Saya, ketika bekerja di kantor Lembaga Bimbingan Belajar, Primagama |
Lulus Kuliah dan Menjadi Pekerja Kantoran
*Aziza Restu Febrianto
Tepat
pada bulan Juli tahun 2009, saya secara resmi dinyatakan lulus pendidikan S1
setelah berkutat pada skripsi selama satu semester. Saya termasuk mahasiswa
yang bisa dikatakan cukup telat lulusnya karena kebanyakan teman seangkatan
saya lulus pada tahun sebelumnya. Tapi menurut saya telat lulus itu tidak
masalah, asalkan tidak telat bekerja..hehe. Alhamdulillah, sebelum lulus saya
sudah bekerja dan bisa mencari penghasilan sendiri. Namun, karena kekhawatiran akan
kemungkinan lulus yang lebih lama, saya akhirnya memutuskan untuk berhenti
mengajar di SMP Alam agar memiliki waktu lebih banyak untuk mengerjakan
skripsi. Selain itu saya sebenarnya juga sudah tidak betah dan lelah mengajar
di sekolah itu. Tuntutannya banyak...hehe.
Semua
pelajaran dan pengalaman mengajar yang saya peroleh selama kuliah, PPL dan
mengajar di sekolah ternyata tetap tidak membuka mata hati saya untuk secara
mantab memilih guru sebagai profesi saya. Menurut saya, pekerjaan guru itu
sangat melelahkan, dan semua usaha keras yang dilakukan oleh guru tidak
setimpal dengan kecilnya gaji yang diperoleh. Waktu itu saya selalu
membayangkan, kenapa dengan pekerjaan yang sebenarnya tidak jauh berbeda (berbicara
di depan orang), gaji pembicara seminar, motivator ataupun public speaker lainnya itu jauh lebih besar daripada guru. Inilah
alasan kedua yang akhirnya lebih mempengaruhi keputusan saya untuk berhenti
mengajar di sekolah dan memilih bekerja di kantor setelah mendapatkan tawaran
(lagi) dari teman.
Beberapa
bulan sebelum wisuda, salah seorang teman menginformasikan kepada saya tentang
lowongan pekerjaan di sebuah lembaga bimbingan belajar di kota Salatiga
(sekitar 20 km dari kota Semarang). Lowongan pekerjaan itu cukup menarik
perhatian saya karena yang dicari bukanlah pengajar, tapi seorang staf
akademik. Untuk fresh graduate
seperti saya, pekerjaan itu menurut saya sudah cukup bagus sebagai batu
loncatan untuk mencari pekerjaan lain yang lebih bagus. Selama bekerja di kantor
ini, mulai terbesit juga keinginan untuk melanjutkan kuliah S2 agar wawasan
saya bisa bertambah dan kesempatan saya untuk mendapatkan pekerjaan lebih
terbuka lebar. Namun, setelah berfikir panjang saya akhirnya kurang tertarik
untuk kuliah di kampus dalam negeri apalagi dengan biaya sendiri. Menurut saya,
jika pekerjaan dan penghasilan yang saya dapatkan tetap tidak berubah dengan memiliki
ijazah S2, maka semuanya akan sama saja. Sayang sekali dengan uang yang sudah
saya keluarkan untuk pendidikan itu. Yang jelas dengan segala ketidakpastian
pekerjaan yang ada di Indonesia, saya lebih memilih untuk tidak melanjutkan
kuliah jika tidak dengan beasiswa, karena akan rugi.
Selain
pertimbangan karir dan pekerjaan, keinginan untuk mengambil S2 di luar negeri
dengan beasiswa adalah murni karena alasan pengembangan kompetensi, ilmu
pengetahuan, serta wawasan dan pengalaman hidup di negeri orang. Keinginan ini sangat menggebu, sehingga
terhitung setelah lulus kuliah S1, saya telah mengambil tes TOEFL, IELTS dan mendaftar
beberapa jenis beasiswa luar negeri seperti Australian
Asian Scholarship (AAS), New Zealand
Asian Scholarship (NZ-AS), dan Fulbright
US Embassy. Namun, semua upaya ini berakhir dengan kesedihan dan kekecewaan
karena harus menerima ketidaklulusan saya pada semua beasiswa yang pernah saya
coba itu. Saya juga pernah mencoba beberapa program Short course gratis di luar negeri seperti program kepemudaan di
China, Mesir, Polandia, dsb. Namun lagi-lagi, semuanya berakhir dengan ketidaklulusan
saya pada kesempatan tersebut.
Di
sela-sela kesibukan kerja di kantor, saya juga sempat mencari peruntungan untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan pasti dengan mendaftar CPNS baik di tingkat
daerah maupun pusat. Jika dihitung sejak wisuda S1, saya sudah mencoba 6 kali seleksi
CPNS, tapi (lagi-lagi) semuanya berujung pada ketidakberuntungan. Untuk seleksi
CPNS di daerah, waktu itu saya memilih formasi guru Bahasa Inggris, sedangkan
di pusat, saya memilih formasi instruktur di beberapa kantor kementerian.
Jujur, alasan saya memilih formasi itu bukanlah atas dasar ketertarikan dan
kecintaan saya pada pekerjaan mengajar atau dunia keguruan, tapi lebih pada
kesejahteraan dan pengembangan karir yang diperoleh ketika menjadi pegawai
negeri.
Bersambung.... (Bagian 8)