saya tetap bersyukur karena menurut saya, lingkungan kerja saya di Prodi sangat mendukung untuk pengembangan diri saya. Para dosen di PBI juga masih muda kecuali Kaprodi dan Dekan, sehingga diskusi kita penuh dengan ide-ide segar. Suasana kerja yang sangat terbuka juga membuat saya betah untuk bekerja. Entah seperti apa masa depan saya kelak, saya hanya menjalani apa yang sudah menjadi rezeki saya selama pandemi ini. Banyak impian yang belum terwujud sebenarnya, terutama keinginan untuk belajar di luar negeri lagi setelah hampir 3 tahun tidak pernah merasakan 4 musim di negeri orang..hehe. Tapi dengan keadaan dunia yang sedang dalam masa krisis karena pandemi ini, banyak negara yang menutup border nya dan banyak pula pembelajaran yang masih dilakukan secara daring. Saya akhirnya juga berfikir beberapa kali untuk mencari peluang ke luar negeri. Well, ssemua sudah diatur oleh yang maha kuasa. Dijalani dulu saja.  Alhamdulillah......

 

Tercatat sebagai dosen tetap ber-NIDN
di forlap.kemdikbud.go.id/perguruantinggi